Part 28

834 57 0
                                    

#Isabella P.O.V#

Aku terbangun tengah malam karena sakit kepala yang menyerangku. Aku mengerang dan melirik jam digital yang menyala dalam gelap di samping tempat tidurku. Jam setengah dua belas. Aku kembali mengerang dan melangkah tersaruk-saruk ke kamar mandi.

Aku melihat pantulanku di cermin. Mataku merah dan sedikit bengkak sementara rambutku acak-acakan dan aku masih mengenakan baju yang kupakai ke sekolah hari ini. Aku mendesah lalu mencuci wajahku dan menggosok gigi sebelum akhirnya mengganti bajuku menjadi celana pendek dan kaus polos. Aku kembali bercermin. Sepertinya bengkaknya akan mengecil saat pagi. Aku mendesah lalu kembali ke tempat tidurku.

Aku membola-balikan badanku di atas kasurku. Aku tidak bisa sepenuhnya terlelap. Mungkin aku memejamkan mataku. Tapi pikiranku tidak mau beristirahat dan kembali mengulang kejadian tadi sore. Saat Justin menatapku dengan penuh kepedihan di matanya. Bagaimana tubuhnya bergetar karena menangis sendirian di dalam mobilnya.

Tanpa terasa satu tetes air mata mengalir turun ke pipiku. Aku mengelapnya dengan jariku lalu memaksa diriku untuk tertidur. Memblokir semua ingatanku tentang Justin dan semua kejadian sore ini.

***

"Honey, sudah pagi." Ibuku mengguncang-guncang tubuhku pelan.

Aku mengerang dan perlahan membuka mataku dan melihat ibuku berdiri di hadapanku, sudah rapih dan sepertinya siap untuk pergi bekerja.

Aku langsung bangkit berdiri dan terhuyung dengan gerakan tiba-tiba itu. Ibuku memegangi sikuku lembut dan aku nyengir padanya.

Lalu kepanikan kembali memenuhiku melihat bahwa ibuku sudah rapih. "jam berapa sekarang? Oh tidak, mom aku terlambat!" panikku.

Ibuku terkekeh. "tenang saja, sayang. Sekarang masih jam enam."

"apa? Tapi mom sudah siap? Kupikir sekarang sudah jam setengah delapan," kataku sambil mengerutkan keningku.

Ibuku mengangkat bahu. "mom berangkat lebih pagi hari ini. Mom akan langsung pergi dan pulang lebih awal. See you, Bels." Dia mengecup keningku lalu melangkah keluar dari kamarku.

Aku mendesah dan kembali berbaring di kasur. Lagi-lagi otak tololku memutar kejadian kemarin sore tanpa kuperintah. Aku menggeleng kuat-kuat lalu berdiri. Sebaiknya aku menyibukkan diri agar pikiranku tidak berkelana kemana-mana.

Aku meraih ponselku dan melihat ada dua pesan masuk. Yang pertama dari Taylor. Baru dikirim beberapa menit yang lalu.

"aku akan menjemputmu pukul 7.30 ;)" tulisnya.

Aku membuka pesan satu lagi. Dari Justin. Dikirim tadi malam pukul sembilan.

"gnight, Izzy :)"

Aku tersentak membaca pesan Justin. Izzy. Dia masih ingat nama itu?. Itu adalah nama yang Justin berikan padaku saat kami masih di taman kanak-kanak. Aku memanggilnya Jay dan dia memanggilku Izzy. Dia jadi memanggilku Bella karena teman-teman di sekolah dasar memanggilku begitu.

Lapisan air mulai terbentuk di mataku dan aku membiarkannya meluncur turun ke pipiku. Kenapa? Kenapa Justin kembali menguak kenangan-kenangan kami sekarang?. Dan aku sangat, sangat merindukannya sekarang. Lebih dari sebelumnya.

#Justin P.O.V#

Aku terbangun dengan suara alarm dari ponselku yang berdering nyaring nyaris membuatku tuli. Aku mengerang sambil meraih ponselku dan mematikan alarmnya. Aku duduk di kasur dan melihat jam di ponselku. Setengah tujuh. Aku mengecek ponselku. Tidak ada pesan baru. Aku ingat mengirim pesan pada Bella tadi malam. Aku memanggilnya Izzy. Kembali memanggilnya Izzy.

Aku tersenyum miris mengingat memori masa kecilku bersam Bella. Aku yang berumur empat tahun mengejar-ngerjar Izzy kecil yang rambutnya di kuncir dua. Izzy kecil tertawa-tawa sambil menyebut namaku. Jay.

Aku mendongak dan nyaris terkena serangan jantung melihat ibuku berdiri di ambang pintu kamarku, tersenyum.

Aku memegang dadaku dan melotot pada ibuku. "mom nyaris membuatku mati mendadak," gerutuku.

Ibuku masuk dan duduk di sampingku. "kau tidak apa-apa?" tanyanya. Kekhawatiran tergambar jelas di sorot matanya.

Aku mengerutkan kening. "aku baik. Mengapa mom bertanya?"

Ibuku mendesah. "kau pulang menangis hebat. Lalu langsung masuk ke kamarmu dan tidak keluar lagi. Justin, sebenarnya ada apa?"

Aku mendesah. Benar. Aku tidak bisa berhenti menangis kemarin sore. Rasanya semua air mataku keluar di saat itu. Aku juga tidak tahu mengapa aku begitu sedih. Bella bahkan tidak bilang dia tidak akan memaafkanku.

Aku menceritakan percakapanku dengan Bella di kedai es krim kemarin pada ibuku. Aku tidak menangis sekarang, walaupun suaraku parau. Sepertinya air mataku sudah tidak dapat keluar. Atau aku hanya mencoba tegar?. Entahlah.

Ibuku mendengarkan ceritaku tanpa interupsi. Dia hanya mengangguk dan menatapku penuh iba sambil mengelus punggungku.

Di ujung cerita, aku kembali meneteskan air mata dan ibuku mearikku ke dalam pelukannya.

"its okay, Justin―"

"no, mom, its not okay. Aku kehilangan sahabatku dan dia bahkan membenciku. Semua karena tindakan tololku yang tidak mempercayainya," potongku.

"sebaiknya kau tidak masuk sekolah hari ini. Kau sangat kacau, sayang," kata ibuku.

Aku hanya bisa mengangguk dalam pelukannya. Terlalu lemah untuk mengatakan apapun.

"Justin, kau tidak akan mendapat perhatian Bella jika kau bersedih. Kau harus ceria. Dia menyukai Justin yang ceria. Bukan Justin cengeng yang melodramatis," kata ibuku setelah aku cukup tenang.

Aku memutar bola mataku padanya lalu tersenyum. Ibuku benar. Air mata tidak akan membuat Bella memaafkanku.

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang