Potret 38 : Menghindar

1.1K 38 5
                                    

❝Hanya satu yang dapat kulakukan sebelum lara ada di level tertingginya, menghindar. Maaf, aku tak dapat lagi melanjutkan.

🐋🐋🐋

27 Januari 2021

Terhitung lima hari sebelum dies natalis universitas digelar. Segala persiapan dimulai. Apalagi setiap penampil tengah berlatih agar bisa menampilkan hasil terbaik mereka. Namun, Ferry bisa bernapas lega. Adanya hal ini dapat dijadikan alasan untuknya menghindar.

"Fer!" panggil Devon. Lelaki itu hanya berdehem guna membalas.

"Stan fakultas seni dan desain masih kekurangan orang. Belum ada perwakilan dari seni rupa. Gue udah coba nanya, cuma banyak yang ikut program pertukaran," ujar Devon.

"Aduh, gue nggak kenal anak-anak seni, mending lo nanya Brigita. Gue mau ke balairung soalnya. Pusing gue," balas Ferry.

"Eh, iya juga, sih. Ya udah, deh. Lo semangat, ya!" seru Devon seraya berlari mencari Brigita.

Ferry menghela napas. Bersabar, tinggal sedikit lagi masa jabatannya. Memijit pelipis yang sedikit pening. Lelaki itu bergegas menuju balairung. Balairung itulah acara inti diadakan. Seminar akbar disertai acara inti dies natalis. Lalu, untuk hari kedua mereka akan membuka untuk umum. Pementasan dari FIB dan dibukanya expo kampus. Sementara, pada hari ketiga adanya puncak acara yang berlangsung di GBK dengan pengisi acara band kampus, solois kampus, dan guest star tentunya. Bangga jika dibayangkan semua berjalan sukses. Ferry akan mempersembahkan yang terbaik di penghujung jabatannya.

Ramai. Itu yang terlihat saat ini. Beberapa lampu sorot tengah dipasang. Namun, bukan itu fokus Ferry. Lelaki itu malah melihat seorang gadis bersama sekumpulan mahasiswa lain tengah berlatih. Ya, mereka adalah ambassador kampus ini. Berasal dari beberapa fakultas menjadi satu. Mereka akan mengisi acara seminar di balairung ini juga.

Ferry menghela napas. Sejauh apa pun lelaki itu akan menghindar, nyatanya takdir tak pernah merestui. Ferry berjalan ke arah salah satu staf  BEM. Ferry berdiri di sebelahnya seraya memeriksa segala persiapan. Kepala ia dongakkan.

"Gimana?" tanya Ferry.

"Aman, Bang. Malam ini kelar. Buat dekornya kita ambil H-1 aja, soalnya takut bunganya layu," jelas Argya, seorang adik tingkat semester 3.

"Oke, semangat, ya!" ujar Ferry seraya menepuk bahu Argya. Lelaki itu hendak berjalan keluar. Kedua mata tak lepas dari kertas di atas papan jalan yang ia bawa. Kertas itulah kunci sukses event ini.

Tak fokus dengan jalan, Ferry hampir saja terjatuh dari tangga. Beruntung ada seseorang yang menariknya dari belakang. Sontak, Ferry menoleh ke belakang.

"Vanys?" gumam Ferry.

"Lo kenapa, sih? Jalan itu lihat-lihat. Kalo lo tadi jatuh gimana? Event ini gimana kalo nggak ada lo?" sembur Vanys dengan isakan. Ia takut Ferry kenapa-kenapa.

"Lo kok nangis? Gue nggak apa-apa kok," balas Ferry dengan nada dingin. Ia tak ingin goyah lagi. Ia sudah memutuskan menghindar. Ia hanya ingin tahu apakah Vanys benar-benar kehilangan dirinya.

"Lo jahat!" seru Vanys. Gadis itu mendorong tubuh Ferry sampai terhuyung ke kanan. Gadis itu bergegas menuruni tangga dengan air mineral di tangan. Berlari sekuat tenaga dengan tangan yang sibuk mengelap air mata.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang