Isabella POV
Sudah dua minggu sejak pertama aku mencium Justin. Hari ini, Justin akan membuka gipsnya dan dia sudah bisa dibilang sembuh. Walaupun lengannya patah, Justin tetap masuk sekolah dua minggu kemarin. Dia bilang, dia menulis dengan tangan kiri, jadi dia akan baik-baik saja. Tapi menurutku ada alasan lain mengapa dia ngotot masuk sekolah.
Aku, Chaz dan Ryan menemani Justin ke rumah sakit untuk membuka gipsnya. Percaya atau tidak, gips Justin tidak berwarna putih lagi. Gipsnya penuh dengan coret-coretan yang ditulis menggunakan spidol. Setiap hari, aku dan Justin menulis di sana. Chaz dan Ryan bahkan ikut menyalurkan isi otak mereka yang anhe ke dalam gips malang itu.
Aku masuk ke dalam kamar yang menjadi kamar Justin bersama Chaz dan Ryan. Sebenarnya, acara pembukaan gips ini tidaklah begitu penting. Tapi Justin bersikeras memintaku, Chaz dan Ryan ikut menyaksikannya.
Justin duduk di atas tempat tidur rumah sakit sambil lagi-lagi mengutak-atik ponselnya. Dia mendongak dan tersenyum lebar saat melihatku, Chaz dan Ryan masuk ke dalam kamarnya.
"ternyata kalian datang juga. Terima kasih sudah mau datang," katanya dan menarikku ke dalam pelukan lalu mengecup pipiku.
"ehem Justin, bukan hanya Bella yang datang ke sini," kata Chaz.
"baiklah, trims guys," katanya singkat.
Chaz dan Ryan memutar bola mata mereka lalu mereka tertawa.
Justin membuatku duduk di sampinya dan dia menggenggam tanganku.
Jangan berpikir macam-macam, kami belum menjadi kekasih. Dia hanya... melakukan hal-hal seperti ini.
Tak lama, seorang dokter masuk ke dalam kamar Justin bersama Pattie dan aku bangkit dan berdiri bersama Chaz dan Ryan.
Sang dokter melakukan pekerjannya dengan cepat dan dalam hitungan menit, lengan kanan Justin sudah bersih. Justin menggerak-gerakkan jarinya dan tersenyum pada sang dokter.
"aku merasa luar biasa. Trims, dok," katanya.
Sang dokter tersenyum lalu keluar dari ruangan bersama Pattie. Aku melangkah mendekat pada Justin.
"bagaimana perasaanmu?" tanyaku.
Justin meraih tanganku sengan tangan kanannya dan mengaikan jari-jari kami. "aku baik. Apalagi dengan kau di sini," dia mengerling padaku.
Aku tergelak dan memukul dadanya.
Lalu Pattie masuk ke dalam kamar da tersenyum. "kita bisa pulang anak-anak," katanya.
Justin turun dari tempat tidurnya dan mulai melangkah, masih menggandeng tanganku.
#Justin P.O.V#
Sekarang hari minggu, dan Bella sedang ada di rumahku. Dia menyenderkan kepalanya dan lenganku melingkar di pinggangnya.
Maksudku, aku dan Bella melakukan hal-hal seperti ini. Kami berpelukan, bergandengan dan bahkan kami berciuman. Tapi kami belum menjadi sepasang kekasih.
Aku tahu Bella pasti merasa aneh dan kesal dengan sikapku padanya. Tapi, aku sedang menyusun rencana istimewa. Bella adalah gadis yang istimewa. Hubunganku dengannya sudah melalui berbagai kejadian dan aku akan membuat sesuatu yang sangat istimewa untuk membuatnya menjadi milikku.
"kau lapar?" tanyaku.
Bella menggeleng dan terus menatap lurus ke layar tv.
"Justin, apa kau tidak merasa terganggu?" tanyanya.
Aku mengerutkan kening. "terganggu karena apa?"
Bella menggeleng. "tak usah dipikirkan."
Aku mengangkat dagunya sehingga aku bisa melihat wajahnya. "Bella ada apa? Ada yang menganggumu?"
Dia mendesah. "tidak hanya kebodohanku yang merasa aneh dengan sikap kita akhir-akhir ini. Kita bukan sepasang kekasih dan kita jelas-jelas lebih dari sahabat kan? Itu hanya sedikit menggangguku," jelasnya.
Aku mendesah. Aku tahu cepat atau lambat dia akan mengatakan hal ini. Aku tersenyum dan mengelus rambutnya pelan. "aku tahu," hanya itu jawabanku.
#Isabella P.O.V#
Aku melangkah ke kelas aljabar dan duduk di tempatku yang biasa. Allyson dan Taylor sudah datang dan sedang mengobrol bersama. Aku tersenyum melihat mereka.
"selamat pagi. Kalian terlihat akrab hari ini," kataku pada mereka.
Allyson tersipu sementara Taylor menatapnya sambil tersenyum. Aku membelalakkan mataku.
"apa? Apa kalian sudah berkencan?" tanyaku.
Allyson mengangguk malu-malu sementara Taylor tersenyum lebar.
Aku menjerit dan menarik Allyson lalu melompat-lompat bersamanya. "Ally selamat! Dan kau Taylor, bisa-bisanya kau secepat itu berpaling dariku," candaku.
Mereka tertawa lalu Taylor mengacak-acak rambutku. "salahmu sendiri meninggalaknku demi Justin," katanya.
"aku kenapa?" tanya Justin yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Dia tersenyum begitu melihatku dan Taylor serta Allyson tertawa.
Aku mengerutkan kening. "ada apa? Kenapa kalian tertawa?" tanyaku.
Justin berdiri di sisiku lalu mengecup pipiku. "kita serasi, Bella," bisiknya di telingaku.
Kerutan di keningku lebih dalam dan Justin menunjuk pakaiannya. Dia memakai kemeja polos lengan panjang yang dia lipat sampai siku berwarna putih dan jins biru muda.
Lalu dia menunjuk pakaianku. Aku juga memakai jins berwarna biru dan kemeja dengan lengan sampai siku.
Seketika aku tersenyum dan mengangkat bahu. "well, kau yang mengikutiku," kataku.
Justin tertawa lalu mencubit hidungku. "untukmu, jangankan pakaian, Bella, apapun akan kuikuti dan kulakukan untukmu," katanya dan kembali tertawa.
Pipiku memanas dan kurasakan jantungku berpacu lebih cepat. Dia selalu membuatku seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Obstacles
ФанфикIsabella Parker and Justin Bieber were supposed to be best friends. Tetapi persahabatan retak ketika perasaan cinta mulai tumbuh tanpa bisa dikendalikan. ◦Isabella Jane Parker as Lucy Hale ◦Justin Bieber as Himself