Part 24

908 54 0
                                    

Justin POV

yes! Aku duduk bersama Bella dan teman-temannya siang ini. Well, aku juga sudah bicara dengan Anabelle dan Haylie dan mereka bilang mereka akan membantuku. Aku juga sempat mengobrol dengan Taylor di lokernya karena kebetulan lokernya dan lokerku berdekatan. Tapi aku tidak meminta bantuannya sih. Hanya mengobrol biasa agar aku bisa ada di sekitrnya tanpa merasa canggung.

Itulah sebabnya semua orang di meja Bella tampak menerimaku dengan senang hati. Dan aku berani bertaruh pasti Bella kesal dengan teman-temannya karena membiarkanku duduk bersama.

Ponsel Taylor berdering dan dia mengangkatnya. Beberapa menit kemudian dia menutupnya dan memasukkannya kembali ke saku celana jinsnya.

"aku harus pergi, teman-teman. Ibuku baru pulang dari luar kota dan memintaku menjemputnya di bandara. Jadi aku mungkin tidak akan kembali ke sekolah. Kau tidak apa-apa pulang sendiri Bella?" katanya.

Bella tersenyum padanya. "aku baik, Taylor. Jarak dari sekolah ke rumahku dekat dan ada Ana dan Haylie. Sebaiknya kau jemput ibumu," jawabnya.

Taylor mengangguk lalu setelah sedikit basa-basi lagi, dia pergi. Aku tersenyum dalam hati. Tidak ada Taylor. Berarti rencanaku membuat Bella jengkel bisa dilakukan tanpa ada penghalang.

Bella hanya menunduk dan memperhatikan kotak jusnya sementara aku mengobrol dengan teman-temannya. Dia terlihat lebih dari kesal.

Aku menendang kakinya pelan dan dia terlonjak kaget lalu menatapku. Aku nyengir padanya dan dia memutar bola matanya sebelum membuang muka. Dia kembali sibuk pada kotak jusnya.

Aku menendang kakinya lagi dan dia tidak merespon. Aku menendang lagi. Tetap tidak ada respon. Kali ini aku menendang sedikit lebih keras sehingga dia kembali terlonjak dan menatapku marah.

"apa masalahmu, Justin?! Jangan ganggu aku," singitnya.

Aku terkekeh. "kau sedang datang bulan, ya? Kau marah-marah terus," jawabku.

Bella mendengus dan aku tertawa. Dia menarik satu batang kentang goreng dari nampannya dan aku juga melakukan hal yang sama―dari nampannya juga― lalu Bella kembali menatapku jengkel.

"jangan ganggu makananku. Kau punya milikmu!"

"well, aku tidak mengambil kentang goreng. Kita biasa berbagi kentang kan, Bella?" tanyaku mengingatkannya kejadian di SD dulu saat kami selalu berbagi kentang goreng bersama.

Bella tampaknya mengingatnya. Dia termenung sebentar lalu kembali mendengus dan bangkit dari meja lalu keluar dari kafetaria.

Aku tertawa dan yang lain menggeleng-gelengkan kepala mereka.

"aku harus jujur Justin. Kau benar-benar menyebalkan. Kalau aku jadi Bella, aku pasti sudah melemparmu dengan nampanku," celoteh Chaz.

Aku terkekeh lalu bangkit. "aku pergi dulu, teman-teman. Sampai ketemu nanti," dan melangkah keluar dari kafetaria.

#Isabella P.O.V#

Ergh aku benar-benar kesal hari ini!. Justin... Ya Tuhan kenapa dia bisa begitu menyebalkan?. Apa yang dia lakukan di kafetaria tadi membuatku ingin mencekiknya saat itu juga. Jika saja tidak banyak saksi mata tadi, akan kucekik dia sampai mati dan mengubur mayatnya di halaman belakang sekolah. Anak itu benar-benar.

Aku sedang duduk di kelas pemerintahan. Aku sudah ada di sini sebelum bel berbunyi karena aku keluar dari kafetaria lebih dulu. Aku sedang membalik-balik halaman bukuku―walaupun aku tak mengerti apa yang tertulis di dalamnya― saat seseorang duduk di sampingku.

Aku mendongak dan melihat Justin tersenyum lebar menghadapku. Aku memutar bola mataku dan mengalihkan pandangan. Apa maunya anak ini?.

"hai Bella, bagaimana kabarmu?" tanyanya ceria.

Aku menatapnya aneh. Dia baru saja bertemu denganku sepuluh menit yang lalu dan dia menanyakan kabarku? Selanjutnya apa? Alamat rumahku?.

Aku tidak menjawabnya dan kembali membaca buku di hadapanku.

Justin menutup bukuku. "Bella, aku bicara padamu," katanya riang.

Aku menatapnya dengan geram. "apa maumu, Justin? Mengapa kau terus menggangguku?!".

Dia mengangkat bahu. "aku kan sudah bilang padamu aku tidak akan menyerah sampai kau memaafkanku. Jadi bagaimana kalau kau memaafkanku dan kita kembali menjadi sahabat seperti dulu?" dia menaik-naikan alisnya padaku.

Aku mendengus dan membuang muka. "harapmu," gumamku.

***

"apa?! Tidak. Tidak, tidak, TIDAK. Aku tidak akan pulang dengannya. Ayolah, kenapa kalian jadi begini?" jeritku saat Ana dan Haylie bilang kami akan pulang bersama Justin.

"Bella, ayolah, lebih baik diantar Justin dengan mobil daripada berjalan kaki, kan?" kata Ana.

"lebih baik aku merangkak ke rumah dari pada pulang bersamanya," gerutuku dan melangkah keluar dari sekolah.

Aku melangkah melewati lapangan parkir dan melihat Justin berdiri di samping mobilnya dan melambai ke arahku.

Aku berbelok ke arah lain dan tiba-tiba dia mengejarku. Dia berdiri di sampingku.

"aku antar kau pulang hari ini," katanya tersenyum.

"tidak usah," balasku ketus.

"tidak apa. Aku akan mengantarmu pulang," ujarnya memberi penakanan pada kata 'akan'.

"apa yang mau kau lakukan? Menyeretku ke mobilmu dan mengunciku di sana?" sinisku.

Dia tampak berpikir sebentar. "ide bagus," katanya.

Aku baru mau menjawabnya saat dia menarik tasku, membuatku berjalan ke belakang menuju mobilnya. Aku menjerit-jerit berusaha membuatnya melepaskanku sekaligus berusaha agar tidak jatuh tetapi dia terlalu kuat. Apa dia sudah gila?!

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang