Bel pulang sekolah baru saja dikumandangkan sejak 5 menit yang lalu. Dhafian mulai mengemasi barang barangnya ke dalam tas. Saat ia memasukkannya, ia mengambil kesempatan untuk melirik ke Faren yang sedang melakukan hal sama seperti yang ia lakukan.
"Jangan lupa," kata Dhafian tiba tiba membuat Faren menoleh, namun tidak sampai 5 detik, cewek itu kembali fokus mengemasi buku bukunya.
Dhafian berdiri dari duduknya lalu bersender pada meja Faren dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celana abu abunya. Sambil menunggu Faren selesai, matanya terus memperhatikan gerak geriknya.
"Yuk." Faren berdiri sambil menyampirkan tas ranselnya di satu bahunya. Kepalanya menunduk dan tidak menatap mata Dhafian.
Dhafian lebih dulu melangkahkan kakinya menuju ke luar kelas. Sedangkan sedari tadi Faren berusaha menyamakan langkahnya dengan Dhafian tapi selalu gagal karena langkah cowok itu yang sangat lebar sedangkan langkah Faren kecil mengikuti tubuhnya.
Sebenarnya, Faren tidak sadar kalau Dhafian menyadari Faren sedang berusaha menyusulnya, jadinya Dhafian berniat membuat ia kesal berkali kali dengan melangkah lebih cepat. Diam diam juga cowok itu terkekeh kecil mendengar cebikan yang keluar dari bibir Faren.
Tidak butuh waktu lama perjalanan kelas XII IPS 1 ke parkiran. Mungkin hanya sekitar 5 menitan. Sesampainya mereka di parkiran, Dhafian memakai masker serta sarung tangan. Sedangkan Faren sibuk memperhatikan motor Dhafian mulai dari plat nomor, bentuk bodi, bahkan ia sampai mengelus permukaan motor itu.
"Motor baru ya?" tanya Faren. Dhafian mengangguk kecil lalu menaiki motornya. Ia meraih helm-nya, lalu memakainya di kepala.
"Naik," perintah Dhafian.
Faren mengangkat kakinya, namun tidak sampai ke boncengannya. Ia mencoba berkali kali dengan susah payah, yang ada malah menghasilkan nafas berat. Ia mencoba menurunkan tempat penyangga kaki, namun sangat susah sekali, membuat ia menggerang di tempat.
"Dhafian," panggil Faren dengan deru nafasnya, sedikit kesal sih melihat Dhafian yang hanya diam saja di motornya tanpa berniat membantu.
"Apa? Buruan naik!" Dhafian menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke depan.
"Ininya susah," adu Faren yang tidak tau apa nama penyangga kaki yang biasanya digunakan penumpang agar posisinya tidak kesana kemari.
"Mandiri. Lo udah kelas dua belas."
"Ya ampun!" kesal Faren karena ia sudah mencobanya berkali kali, malah membuat tangannya merah, "Ini tinggi gue nggak nyampe buat ke boncengannya. Ininya juga susah diturunin. Bantuin kek."
Terpaksa Dhafian menoleh dan membantu cewek itu untuk memudahkannya naik ke boncengan, "Pegangan pundak gue," katanya yang langsung diberi anggukan oleh Faren.
Faren menapakkan satu kakinya di penyangga itu sambil memegang kedua pundak Dhafian lalu mengangkat satu kakinya lagi ke penyangga lainnya. Akhirnya ia bisa bernafas lega saat sudah duduk di boncengan.
Dhafian mulai menyalakan mesinnya, sebelum ia memutar gasnya ke bawah, lebih dulu ia menoleh ke belakang, "Pegangan pinggang gue aja. Motor gue yang ini lebih gede. Dibandingin sama lo kayak gajah sama semut. Jadi kalo jatuh gue gak mau tau," peringatnya.
"Iya iya."
Dhafian membawa motornya ke luar sekolah. Tidak lupa Faren menyapa Pak satpam yang bertugas untuk menjaga sekolah ini. Faren tidak mau memegang erat erat seragam yang melekat di tubuh Dhafian, nanti disangka modus dan hal memalukan bisa bisa terjadi lagi.
"Maafin gue tadi marah marah ke lo." Faren mendekatkan kepalanya untuk berteriak di dekat telinga Dhafian.
Dhafian hanya mendengung, tetapi Faren tidak dapat mendengarkannya karena angin yang berhembus sangat kencang di sore hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Boy
Teen Fiction[TERSEBAR DI GRAMEDIA] Faren: "Kenapa?" Dhafian: "Makasih ya untuk hari ini." Faren: "Maksudnya?" Dhafian : "Maaf, mulai besok, anggap aja kita nggak ada hubungan apa-apa." Jleb. Gimana rasanya diputusin pas lagi sayang-sayangnya? Cari yang baru ata...