Justin POV
Kecaman rasa sakit menyerangku seperti cambukan di sekujur punggungku. Mendengar Bella mengatakan itu semua. Tahun-tahun kekejamanku pada dirinya. Aku tidak menyangka bahwa aku melukainya begitu dalam.
Dan caranya memberitahuku benar-benar membuatku menjadi orang paling jahat dan tidak berperasaan. Tapi dia benar. Aku mempercayai semua kata-kata Kate dibandingkan persahabatanku dengan Bella. Dan itu menghancurkan semuanya.
Aku menatap Bella nanar. Berharap tatapanku bisa menunjukkan pada Bella betapa menyesalnya aku.
"aku memang tidak bermaksud melakukannya, Bella. Aku masih Justin. Aku masih anak laki-laki yang menemanimu di setiap malam saat kau tidak bisa tidur. Aku masih Justin yang mendekapmu saat kau menangis ketakutan saat petir menyambar di malam-malam penuh badai. Aku masih anak itu," bisikku. Aku tidak bisa mencegah suaraku agar tidak bergetar. Aku merasa ingin menangis sekarang. Menyadari Bella mungkin saja tidak akan memaafkanku. Bahwa kami tidak akan bisa menjadi seakrab dulu.
Bella menarik napas dalam-dalam. "tapi semua sudah terlambat, Justin. Kita... Aku... Aku terlalu terluka untuk melihatmu sebagai Justin yang dulu. Justinku," jawabnya.
Lagi-lagi, kepedihan menyerangku dengan kekuatan yang luar biasa hebat. Aku merasakan dadaku sesak dengan rasa sakit yang amat. "kalau begitu aku akan jadi Justin yang baru untukmu. Bagaimana jika aku menyukaimu?" tanyaku lagi.
Ya. Aku mungkin memang menyukainya. Aku selalu menyukainya. Sejak kami bahkan masih di taman kanak-kanak. Hal itu yang menyebabkan aku tidak bisa jauh darinya sepanjang tahun kami sebagai anak kecil. Karna aku memang menyukainya. Hanya saja Kate membuatku melupakan semuanya. Dia membuatku membenci Bella. Dan aku mengutuknya ke pusat neraka paling dalam karena itu.
Bella tersentak dan diam untuk beberapa detik sebelum mendesah. "aku... Ada orang lain..."lirihnya.
Aku mengerjap. "siapa?" bisikku.
Bella tampak menelan ludah sebelum mengatakan: "Taylor."
#Isabella P.O.V#
"Taylor," kataku pelan.
Justin menatapku dengan ekspresi sangat terluka. Dan hatiku memerintahkanku untuk menarik kata-kataku barusan. Menyuruhku memberitahu Justin bahwa dialah yang aku sukai. Aku cintai.
Justin tersenyum. "baiklah. Sebaiknya kita pulang. Hari mulai gelap," katanya bangkit dan langsung melangkah keluar dari kedai.
Aku mengikutinya keluar dan dia berdiri di sisi penumpang membukakan pintu untukku. Aku masuk tanpa mengatakan apa-apa. Perjalanan pulang pun begitu. Semua tingkah Justin yang menjengkelkanku seharian lenyap dan dia hanya menatap lurus ke jalan di hadapannya tanpa sekalipun melirik padaku.
Dan aku semakin tersiksa karenanya. Aku memang menyukai Taylor. Tapi aku mencintai Justin. Dan ini semua memang sangat membingungkan. Kehadiran dan perhatian Taylor saat Justin tidak ada di sampingku berhasil mengambil sebagian perasaanku pada Justin.
Kami sampai di depan rumahku dan Justin menghentikan mobilnya.
"sepertinya ibumu sudah menunggumu. Maafkan aku sudah menculikmu ke kedai es krim hari ini, Bella," katanya tanpa menatapku.
Aku mengangguk dan aku yakin Justin tahu itu.
"Justin, aku..."
Justin mendongak dan air mata di pelupuk matanya berkilau tertimpa cahaya matahari sore. Aku menelan ludah yang terasa pahit karena rasa bersalah. Aku menunduk lalu meraih gangang pintu dan langsung melangkah keluar. Aku berjalan ke arah pintu rumahku dan melirik Justin sekilas sebelum masuk ke dalam. Dia tertunduk. Kepalanya tersender pada roda kemudi dan punggungnya bergetar.
Aku masuk dan langsung masuk ke kamarku. Aku membanting tubuhku di atas kasur dan dengan pelan terisak di bantalku. Aku menyakiti hatinya. Aku menyakiti hati Justin. Ini sejujurnya membunuhku melihat tatapan penuh lukanya. Tetapi aku terlalu kejam untuk mengakui bahwa aku memang menyukainya. Mencintainya mungkin. Aku terlalu pendendam untuk memberitahunya.
#Justin P.O.V#
Hatiku remuk dan hancur menjadi jutaan partikel begitu mendengar nama Taylor yang diucapkan Bella. Aku sejujurnya tahu. Bahwa Taylor pasti memiliki tempat khusus di hati Bella. Dan aku tidak pernah berpikir akan begini menyakitkan saat itu benar-benar terjadi.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Bella aku hanya diam. Takut jika aku membuka mulut aku malah akan terisak dan memohon pada Bella agar dia memaafkanku. Aku hanya menatap lurus ke jalan tanpa melihat Bella sampai kami sampai di rumahnya.
"sepertinya ibumu sudah menunggumu. Maafkan aku sudah menculikmu ke kedai es krim hari ini, Bella,"
Dari sudut mataku aku melihat Bella mengangguk. "Justin, aku...". Bella tidak melanjutkan kalimatnya melainkan langsung keluar dari mobilku.
Aku meletakkan kepalaku di roda kemudi dan tanpa bisa kutahan, menangis di sana. Well, sebenarnya Bella tidak bilang dia tidak memaafkanku, tapi tetap saja. Apa yang dia katakan masuk ke dalam hatiku dan menyayat-nyayatnya bagai silet.
Ini terlalu sakit. Mengapa ini harus sesakit ini?.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Obstacles
FanfictionIsabella Parker and Justin Bieber were supposed to be best friends. Tetapi persahabatan retak ketika perasaan cinta mulai tumbuh tanpa bisa dikendalikan. ◦Isabella Jane Parker as Lucy Hale ◦Justin Bieber as Himself