Potret 17 : Merenggut Asa

1K 53 17
                                    

❝Ketika sebuah harapan, hari ini harus terpaksa direnggut oleh realitas kehidupan.❞

🐋🐋🐋

Vanys merenung. Ferry mengatakan jika Mamanya telah menelefon lelaki itu puluhan kali. Ya, Vanys sudah memblokir nomor kedua orang tuanya. Vanys menghela napas. Gadis yang duduk di sofa itu terlihat menyesal. Kepala menunduk kuat. Lagi-lagi, ia merepotkan Ferry. Sementara itu, lelaki yang duduk di sofa dekatnya membuang napas. Ia merasa bersalah.

"Gue nggak marah sama lo. Gue juga nggak maksa lo buat pulang dulu kalo emang lo nggak mau, asal lo nggak kabur lagi," ujar Ferry yang sudah berjongkok di depan Vanys. Lelaki itu meraih tangan Vanys, lalu dielusnya.

Suara isakan terdengar. Ferry semakin kalut. Lelaki itu berdiri seraya menarik Vanys masuk ke dalam pelukannya. Mengelus kepala gadis itu dengan lembut. Mengesampingkan perasaan dan ritme jantung yang menggebu.

"Lo nggak akan kenapa-kenapa kalo lo pulang. Mereka nungguin lo, Van. Emang sulit, tapi gue yakin semua bakal baik-baik aja. Mungkin ada yang namanya mantan istri atau mantan suami, tapi nggak ada sejarahnya ada mantan anak," papar Ferry. Lelaki itu mencoba untuk menenangkan hati Vanys.

Tangisan itu semakin keras. Pelukan pun semakin erat. Tubuh Ferry pun sampai berat rasanya. Lelaki itu mengembuskan napas. Ia memilih duduk di samping Vanys, lalu mengeratkan pelukan mereka. Menutupi wajah gadis tercintanya dengan lengan.

"Gue minta maaf," lirih Vanys. Gadis itu masih belum melepas pelukan.

"Nggak apa-apa," balas Ferry. Vanys mengurai pelukan. Ia menghapus air matanya. Kemudian, mendongak untuk melihat Ferry. Bibirnya ditekuk ke bawah. Ferry terkekeh melihat wajah lucu Vanys.

"Muka gue jelek, ya?" tanya Vanys dengan ekspresi yang sama. Ferry menggeleng.

"Lo lucu. Jadi, gimana?" tanya Ferry to the point. Vanys mengangguk.

"Gue pulang, tapi lo harus nemenin gue. Gue males denger mereka berantem lagi," pinta Vanys. Ferry mengangguk.

"Ya udah, gue mau ganti baju dulu, deh. Nanti sore abis pulang kuliah, gue anterin lo," ucap Ferry. Vanys pun mengangguk.

Ferry bangkit dari sofa. Namun, kaos lelaki itu ditarik oleh Vanys. Ferry menoleh. Vanys memasang raut mupeng-nya.

"Kenapa?" tanya Ferry.

"Nanti lo beliin gue chicken katsu sama teriyaki, ya? Gue pengen. Entar gue ganti deh kalo udah pulang," pinta Vanys. Ferry tersenyum, lalu mengacak rambut gadis itu.

"Nggak usah diganti, biasanya juga gitu," balas Ferry. Vanys hanya bisa menyengir. Ferry meninggalkannya dan pergi ke kamar.

🐋

Vanys izin hari ini. Gadis itu beralasan tak enak badan, padahal bukan itu. Ia butuh waktu sendiri. Berpikir akan apa yang harus ia lakukan. Berpikir keras atas apa yang akan terjadi setelah ini. Ia akan memilih siapa? Ia bingung. Gadis itu mengembuskan napas. Ia butuh refreshing. Ia akan keluar sebentar.

Meraih kardigan, dompet, dan ponsel, lalu keluar dari apartemen. Gadis itu berjalan menuju lift. Sebenarnya ia tak tahu akan pergi ke mana, tetapi sebuah notifikasi dari ponsel, membuat gadis itu tersenyum. Ia akan pergi ke kedai kopi di mana Dirga bekerja. Namun, sebelum itu ia kembali ke apartemen untuk mengambil jaket milik Dirga. Ia sudah mencucinya. Ia akan mengembalikan kepada pemiliknya.

Berlari keluar setelah lift terbuka. Menghentikan taksi yang melewati kawasan apartemen. Dengan girang, gadis itu meminta kepada sopir untuk lebih cepat.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang