Part 22

819 56 0
                                    

Justin POV

Aku berencana kembali ke rumah Bella lagi sore ini. Aku tahu Bella pasti lebih dari benci padaku sekarang. Tapi, aku akan membuatnya memaafkanku. Dan aku tidak akan menyerah sampai dia tidak membenciku lagi.

Setelah mengantar Chaz dan Ryan ke rumah mereka masing-masing, aku langsung menjalankan mobilku ke arah rumah Bella. Well, aku mampir sebentar di rumah Chaz tadi. Membahas masalahku dan Bella. Aku memberitahu mereka bahwa aku akan minta maaf pada Bella dan mereka mau membantuku.

Aku menghentikan mobilku di depan rumah bergaya mediteran yang sudah kukenal nyaris seumur hidupku dan langsung keluar lalu mengetuk pintu dari kayu jati di hadapanku.

Aku menunggu beberapa menit lalu pintu terbuka dan berdiri Jane sedang memakai apron dan memegang spatula, tersenyum begitu melihatku.

"hai Justin! Masuklah," ajaknya.

Aku tersenyum lalu mengikutinya ke dalam.

"well, aku sedang memasak makan malam. Kau mau tinggal untuk makan malam, Justin?" tanya Jane.

Aku tersenyum. "entahlah. Kurasa Bella justru akan melemparkan piringnya padaku jika aku tinggal," jawabku.

Jane tertawa lalu kembali ke dapur. Aku mengikutinya.

"Apa Bella ada di rumah?" tanyaku.

Jane mengangguk. "baru pulang. Dia mampir ke kedai es krim dengan Taylor tadi," jawabnya.

"kedai es krim?" aku mengerutkan keningku. Bella selalu ke kedai es krim denganku. Well, setidaknya ada aku.

"Jane, aku tahu Bella membenciku sekarang," kataku, Jane menatapku sendu, "dan aku ingin minta maaf padanya. Apa kau bisa membantuku?" tanyaku.

Jane menatapku bingung. "akan kulakukan apapun untuk membantumu, Justin. Tapi, bagaimana?" tanyanya.

Aku mengangkat bahu dan mendesah. "aku tidak punya ide. Kau ada?"

"hmm, kurasa kau hanya perlu membuatnya memaafkanmu. Seperti, melakukan hal-hal yang pernah kau lakukan padanya yang membuatnya jengkel," ide Jane.

Aku mengerutkan kening. "yang benar saja? Bisa-bisa dia langsung mencekikku."

Jane tersenyum. "tidak, dia tidak akan. Walaupun dia membencimu, jauh di hatinya kau masih sahabatnya. Kau masih Justin yang menangis bersamanya saat masih kecil dulu dan masih Justin yang membimbingnya saat kalian tersesat di perkemahan musim panas delapan tahun yang lalu," kata Jane.

Aku menunduk. Dia mungkin benar. Kalau begitu, aku akan mengikuti Bella kemanapun dia pergi hingga dia jengkel dan mau tidak mau memaafkanku. Aku tersenyum terhadap ide yang baru saja kudapat.

"Baiklah. Apa dia ada di kamarnya?" tanyaku menyeringai dan menaik-naikan alisku.

Jane tertawa. Aku ikut tertawa lalu langsung naik ke lantai dua. Ke kamar Bella. Jangan tanya apa aku tahu kamarnya, karena aku sudah menghapalnya di luar kepala.

Aku mengetuk pintu berwarna putih dengan gantungan berisi fotoku dan Bella saat kami berumur tiga tahun. Aku mendesah aku benar-benar sudah menghancurkan persahabatanku dengan Bella.

"masuklah," jawab Bella dari dalam.

Aku menghela nafas sebelum membuka pintu dan melangkah masuk.

#Isabella P.O.V#

Aku kaget setengah mati melihat Justin masuk ke dalam kamarku dengan tampang santai. Aku langsung terduduk di kasurku.

"apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku sinis.

Justin diam untuk sesaat lalu tersenyum dan melangkah mendekatiku dan duduk di kasur bersamaku. Dia gila atau apa? Memangnya dia tidak tahu aku tidak ingin dia ada di sini?.

"hanya mengunjungi sahabatku," jawabnya nyengir.

Aku menatapnya sesinis mungkin. "siapa? Aku bukan," kataku.

Luka tergambar jelas di matanya. "look, Bella, aku tahu kau marah padaku sekarang. Dan aku sangat, sangat minta maaf," katanya.

Aku mendengus.

"Bella, kau tidak bisa terus-terusan marah padaku, kan?" lanjutnya.

"aku bisa saja. Kau mendiamkanku selama tiga tahun. Kenapa aku tidak bisa?"

luka semakin terlihat jelas dalam matanya. Ergh, kenapa dia harus melakukan ini padaku? Aku tidak enak melihatnya begini.

Dia menunduk. "aku tahu. Dan aku juga minta maaf untuk itu. Aku memang kelewat tolol langsung mempercayai omongan Kate. Dan dia ternyata melakukan itu karena ingin menghancurkan persahabatan kita," katanya.

"well, kau memang menghancurkannya," jawabku.

Dia mendesah. "aku tahu. Dan aku tidak mau ini menjadi semakin buruk-"

"kau tahu, Justin? Persahabatan kita sudah benar-benar hancur. Dan aku rasa tidak ada yang bisa kau lakukan untuk memperbaikinya."

Justin kembali menunduk. "aku dengar, kau menyukaiku. Sejak kapan?" tanyanya.

Aku tersentak. Dia... tahu dari mana?. Aku tertawa sinis. "siapa yang bilang? Kenapa? Kau mau mengambil keuntungan jika aku memang menyukaimu? Sayangnya, aku tidak," kataku.

Justin menatapku nanar dan aku merasakan rasa sakit di dadaku melihatnya seperti ini.

"tapi, setidaknya kita bisa kembali seperti dulu," kata Justin.

"tidak kita tidak bisa. Kau mengacaukan semuanya dan aku benar-benar membencimu sekarang," kataku nyaris menjerit.

Justin mendengus. "apa yang salah denganmu? Jane bahkan baik-baik saja. Tapi kau bersikap seolah-olah kaulah yang aku tuduh macam-macam,".

Aku melotot padanya. Dia bilang apa? Aku mengepalkan tanganku dan memejamkan mataku.

Justin sepertinya menyadari perubahan emosiku karena dia langsung berusaha menarik kata-katanya. "Bella aku tidak bermak-"

"keluar," kataku.

"Bella dengarkan ak-"

"KELUAR!" jeritku.

Justin mendesah lalu bangkit dan melangkah menuju pintu kamarku.

"kau tahu? Aku tidak akan menyerah sampai kau memaafkanku," katanya sebelum keluar dari kamarku.

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang