21. Faren-Kahfi

149K 11.7K 1K
                                    

Sinar matahari pagi memasuki celah jendela kamar rumah sakit yang membuat pasien sontak memicingkan matanya karena menyilaukan pandangannya. Pingsan semalaman membuat badannya kaku untuk digerakkan. Ia mendudukkan dirinya dengan tidak hati hati, sehingga ia meringis sambil memegangi bekas luka tusuk itu.

"Kamu ngapain sih kok langsung duduk gitu? Luka kamu kan belum kering." Haura yang mendengar ringisan dari anaknya tersebut langsung menghampiri Kahfi.

"Gapapa kok Ma," kata Kahfi berusaha meyakinkan Haura, "Btw, Faren di sini, atau ada di rumahnya?"

"Dia ada di sini, bilangnya ke Mama sih jalan jalan muterin rumah sakit," kata Haura sambil melipat selimut yang Kahfi pakai.

Kahfi mengangguk, lalu kedua kakinya turun dari bangkar, hendak menyusul Faren. Setelah memakai sandal jepit, ia memindahkan cairan infus itu ke tiang infus yang di bawahnya terdapat roda kecil, sehingga dapat di bawa ke mana mana.

"Hati hati loh. Luka kamu masih basah tuh," peringat Haura kembali.

Kahfi mengancungkan ibu jarinya sambil tersenyum. Ia berjalan mendekati pintu lalu memutar knopnya. Ia berjalan keluar sambil menggeret tiang infusnya. Tak jarang perawat wanita di sini tersenyum padanya, Kahfi pun membalasnya dengan senyuman singkat. Tak henti hentinya Kahfi menjadi pusat perhatian banyaknya orang yang melewatinya. Memang susah menjadi orang tampan.

Sekitar 10 menit lamanya, Kahfi hanya berjalan tanpa tujuan melewati lorong lorong rumah sakit ini. Sampai akhirnya, seorang cewek membuat Kahfi memusatkan pandangannya pada cewek itu.

Kahfi tersenyum lebar lalu menghampiri Faren yang duduk di kursi panjang depan ruang ICU. Ia duduk di samping Faren, menempatkan tiang infus itu di sampingnya.

Sedangkan respon Faren hanya melirik sebentar lalu kembali menunduk. Seperti tidak ada mood untuk berbicara. Sejak tadi posisinya hanya seperti ini, melamun tidak jelas.

"Jalan jalan ke taman yuk, mumpung udaranya lagi seger nih," ajak Kahfi yang langsung disetujui Faren. Mereka beranjak dari duduknya lalu melangkahkan kakinya ke lift untuk menuju ke taman yang berada di lantai bawah.

Ting!

Pintu lift terbuka menampilkan sosok cowok tinggi seumuran dengan Kahfi maupun Faren keluar dari lift. Tetapi cowok itu menghentikan langkahnya menyadari kehadiran Kahfi dan Faren. Ia memandang mereka berdua secara bergantian, terjadi kecanggungan sejenak di antara mereka bertiga.

"Eh, Dhafian," sapa Kahfi ramah, "Lo--"

Ucapan Kahfi terpotong karena tiba tiba Faren menggeret tiang infus itu ke dalam lift, membuat Kahfi otomatis juga ikut masuk. Faren menekan tombol segitiga kecil yang menandakan pintu lift akan ditutup itu berkali kali. Pandangan Faren terus menuju ke bawah, sampai pintu lift itu benar benar tertutup dengan sendirinya.

"Ada apa lo sama Dhafian?" tanya Kahfi sambil mengangkat tangannya lalu menempatkannya ke kedua pinggang.

Faren menggeleng. Ia masih menunduk, menatap sandal berwarna pink miliknya.

"Kalo semalem gue nggak pingsan, pasti gue udah tau ada masalah apa kalian berdua." Kahfi kembali berposisi tegak, satu tangannya memegangi tiang infus itu.

Ting!

Faren lebih dulu keluar dari lift, lalu disusul Kahfi di belakangnya. Mereka berjalan beriringan menuju taman yang selalu dijadikan pelarian saat pasien bosan di kamar.

"Cerita, lo ada masalah apa sama Dhafian? Jangan dipendem sendiri kayak gini." Kahfi membuka percakapan.

"Ternyata Uno itu sepupunya Dhafian."

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang