Part 11

803 50 0
                                    

Isabella POV

Sekarang sudah memasuki bulan ketiga aku menjadi murid SMA. Taylor pun sudah menjadi salah satu sahabatku. Entahlah, aku dan Taylor bahkan terlihat seperti tidak dapat dipisahkan. Maksudku, Taylor selalu ada di saat aku membutuhkannya. Belakangan juga aku mendengar kabar bahwa hubungan Justin dan Kate mulai retak. Kate jelas menyukai Taylor dan sepertinya dia langsung melupakan Justin. Mereka bahkan jarang terlihat bersama. Dan itu membuat Justin terlihat kesal. Dan entah kenapa dia melampiaskannya padaku. Seperti saat dia tidak sengaja berpapasan denganku di koridor, dia akan mengatakan hal-hal menyakitkan padaku. Dan terkadang saat Taylor sedang bersamaku, mereka selalu saja nyaris bertengkar.

Siang ini, aku sedang melangkah menuju kelas pemerintahan sambil menenteng buku-buku di tanganku. Aku sekelas dengan Justin di sini. Hanya Justin. Tidak ada teman-temanku ataupun Kate. Setidaknya aku tidak begitu membenci kelas ini.

Aku masuk ke dalam kelas dan mendapati kelas masih kosong. Well, tidak heran, bel tanda masuk setelah istirahat belum berbunyi. Jelas saja anak-anak lain masih ada di kafetaria. Aku akan ada ulangan pemerintahan hari ini, jadi aku memutuskan keluar dari kafetaria lebih awal dan bermaksud belajar sebelum pelajaran dimulai.

Aku duduk di barisan tengah lalu langsung membuka bukuku dan mulai membaca. Aku merasakan sesorang memasuki kelas tetapi aku terlalu berkonsentrasi pada apa yang kubaca untuk mengecek siapa yang datang.

"sok pintar."

Aku mendengar seseorang bergumam. Aku mendongak dan melihat Justin berdiri di depan kelas, menatapku sinis. Aku memutar bola mataku padanya lalu kembali membaca bukuku.

"kau pikir, kau bisa mendiamkanku seperti itu?" lanjut Justin.

Aku mendesah dan tetap tidak menjawabnya. Lebih baik aku mengisi otakku dengan materi ulangan hari ini daripada meladeni ―mantan― sahabatku ini.

Justin mendengus dan sepertinya memutuskan untuk membiarkanku sendiri. Aku memutar bola mataku lagi. Sebenarnya apa yang sudah Kate lakukan pada anak itu? Dia benar-benar menyebalkan. Kalau aku tidak bisa menahan emosiku, mungkin saja sudah kucekik Justin dari dulu.

Tidak lama, bel tanda masuk berdering nyaring di penjuru sekolah dan dalam hitungan detik anak-anak lain sudah masuk ke dalam kelas dan kelas pun mulai penuh.

***

Setelah periode ke tujuh selesai, aku sedang berasa di depan lokerku, memasukkan buku-buku pelajaranku ke dalam dan mengeluarkan tasku. Hari ini, Taylor akan mengantarku, Ana dan Haylie pulang. Sebenarnya itu tidak terlalu perlu karena aku sudah terbiasa pulang dengan Ana dan Haylie dan lagipula rumah kami tidak terlalu jauh dari sekolah.

Taylor, Ana dan Haylie menungguku di lapangan parkir ―Taylor membawa mobil, tentu saja. Sebenarnya Taylor bilang dia tidak apa-apa menemaniku mengambil tasku di loker, tetapi aku menyuruhnya menungguku di lapangan parkir bersama Ana dan Haylie.

Selesai menyusun buku-buku lalu mengambil tasku, aku mengunci kembali lokerku lalu mulai melangkah ke arah pintu keluar. Saat menuju tikungan dekat loker di bagian timur ―tikungan terakhir menuju pintu depan, aku mendengar dua orang yang sepertinya sedang bertengkar.

"ini sudah tidak bisa dilanjutkan. Bukalah matamu, kita sudah tidak bisa lagi bersama!" bentak seorang gadis.

Aku mengerutkan kening. Suara itu seperti suara Kate.

"aku tahu, kau menyukai Taylor kan? Itu sebabnya kau minta kita putus!"

Well, aku yakin benar ini suara Justin. Jadi yang tadi pasti Kate. Siapa lagi memangnya?. Aku merapatkan tubuku ke loker di sebelahku dan berusaha sehati-hati mungkin mengintip dari balik tembok. Disitulah Justin berdiri, tidak jauh dari tempatku berada dengan Kate di depannya.

"benar. Kau tahu, Justin? Aku sudah bosan denganmu! Kau tidak lagi keren dan populer seperti dulu. Dan Taylor bahkan lebih mempesona!" lanjut Kate masih sedikit berteriak.

Aku melihat Justin mengepalkan tangannya. Wow, aku berani bertaruh dia pasti benar-benar marah.

"baiklah! Jika itu memang maumu. Asal kau tahu saja Kate, aku juga sudah lelah denganmu yang bahkan tidak bisa tetap pada satu pria, slut!" bentak Justin.

Sontak Kate menampar pipi kanan Justin. "berani-beraninya kau bilang begitu! Sebaiknya kau urusi saja mantan sahabatmu yang menyedihkan itu, Bella! Dia juga salah satu alasan ini semua terjadi!" kata Kate lalu langsung pergi meninggalkan Justin.

Apa? Aku? Apa hubungannya denganku? Gadis itu sudah gila. Bagaimana mungkin aku ada hubungannya dengan pertengkaran bodoh mereka?.

Sepertinya aku terlalu kaget dengan perkataan Kate karena aku tidak menyadari aku sudah berdiri di tengah-tengah koridor, tidak lagi bersembunyi di balik loker-loker. Justin mendongak dan melihatku. Lalu dia menghampiriku dengan wajah marah.

Dia mendorongku bahuku kasar. "kau puas?! Kau sudah dengar kan?! Kaulah penyebab Kate membuangku!" bentaknya.

Aku balas mendorong tubuhnya."tidak! Aku tidak ada hubungannya denganmu dan pacar gilamu itu!" balasku.

Justin mendorong bahuku lagi. "tutup mulutmu! Kau lah penyebab semua ini, you fucking whore!" bentak Justin lagi.

Kali ini aku menampar pipi kirinya. Justin menatapku tidak percaya sambil memegang pipi kirinya. "dengar, Justin! Aku tidak akan membiarkanmu bicara seperti itu padaku! Kau tahu? Kupikir masih ada kebaikan dalam dirimu, ternyata aku salah! And im done with you. Aku lelah dengan semua sikapmu and i dont give a shit anymore!" bentakku lebih keras darinya.

Justin menatapku tajam. Matanya dipenuhi kebencian lalu dia mendorong tubuhku hingga membentur loker cukup keras.

The ObstaclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang