Part 15

818 55 0
                                    

Isabella POV

Sepertinya aku sudah berjam-jam menangis di depan kamar Justin karena aku merasakan sakit kepala hebat menyerang kepalaku saat aku bangkit dari lantai. Aku menghapus sisa-sisa air mata di pipiku. Astaga, kenapa aku jadi cengeng begini?. Biasanya aku tidak terlalu mempedulikan apa yang orang lain bilang tentangku. Tapi kenapa kata-kata Justin terasa sangat menyakitkan?.

Aku mendesah lalu turun ke bawah. Ibuku dan Pattie masih di ruang tamu, mengobrol sambil sesekali tertawa. Sepertinya mereka sudah tidak mempermasalahkan Justin. Aku masuk ke dalam ruang tamu dan duduk di samping ibuku.

"kau tidak apa-apa, Bella? Kau tampak pucat," tanya Pattie.

Aku menggeleng dan tersenyum padanya. "aku baik-baik saja. Mungkin hanya terlalu lelah. Kau tahu, sekolah," jawabku.

"baiklah, kalau begitu sebaiknya kita pulang, Bella. Aku akan menelponmu lagi nanti Pattie," kata ibuku dan bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah bersama Pattie ke pintu depan.

Aku mengikuti di belakang mereka.

"baiklah. Maaf sudah merepotkan kalian. Terima kasih banyak," Pattie memeluk ibuku lalu aku.

Aku dan ibuku tersenyum lalu pamit dan pergi dari rumahnya. Aku sempat melirik ke arah jendela Justin dan aku melihat Justin mengintip dari balik tirainya masih dengan tatapan yang sama. Kebencian.

***

Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah dengan perasaan yang baik. Aku tidak bilang apa-apa pada ibuku tentang kejadian di rumah Justin dan sepertinya Justin juga tidak bilang ibunya.

Aku sedang melangkah melewati lapangan parkir saat aku melihat Taylor keluar dari mobilnya. Apa dia masih marah padaku? Aku mengangkat bahu lalu melangkah menghampirinya.

"hey Taylor," sapaku seceria mungkin.

Taylor berbalik dan langsung tersenyum lebar. "hey there, beautiful. Selamat pagi, Bella," balasnya.

Aku terkekeh lalu bersamanya menuju gedung sekolah. "Tay, aku minta maaf," kataku.

Taylor mengerutkan kenignya. "apa? Minta maaf untuk apa?"

"soal kemarin. Di rumahku. Kau ingat?"

Taylor tersenyum dan merangkulku. "tidak Bella. Harusnya aku yang minta maaf. Tidak seharusnya aku membentakmu dan pergi begitu saja. Jadi, aku minta maaf," katanya.

Aku mengangguk dan membalas senyumannya. Sebenarnya aku masih mau protes, tapi kutahan daripada akhirnya kami harus berargumentasi tentang siapa yang seharusnya meminta maaf dan akhirnya merusak pagi kami.

Aku dan Taylor berpisah karena aku harus ke lokerku sementara dia pergi ke lokernya. Aku membuka lokerku, mengambil buku-buku aljabar dan bahasa Jerman untuk periode pertama dan kedua, lalu menutupnya kembali.

Saat berbalik aku tidak sengaja berpapasan dengan Justin. Dia masih memandangiku dengan kebencian yang dalam. "bitch," bisiknya saat melewatiku.

Aku merasakan lapisan air bening muncul di mataku. Aku menarik napas dalam-dalam mengenyahkan rasa sakit yang menusuk-nusuk jantungku karena perkataan Justin tadi. Walaupun hanya satu kata, sudah cukup membuatku ingin meraung-raung.

"hey Bella!" Taylor mengagetkanku. Dia mengerutkan kening saat melihatku menarik napas dan menghembuskannya dengan tampang tersiksa berkali-kali seperti orang sinting yang mengidap asma akut. "kau kenapa?" tanyanya.

Aku tersenyum. "hanya menghirup udara pagi. Udara pagi bagus untuk pertumbuhan tulang," jawabku asal.

Kerutan di kening Taylor makin dalam. "aku tidak pernah dengar."

"memang tidak ada yang pernah bilang begitu," kataku dan melangkah meninggalkannya sambil tertawa.

Taylor mengejarku sambil ikut tertawa lalu mengacak-acak rambutku. "kau ini."

Aku masuk ke kelas aljabar dan meletakkan buku-buku di meja biasa aku duduk dan Taylor di samping kiriku.

"pagi Ally. Kau datang cukup pagi, sepertinya," sapaku saat melihat Allyson sudah duduk di bangkunya di samping kananku.

"ya. Tetapi pagiku harus rusak karena seseorang," jawabnya sambil memutar bola mata.

Aku mengerutkan kening padanya. Apa maksudnya?.

"Taylor!" suara nyaring seseorang datang dari bangku tepat di belakang kami.

Aku menoleh dan melihat Kate ―dan tanpa bisa kutahan memutar bola mataku― lalu langsung berbalik. Aku mengerti maksud Ally sekarang. Anak ini bahkan juga mulai merusak pagiku.

Taylor hanya tersenyum sekilas pada Kate lalu duduk di sampingku. Tiba-tiba, Kate sudah ada di sampingnya, duduk di atas mejanya.

"selamat pagi, Taylor. Semoga pagimu tidak buruk karena sudah bertemu Bella pagi-pagi sekali," sapanya dengan suara melengking yang membuatku ingin membalik meja yang di dudukinya.

"well, sebenarnya, pagiku jadi menyenangkan karena Bella," jawab Taylor dan tersenyum padaku.

Aku membalas senyumnya lalu Kate memutar bola matanya.

"kau tahu? Aku duduk di belakangmu hari ini," kata Kate lagi.

Taylor hanya mengangguk singkat tanpa menoleh padanya. "Bella, hari ini aku akan mengantarmu, Ana dan Haylie pulang lagi, oke? Kau mau ikut Ally?" tanyanya pada Allyson.

Ally menggeleng. "aku bawa mobil," jawabnya.

"kau mengantar Bella pulang?" tanya Kate tidak percaya.

Taylor akhirnya menatapnya. "iya," jawabnya singkat.

"tapi bagaimana bisa kau mengantar makhluk menggelikan itu pulang?" lanjut Kate menunjukku.

Aku mencibir dan Taylor mendelik padanya. "serisously, Kate? Apa masalahmu? Dan siapa yang kau panggil menggelikan? Dirimu?" kata Taylor.

Wajah Kate merah padam menahan amarah lalu dia langsung duduk di bangkunya dan menyilangkan tangannya di depan dadanya.

Saat itulah Justin masuk ke dalam kelas aljabar. Aku bisa melihat rasa sakit di matanya saat dia menyadari Kate duduk di belakang Taylor, bukan dengannya. Dan ―aku tahu ini bodoh― aku merasa kasihan padanya.

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang