8 Februari 2020
Medan, Indonesia“Ma, kita di sini makan malam, kan, ya? Nunggu siapa, sih? Itu ayam goreng mentega bentar lagi nangis karena nggak Adek makanin.” Vanilla merengek ke arah Elina yang masih sibuk bermain dengan ponselnya di atas meja makan.
Jujur saja, mereka sedang duduk di sebuah restoran. Menurut Vanilla, tidak terlalu mewah namun tidak sederhana juga. Sebuah restoran yang pintunya terbuka dan seluruh bagian kerangka terbuat dari kayu sehingga terlihat lebih ke kesan tropical daripada elegant. Perlu waktu tiga puluh menit bagi Vanilla menempuh dengan mobil keluarga. Mereka harus memasuki jalan tol untuk sampai ke sini.
“Adek, tunggu bentar, ya. Kita makan bukan bertiga, kok. Mama mengajak kawannya untuk makan malam bersama.” Sahut sang kepala keluarga yang telah jengah mendengar rengekan anak bungsunya dua puluh menit yang lalu. Mungkin kalau dihitung sudah ada enam kali anak itu merengek, tak jarang juga bersikap manja kedua dewasa tersebut.
Vanilla berdecak kesal, bibirnya merengut, matanya melihat ke arah meja yang berbeda tiga baris dari tempatnya dan terletak di seberang, “Lagian, kenapa hanya Adek, Papa, dan Mama doang di meja? Bang Danish dan Kak Lian harus diungsikan ke meja lain. Lihat, tuh, mereka sudah makan, mana dengan lahap lagi. Kak Lian malah melambaikan kepitingnya ke muka Adek. Lihat aja, gak Adek ladenin lagi keinginannya.”
“Mereka sudah sampai parkiran, Pa.” sahut Elina yang membuat kedua netra Vanilla berbinar bahagia. Walaupun sebenarnya dia kesal karena ketidaktepatan waktu kedatangan mereka. Janjinya, kan, jam tujuh malam. Ini sudah nyaris setengah delapan.
Jus alpukat yang tersisa setengah itu diteguk sampai seperempat tersisa di dalam. Itu pesanan minuman Vanilla yang kedua. Yang pertama, dia memesan Rainbow Juice yang katanya terdiri dari banyak buah di dalamnya. Dia kelaparan asal semua orang tahu, tetapi dia hanya bisa mengisi kekosongan perutnya dengan cairan saja.
“Nah itu mereka,” kata wanita berusia empat puluh satu itu sambil melambaikan tangan kepada ketiga pendatang baru itu yang berdiri di depan pintu masuk.
Vanilla terbelalak tidak percaya, dia mengerjap matanya untuk memastikan penglihatannya masih berfungsi dengan baik. Dan, memang itu yang terjadi.
Buat apa Ketos itu datang ke sini? Batin Vanilla yang semakin melihat jelas rupa pemuda yang berdiri di samping seorang pria yang tampaknya lebih muda dari ayahnya sendiri. Dua orang dewasa yang datang itu mendudukan dirinya di depan orang tua Vanilla menyisakan kursi di tengah untuk Revan.
“Maaf, ya. Tadi pas ke arah jalan tol, macet,” kata wanita yang dijumpainya tadi siang. Kata Mama, namanya Thalita. Vanilla cukup memanggilnya Tante Lita.
“Nggak apa-apa, kok. Kami juga tidak begitu sibuk.” Timpal Elina yang membuat Vanilla mendumel di dalam hati.
Nggak apa-apa apanya? Ma, kita itu orang sibuk. Harusnya ayam goreng itu sudah dimakan sedaritadi, batin gadis tersebut walaupun masih mempertahankan senyumannya di hadapan ketiga pendatang baru itu. Dia tidak mau diomeli Elina saat perjalanan pulang kalau tidak berperilaku baik.
"Kita makan dulu, ya, Ta. Maklum anak aku sudah ribut daritadi," kata wanita yang duduk di sebelah Vanilla membuat gadis itu tersenyum semakin lebar. Akhirnya, yang diinginkan sudah datang.
"Boleh, kok. Mari makan, seharusnya tadi kalian makan dulu. Kalau begini jadi tidak enak hati." Thalita memberikan ekspresi sungkan di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Фанфик"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...