08. Papa

161K 13.1K 711
                                    

"Kasian ya nasib kamu. Nggak ditolongin anaknya, ditinggal kerja luar kota sama suaminya. Mending sama aku aja."

Setelah Rafi mengatakan itu, beliau meletakkan Keysa ke kursi penumpang lalu berlari ke kursi sopir. Rafi melajukan mobilnya keluar rumah dengan kecepatan di atas rata rata.

Setelah mobil Rafi hilang dari pandangan mereka berdua. Dhafian menarik pergelangan tangan Faren dengan kasar membuatnya sedikit terkejut. Dhafian menyuruhnya untuk duduk di sofa ruang tamu dan Faren hanya bisa menurut. Faren melihat Dhafian sedang mencari sesuatu di dalam laci, kemudian ia membawanya dan meletakkan di meja ruang tamu.

Dhafian berjongkok di hadapan Faren. Ia melihat darah yang mengalir dari lutut Faren. Ia mengambil selembar tisu, lalu ia usapkan ke kaki Faren yang terkena darah. Setelah bersih, ia mengambil kapas lalu ia menuangkan alkohol. Kemudian, ia membersihkan lutut Faren dengan kapas yang sudah diberi alkohol.

"Aw," ringis Faren.

"Gak usah lebay."

Akhirnya, Faren meringis tertahan, jika di hadapannya bukan Dhafian pasti dirinya sudah berteriak kesakitan.

Setelah membersihkan, Dhafian mengambil kasa lalu ia beri revanol. Ia meletakkan kasa itu ke lutut Faren. Setelah luka itu tertutup dengan kasa dan plester menjadi perekatnya, Dhafian mengembalikan kotak P3K nya ke tempat semula.

Jangan ditanyakan lagi bagaimana ritme jantung Faren sekarang, bahkan detaknya terdengar sampai telinga.

"Makasih ya." Faren menunjukkan deretan giginya, ia tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya saat ini. Reaksi Dhafian pun sama seperti biasanya, tidak menatap wajah Faren dan tidak merespon.

"Faren!"

Dhafian dan Faren menoleh ke arah pintu. Febby masuk dengan raut wajah khawatirnya.

"Permisi. Kamu anaknya Naufan ya?" tanya Febby begitu ia sudah sampai di ruang tamu. Dhafian mengangguk, "Saya Febby, Mamanya Faren dan temennya Mama kamu."

Dhafian dengan keluarga Faren tidak saling mengenal, karena Faren tidak pernah memperkenalkan orang tuanya ke Dhafian maupun orang tua Dhafian, alasannya karena orang tua Faren sibuk bekerja.

"Keysa kemana?" Kini Febby beralih bertanya ke Faren, ia menggeleng lemah.

"Keysa udah dibawa sama Papa kamu?" tanya Febby lagi dengan nada yang sedikit tinggi.

"Papa?" gumam Dhafian dengan kerutan di keningnya.

Febby dan Faren menoleh ke arah Dhafian, "Iya, tadi yang bawa Mama lo itu Papa gue, Rafi namanya."

"Kalian sekeluarga berencana untuk nyulik Mama gue?" Ada kilatan amarah dari mata Dhafian.

"Enggak, bukan gitu." Giliran Febby menjawab, kemudian beliau menceritakan semuanya yang terjadi dan penyebab Rafi nyulik Keysa.

"Apa Tante punya nomor telfon Papa aku? Soalnya hapeku dibawa sama Om Rafi," kata Dhafian pada akhirnya.

"Naufan ke mana emangnya?"

"Papa ada kerja luar kota di Surabaya. Baru balik 2 hari lagi."

Febby menghela nafasnya panjang, tiba tiba perkataan Rafi beberapa hari yang lalu berputar di otaknya.

"Jangan pernah lo nelfon Naufan sekalipun. Kalo lo nelfon dia, gue bakalan bongkar semuanya."

"Tan," tegur Dhafian membuat Febby tersadar dari lamunannya.

"Mmm, maaf, Tante nggak punya. Soalnya Tante udah lama nggak ketemu sama Papa dan Mama kamu," jawab Febby berbohong.

"Kita harus cari cara gimana buat nyelametin Tante Keysa, kita nggak harus bergantung pada Om Naufan, kan?" Kini giliran Faren berbicara.

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang