Part 32

837 55 1
                                    

Isabella POV

Hari ini hari Jumat. Dan Justin, masih tetap mendiamkanku sampai detik ini. Dia sepertinya mengetahui rencana kencanku malam ini dengan Taylor. Dan ―sepertinya― karena itu dia menatapku saja tidak mau.

Jadi dia kembali seperti semula? Well, walaupun alasannya berbeda. Tapi kan dia tidak bisa mendiamkanku karena aku jalan dengan Taylor. Aku terima-terima saja saat dia mendekati Kate dulu dan bahkan AKU yang didiamkan.

Aku mendesah. Rasanya aku tidak terlalu bersemangat untuk acara malam ini. Tapi aku tidak ingin melukai hati Taylor dengan membatalkan acara makan malam kami.

Aku mengambil buku-buku dari lokerku dan melangkah bersama Taylor menuju periode pertama, Aljabar. Membiarkannya menggandeng tanganku lembut.

Aku duduk di samping Allyson yang―lagi-lagi― datang begitu pagi dan sedang membolak-balik buku pelajaran di hadapannya.

Dia mendongak dan tersenyum saat melihatku dan Taylor memasuki kelas. "hey Bella, hey Taylor. Selamat pagi," sapanya.

Aku tersenyum dan menghempaskan diri di bangkuku. "hey Ally. Siap-siap ulangan susulan, eh?" tanyaku.

Dia mengangguk lalu kembali menekuni bukunya.

Aku mengeluarkan ponselku, memasang earphonenya dan langsung menyalakan pemutar musik dengan volume cukup keras. Masih ada waktu sepuluh menit lagi sebelum bel masuk berdering dan aku harus mencerahkan perasaanku.

Tiba-tiba Justin ―dengan wajah muram dan hanya menunduk― masuk ke dalam kelas tepat dua menit sebelum bel masuk. Wah dia benar-benar kesal padaku sepertinya. Dia bahkan tidak melirikku. Tidak sama sekali.

Makan siang berjalan sedikit buruk. Justin duduk sejauh mungkin dariku dan Taylor dan dia bahkan tidak pernah bicara padaku. Dia tetap mengobrol dengan Taylor, tapi tidak denganku. Ini tidak adil! Kenapa hanya aku yang didiamkan? Well, mungkin karna hanya aku yang tahu bahwa dia sejujurnya menyukaiku dan kedekatanku dengan Taylor menyakiti hatinya.

Sial, lagi-lagi aku merasakan nyeri di dadaku karena memikirkan aku mungkin telah melukai Justin. Aku hanya cemberut sambil mengaduk-aduk makan siangku.

"kudengar kalian akan kencan malam ini, Bella, Taylor?" tanya Ryan.

Aku membeku dan dapat kulihat Justin mengejang di tempat duduknya untuk sesaat lalu dia pura-pura menyendok makanannya. Aku tahu dia menahan emosi. Rahangnya kaku dan dia mengaduk-aduk makanannya secara semena-mena dan berlebihan. Tatapannya tajam seakan menembus makan siang malangnya itu.

Taylor tersenyum dan merangkul bahuku dari samping. "benar sekali. Makan malam atau semacam itulah. Kau tidak bisa ikut Chaz. Hanya aku dan gadis di sampingku ini," kata Taylor saat Chaz baru membuka mulutnya.

"dimana kalian akan makan malam Bella?" tanya Ana.

Aku cemberut. "aku saja tidak tahu. Dia tidak mau memberitahuku," kataku menunjuk Taylor.

Matakaku melirik ke arah Justin setiap beberapa detik. Dan dia bahkan ikut dalam percakapan ini.

Well, dia tidak mau menatapku tentu saja. Tetapi matanya terlalu marah untuk tertarik pada diskusi ini.

"tentu saja Bella tidak boleh tahu. Ini kejutan," sergah Taylor menggeleng-gelengkan kepala.

Aku mendengus dan melipat tanganku di dada.

***

Kelas Pemerintahan bakan lebih buruk lagi. Aku tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran karena memikirkan kencanku dengan Taylor nanti malam dan Justin yang masih mendiamkanku.

Aku dua kali ditegur Mrs. Vanner karena ketahuan melamun dan berkali-kali melamun tanpa ketahuan olehnya. Aku tidak bisa menyerap informasi di buku Pemerintahanku padahal aku baru membacanya lima detik yang lalu.

Aku beberapa kali ketahuan Justin menatapnya dan dia hanya langsung membuang muka setelah memergokiku. Aku benar-benar kacau hari ini. Aku mendesah lega keras-keras―yang langsung dapat pelototan dari Mrs. Vanner― saat bel pulang sekolah berdering nyaring.

Aku melihat Taylor di ambang pintu kelas Pemerintahanku dan aku langsung menghampirinya.

"Bella, kau bisa pulang sendiri hari ini? Aku minta maaf tapi aku harus pergi mengecek tempat kencan kita nanti. Kau akan baik-baik saja, kan?" tanyanya penuh rasa bersalah.

Aku tersenyum lalu mengangguk sambil menepuk-nepuk bahunya. "aku bisa pulang sendiri, Taylor. Jangan khawatir," jawabku.

Taylor tersenyum lalu memelukku singkat dan langsung berlari keluar. "Kujemput jam 7, Bels!" teriaknya sambil berlari.

Aku mengangguk dan melambai sebelum berbalik dan melangkah menuju lokerku.

Aku mengembalikan buku-buku pelajaranku lalu mengunci lokerku dan memasukkan kuncinya ke dalam tasku. Sekolah sudah sepi. Aku mampir ke ruang guru untuk meminta maaf pada Mrs. Vanner karena melamun di kelasnya, jadi semua orang pasti sudah pulang.

Aku melangkah santai melewati loker-loker berwarna biru cerah ini sampai aku merasakan ada gerakan di belakangku.

Aku tentu saja langsung berbalik. Tak ada siapapun selain koridor yang kosong dan deretan-deretan loker yang merapat pada dinding.

"hello? Ada orang di sana?" panggilku.

Tidak ada jawaban.

Akumengangkat bahu dan kembali melanjutkan langkahku. Detik berikutnya aku kembali mendengar gerakan. Aku berbalik lagi. Aku mulai khawatir. Jantungku berpacu dan nafasku mulai memburu.

Aku kembali melangkah dan sekarang mempercepat langkahku. Aku baru mau berbalik untuk memastikan ada orang di belakang saat dua tangan besar dan kuat menarikku ke tikungan terdekat lalu memokokkanku ke salah satu loker biru cerah.

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang