Faren melihat dirinya di cermin besar, memastikan tidak ada yang kurang dari penampilannya. Ia mengambil tas ransel berwarna merah jambu serta gambar es krim yang ada di bagian depan tas. Lalu ia menuruni tangga menuju ruang makan untuk sarapan.
Faren langsung duduk di hadapan Garen. Sedangkan Febby sedang menyiapkan makanannya. Faren mengambil piring lalu mengambil 1 centong nasi.
"Tumben banget makan lo segitu. Biasanya kayak kuli," kata Garen.
"Lagi diet."
"Badan udah kecil pake acara diet segala," ejek Garen menertawakan bentuk tubuh Faren.
"Terserah gue dong."
"Ntar makin gak punya tete lo."
"Asuw." Faren melototkan matanya, menatap Garen penuh kedendaman.
Setelah Febby menaruh makanan itu di meja makan, ia ikut duduk di samping Faren. Mengambil piring, lalu nasi, berakhir dengan mengambil lauk pauk dan nasinya. Beliau menyantapnya dengan tidak berselera, dan Faren maupun Garen menyadari perubahan ekspresi Febby yang tidak biasanya.
"Ma, Bang. Kapan kapan kita ke Dufan yuk," ajak Faren mencairkan suasana yang tegang.
"Gue sih ayo ayo aja," kata Garen, "Kalo Mama gimana?" Garen dan Faren menoleh ke arah Febby.
"Nggak tau," kata Febby lalu berdiri dari duduknya menuju ke kamar, seketika mood makannya hilang. Garen hendak menyusul namun Faren mencegahnya.
"Biarin bang. Mama butuh waktu buat sendiri."
Garen menghela nafasnya berat. Akhirnya mereka menghabiskan sarapannya terlebih dahulu, barulah mereka berangkat sekolah. Semenjak kejadian 2 hari yang lalu. Garen menjadi over protektif terhadap Faren. Jadi, mulai hari ini Garen akan mengantar Faren ke sekolah setiap hari, dan Garen tidak menerima alasan apapun jika Faren menolak.
"Bang, besok Faren berangkat sendiri, titik gak pake koma," kata Faren begitu Garen mulai melajukan mobilnya keluar dari perumahan.
"Nggak!"
"Kan Faren nggak bawa mobil kalo ke sekolah."
"Nggak!"
"Kan Faren berangkatnya dianter abang abang bemo."
Tiba tiba saja Garen menginjak remnya dalam sekejap membuat Faren memajukan tubuhnya, sedikit tersentak.
"Masih mau bantah?" Kini Garen menatap wajah Faren, nadanya begitu menyeramkan membuat Faren tidak berani menatapnya.
Faren hanya menggelengkan kepalanya, tatapannya lurus ke depan, tetapi matanya sedikit melirik ke arah Garen yang wajahnya terlihat mengerikan. Jika abangnya sudah seperti ini, Faren tidak berani melawannya.
15 menit kemudian, mobil Garen memasuki pekarangan sekolah SMA Antartika. Faren sedikit tercengang, tidak seharusnya Garen mengantarkannya sampai ke dalam. Barulah mobil Garen berhenti di lobby sekolah.
"Gue mau samperin Kailsa sebentar," kata Garen yang sepertinya peka dengan kebingungan Faren.
"Oh gitu." Faren mengangguk, "Faren masuk dulu ya bang." Saat Faren akan membuka pintu mobil, suara Garen menghentikannya.
"Bilang ke gue kalo ada yang nge bully lo. Biar gue remukin tulangnya."
Buset serem juga.
"Kok Abang tau sih?" tanya Faren, seingatnya, ia tidak bercerita kepada Garen maupun Febby kalau dirinya sempat dihujat oleh beberapa murid di sini. Namun, ia langsung teringat dengan Dhafian yang mengantarnya sampai ke dalam rumah, "Pasti Dhafian ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Boy
Fiksi Remaja[TERSEBAR DI GRAMEDIA] Faren: "Kenapa?" Dhafian: "Makasih ya untuk hari ini." Faren: "Maksudnya?" Dhafian : "Maaf, mulai besok, anggap aja kita nggak ada hubungan apa-apa." Jleb. Gimana rasanya diputusin pas lagi sayang-sayangnya? Cari yang baru ata...