"Bahkan jika dirasa lebih dalam, tak pernah terbayang dalam benak ini dengan sebutan 'repot'. Aku bahkan suka itu daripada kamu diam membisu,"
🐋🐋🐋
Vanys berujung kena omel oleh Ferry karena memberitahukan password apartemen ke sembarang orang. Apalagi ditambah dengan ucapan-ucapan Vanys yang terus membela lelaki itu. Alhasil, ia harus repot-repot mengganti password apartemennya. Terlepas itu, ada saat Ferry menghentikan omelannya tatkala ia teringat akan suatu hal. Suasana menjadi hening.
"Lo kenapa?" tanya Vanys. Lelaki itu menggeleng. Ia malah membantu Vanys untuk merebahkan tubuhnya. Lelaki itu juga menarik selimut Vanys sebatas dada.
"Fer!" cegah Vanys. Tangan gadis itu menarik jemari Ferry saat lelaki itu hendak pergi.
"Kenapa?" tanya Ferry lembut.
"Kalo lo ada masalah, lo bilang sama gue, ya. Kalo dirasa gue ngerepotin lo, lo juga bilang ke gue, ya," ujar Vanys. Ferry tersenyum. Lelaki itu kembali duduk di tepi ranjang. Tangan kekar lelaki itu mengelus punggung tangan Vanys.
"Gue nggak pernah merasa direpotin sama lo. Gue malah bahagia kalo lo selalu ngomong segala masalah lo ke gue daripada lo cuma diem. Besok gue mau bicara sama lo, penting," ujar Ferry. Mungkin lelaki itu akan mengatakannya besok.
Vanys mengulum bibirnya, lalu mengangguk. Ferry tersenyum, lelaki itu mengacak rambut Vanys. Tanpa sadar saat Ferry hendak bangkit, lelaki itu mencium puncak kepala Vanys. Vanys mematung. Ferry tersadar saat melihat ekspresi Vanys dengan mata melotot.
"G-gue minta maaf. Gue keluar dulu mau beli bahan makanan buat besok," ujar Ferry terbata. Ah ya, lelaki itu malu dan salah tingkah. Dengan langkah cepat, Ferry meninggalkan kamar. Memukuli kepalanya berkali-kali, bahkan merutuki kesalahannya.
🐋🐋
Mentari begitu menyengat pagi ini. Bahkan gorden yang belum dibuka pun dapat memancarkan mentari yang menusuk ke cela-cela jendela. Suara alarm berisik membuat tidurnya terusik. Kakinya ia turunkan. Walaupun masih terasa lemas, gadis itu masih mampu untuk menopang tubuhnya. Vanys pergi ke kamar mandi, sekadar membasuh muka tanpa mandi. Hanya butuh lima menit, gadis itu keluar tanpa mengganti hoodie dan celananya.
Tangan Vanys menyentuh ganggang pintu kamar. Gadis itu belum mencium aroma makanan dari dapur, bahkan suara gaduh pun tak terdengar. Vanys mencoba untuk mencari tahu. Saat kakinya hendak berjalan ke arah dapur, matanya menangkap sosok Ferry yang masih terlelap tanpa selimut. Bahkan, beberapa kaleng soda berserakan di atas meja.
"Dia semalem begadang nonton bola apa gimana?" gumam Vanys. Gadis itu tahu jika unit ini punya dua kamar, lalu kenapa lelaki ini tidur di sofa depan televisi?
"Fer? Fer! Bangun, yuk! Fer!" usik Vanys. Gadis itu mengguncang bahu lelaki itu. Namun, masih saja tak bangun. Atau jangan-jangan lelaki itu pulang terlalu larut? Ia pun tahu kalau ia langsung tidur kala Ferry keluar dari apartemen.
Ah ya, jika dipikir-pikir wajah Ferry terlihat begitu tampan saat dilihat dari jarak yang dekat. Jujur, Vanys tak pernah melihat lelaki ini dengan jarak sedekat ini. Pantas ia banyak penggemar. Tak apa, asal dia dapat cokelat atau barang pemberian penggemar Ferry yang hampir lelaki itu buang. Jahat dan kejam bukan?
"Kenapa lihatin gue kayak gitu? Nanti suka lagi sama gue," sentak Ferry. Vanys yang tersadar dari lamunannya, kini menjauhkan wajahnya. Bahkan, ia sempat memukul perut Ferry saat lelaki itu mengubah posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
43 Bagian Cerita Vanys [END]
Romance[NEW VERSION] Kadang, kita harus memilih antara luka untuk bahagia atau bahagia untuk luka. Bagi kamu yang bimbang dalam urusan mencinta tanpa dicinta, kisah ini sungguh cocok untukmu. Dalam setiap goresan penanya, lelaki itu menuangkan segala rasan...