Potret 20 : Aku di Sampingmu

1K 51 40
                                    

❝Sejauh apa pun diri itu mencari tempat bersandar paling nyaman. Kucukupkan satu hal, tubuh itu akan benar-benar kembali ke rumahnya.❞

🐋🐋🐋

Selang infus terpasang di punggung tangan lelaki berusia 20 tahun. Warna putih mendominasi ruangan ini. Tirai-tirai yang menutupi jendela dibuka agar udara pagi dapat masuk. Tangan kanannya dibalut gips. Mata itu masih terpejam juga. Kejadian semalam benar-benar terjadi begitu saja.

"Eugh," leguh lelaki itu. Kepala sedikit pusing akibat terbentur semalam. Matanya terbuka, melihat sekeliling.

"Vanys?" Pandangan itu jatuh pada sosok gadis yang terlelap di atas sofa sempit. Hanya dibalut dengan selimut tipis, serta kaki yang ditekuk.

Ferry menyikap selimut. Agak meringis tatkala tangan kanannya tersenggol. Kedua kaki sudah di bawah. Saat ia hendak turun, brankar berdecit. Gadis di sana terbangun. Ferry sudah berdiri, lelaki itu meringis melihat Vanys dengan wajah bangun tidurnya.

"Lo mau ke mana?" tanya Vanys. Gadis itu memakai sandal dan berjalan menghampiri Ferry. Lelaki itu tak tahu akan menjawab apa. Ia beralibi sekenanya.

"Toilet! Kenapa? Lo mau ikut?" sahut Ferry. Vanys bergidik ngeri.

"Ya nggaklah! Ngapain mau ikut lo ke toilet?" balas Vanys.

"Ya bantuin gue, siapa tahu lo mau. Lagian tangan gue lagi nggak bisa diandalin, bisalah turunin ini," goda Ferry seraya menatap ke bawah celana. Ferry yang awalnya tersudut kini malah menyudutkan. Vanys merona.

"Mesum lo!" sungut Vanys. Gadis itu sempat mencubit perut Ferry sebelum lelaki itu melangkah ke toilet. Mungkin akan susah juga, apalagi tangan kiri yang diinfus dan tangan kanan yang patah. Namun, siapa peduli?

🐋

Menyuapi lelaki itu makan adalah tugas Vanys setelah menjaga lelaki itu semalaman. Ya, tadi malam ia bertanya kepada Andini setelah mendengar kabar kecelakaan Ferry yang tersebar di grup sosial media kampus. Tentu gadis itu buru-buru pergi dan menyusul ke rumah sakit. Persetan jika keadaan tubuh yang tak baik. Ini semua tentang Ferry, sahabatnya.

"Kenapa bisa kecelakaan, sih?" tanya Vanys. Gadis itu masih menyuapi Ferry. Lelaki itu malah mengangkat bahunya acuh.

"Terjadi gitu aja. Sebenernya itu gara-gara lo, sih," ujar Ferry lirih.

"Gue? Emang gue kenapa? Gue ngapain lo? Lo mikirin masalah gue, ya? Kalo gitu gue minta maaf karena bikin konsentrasi lo jadi runyam," balas Vanys.

"Gue bakal maafin lo, asalkan lo selalu ada di samping gue sampai tangan gue sembuh. Actually, hari ini gue ada rapat koordinasi karena proposal udah mulai diajuin. Ya, gara-gara lo gue nggak bisa dateng dan rapatnya harus diundur. Jadi, kalau sewaktu-waktu rapat diadain, lo harus bantuin gue," papar Ferry.

"Bantuin? Gimana? Gue 'kan bukan anggota," balas Vanys.

"Ya lo harus bantuin gue. Lo harus nemenin gue atau minimal anter-jemput gue, deh," jelasnya. Vanys mengembuskan napas. Gadis itu menyodorkan kelingkingnya. Ferry tersenyum. Lelaki itu berhasil membuat Vanys terikat dengannya sampai tangan lelaki itu sembuh. Lagipula, memang semua ini benar salah Vanys. Vanys yang tidur bersama Dirga di ruang keluarga.

Ferry membuka mulut. Lelaki itu meminta untuk disuapi lagi. Entahlah, jika makanan itu berasal dari tangan Vanys, sakit tak menjadi masalah baginya untuk mogok makan.

43 Bagian Cerita Vanys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang