29. Ankle

158K 11.9K 2.2K
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, sedangkan Faren masih belum bisa tidur. Matanya sejak tadi terbuka dan pikirannya melayang ke mana mana. Mulai dari membayangkan bertemu idolanya hingga proses move on yang sebentar lagi akan gagal, bukan akan berhasil.

Faren melirik ketiga temannya yang sudah tertidur pulas dengan mata yang tertutup. Biasanya saat seperti ini, ia akan nonton youtube atau nonton drakor, namun karena sinyal di sini tidak ada membuat ia hanya melamun berjam jam di dalam tenda.

Sampai akhirnya, ia mulai bosan dan beranjak dari tidurnya. Sebelum benar benar keluar dari tenda, ia mengambil jaketnya sejenak karena udara di luar sangat dingin.

Matanya sontak melebar saat ia keluar dari tenda, bukan, ia bukan melihat kuntilanak atau teman temannya. Namun ia melihat sosok yang hampir membuatnya gagal move on.

Faren berdeham sejenak sebelum pergi ke dekat kursi kayu. Untung saja tenda Dhafian sedikit jauh darinya, jadi Faren tidak perlu mencari tempat duduk yang jauh dari cowok itu.

Faren duduk di depan tumpukan kayu bekas api unggun tadi. Ia merapatkan jaketnya, lalu mengambil ponsel yang selalu ia bawa ke mana saja. Ia mendesah berat karena masih tidak ada sinyal. Sejenak ia melirik ke arah Dhafian yang sedang memainkan gitar milik Pak Hwangi, duduk sendirian di depan tenda sambil bergeming.

Berusaha untuk kembali acuh, Faren menatap layar ponselnya lalu menggeser tampilan home-nya untuk membuka aplikasi mainan yang akhir akhir ini lagi nge-trend, helix jump.

Saat Faren sedang asyik asyiknya meraih best score, sosok makhluk tiba tiba datang dan duduk di sampingnya tanpa diperintah, membuat ia gagal meraih best score-nya.

Faren menggeram lalu menoleh ke arah siapa yang sudah membuat ia kesal. Lantas ia membuka lebar mulutnya sambil memegangi dadanya, "Allahu akbar!"

"Daritadi lihat gue udah kayak lihat setan," celetuk Dhafian. Faren mengucek matanya untuk memastikan bahwa di hadapannya kini benar benar cowok itu. Ia menatap ke langit sejenak, apakah ada angin atau ada hujan? Karena tiba tiba cowok itu menghampirinya.

Faren berdeham untuk menghilangkan kegugupannya, ia menggeser pantatnya ke kanan, sedikit lebih jauh dari Dhafian.

Faren menekan tombol home di ponselnya beberapa kali. Sesekali melirik Dhafian yang hanya sekedar memetik senar gitarnya tanpa membentuk sebuah nada.

Faren berdiri, berjalan menjauh dari Dhafian, sok sok an mencari sinyal di ponselnya, padahal ia berusaha untuk menghindarinya.

"Kenapa nggak tidur?" Dhafian bersuara, membuat Faren menoleh ke belakang. Namun, cowok itu malah fokus ke gitarnya.

Dia barusan nanya ke gue apa ke gitarnya?

Faren menaikkan kedua bahunya, tidak mau baper duluan, karena nanti ujung ujungnya pasti sakit. Ia kembali mencari sinyal sampai sampai membawa tangannya ke udara sambil berjinjit jinjit.

"Percuma, mau lo nyari sinyal sampe terbang ke awan nggak bakalan ada," celetuk Dhafian lagi. Kini matanya terfokus pada Faren yang berjinjit jinjit, sudah seperti mengikuti pelajaran olahraga.

Faren menoleh, dan mata mereka berdua bertemu hanya dalam beberapa detik saja, karen cewek itu lebih dulu memalingkan pandangannya.

Dhafian menepuk nepuk tempat di sebelah duduknya, memberi kode agar Faren ikut duduk. Dengan kaku, cewek itu berjalan mendekati Dhafian lagi.

"Lo suka lagu apa?" tanya Dhafian, intonasinya masih terdengar dingin dan tidak bersahabat, seperti pemaksaan gitu.

"Lagi duduk berdua sama lo kan?"

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang