04. Kerja Kelompok

178K 13.9K 838
                                    

Di malam hari yang cerah dengan bulan dan bintang yang mendominasi langit, ada seorang gadis duduk di balkon kamarnya sedang membaca buku materinya. Terkadang pikirannya melayang kemana mana sehingga tak fokus dengan buku pelajaran yang ia pangku. Ingin rasanya ia menangis, tetapi ia juga bingung apa alasannya.

"Faren," panggil seseorang dari balik pintu kamar, "Lo ngapain di kamar?"

Faren menghela nafasnya sebelum menjawab, "Belajar."

"Ayo makan malam bareng bareng. Disuruh Mama."

Tiba tiba saja sebuah senyuman terlukis di wajah gadis itu. Dengan segera ia meletakkan bukunya di meja belajar lalu ia berjalan cepat keluar kamar.

Pasti ada Papa, pikirnya.

Dengan percaya diri dan senyuman yang terus mengembang di wajahnya, Faren berlari menuruni tangga. Sesampainya di meja makan, ia hanya menemukan 3 piring yang tersedia.

"Eh Faren, ayo kesini makan malam bareng, udah lama kan nggak kayak gini?" Febby menyapanya dan menyuruhnya untuk duduk.

"Papa nggak ada?" tanya Faren hati hati.

"Lo tau sendiri lah," sahut Garen.

Faren menghembuskan nafasnya kasar dan merasa keluarga ini masih kurang bila semuanya tidak lengkap. Mereka mulai mengambil nasi beserta lauk pauknya. Hening. Tidak ada yang berbicara, hanya suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring.

"Ma." Akhirnya Faren memulai percakapan, "Boleh Faren tanya?"

"Tanya apa?"

"Tapi Mama jangan marah ya," kata Faren yang dibalas anggukan, "Mama kenapa mau nikah sama Papa yang sifatnya kayak gitu?"

Pergerakan Febby yang awalnya ingin memasukkan nasi ke dalam mulutnya harus terhenti dengan pertanyaan Faren yang mengejutkannya.

"Dulu sebenernya Mama nggak mau nikah sama Papa kamu. Tapi, karena ada urusan bisnis diantara keluarga Mama dan Papa kamu, akhirnya kakek nenek kamu yang jodohin Mama sama Papa kamu," jelas Febby dengan suara yang parau, "Setelah pernikahan, Mama coba untuk pelan pelan mencintai Papa. Mama pikir Papa juga punya pemikiran yang sama kayak Mama. Tapi, Papa sama sekali nggak peduli sama Mama." Febby menundukkan kepalanya, selera makannya tiba tiba hilang.

"Terus, Mama bisa ngehasilin Faren sama Abang Garen gimana?" tanya Faren lagi membuat pupil mata Febby dan juga Garen membesar.

"Faren!" tegur Garen membuat Faren terkejut, "Kalo ngomong hati hati, jangan sampek buat orang lain sakit hati."

"Kenapa? Faren salah ya tanya gitu?" Faren menelan ludahnya merasa bersalah atas ucapannya, "Maaf Ma."

"Enggak kok gapapa." Wajah Febby tiba tiba memucat entah karena apa, "Mama ke kamar dulu ya, maaf Mama nggak bisa nemenin kalian makan sampai selesai." Setelah mengatakan itu, Febby berjalan ke kamarnya yang berada di lantai satu.

"Tuh kan. Gara gara lo Mama jadi sedih gitu," sungut Garen yang sebal, "Jadi anak kurang bersyukur banget sih lo. Udah punya Mama sebaik Mama Febby seharusnya lo itu beruntung. Banyak orang di sana yang nggak punya Mama, yang punya Mama tapi nggak peduli sama anaknya."

"Iya, maaf, Faren salah." Faren menundukkan kepalanya sambil memainkan jari tangannya.

"Lagian lo kenapa sih tanya begituan? Nggak masuk akal tau nggak," kata Garen dengan kilatan amarahnya membuat Faren takut menatapnya.

"Pengen sekolah tinggi di luar negeri tapi otaknya nggak pernah dipake. Mending nggak usah kalo gitu, habisin duit orang tua aja lo, bocah."

Jleb.

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang