"Mau ke cafe-nya atau ke book room-nya?" tanya Revan yang masih setia menggandeng tangan Vanilla yang menunjuk ke arah jalan book area di belakang pintu masuk. Interior untuk kedua jalan itu berbeda, yang satu dihiasi dengan floral untuk arah ke cafe-nya sedangkan satunya lagi minimalis dengan hiasan kayu di beberapa sisi dinding.
"Okay." Laki-laki itu menuntun jalan sesekali maniknya melirik ke samping, memastikan kalau gadis yang dibawanya untuk jalan-jalan tidak mengalami kejadian tidak mengenakkan.
Beruntung jadwalnya hari ini masih bisa diselamatkan beberapa. Dia berencana mengajak gadis ini sampai sore setelah pulang sekolah. Namun, karena rapat mendadak yang harus dipimpinnya, menjadi terlambat.
"Tempat kayak gini cocok kan, ya? Untuk cozy fluffy date?"
"Heum? Eh? Iya, lo mau ke sini, princess?" tanya Rangga yang sayup-sayup didengarnya saat acara perpisahan Hyung Woo kemarin itu.
"Berhenti panggil princess, deh, Ga," balas Vanilla yang mencebik bibirnya tanda kalau dia sungguh tidak menyukai panggilan tersebut. Revan bisa membaca gerak-gerik gadis itu.
"Iya, deh. Nggak janji. Tapi, cocok untuk kencan yang sweet silent. Lo pengen ke sini kalau punya pacar?"
"Pengen. Itupun kalau future boyfriend suka ke tempat begini. Kalau nggak, ya udah, nggak perlu dipaksa. Bisa cari tempat yang cocok untuk berdua."
Revan diam-diam mendengus kesal ketika mengingat serpihan memori tersebut. Apa tujuannya mengatakan hal seperti itu kepada playboy cap gajah ini?
Dia tidak ingin Vanilla pergi dengan orang lain selain dirinya. Jadi, dia memutuskan duluan mencuri garis start sebelum laki-laki lain mendahuluinya.
"Lo suka?" tanya Revan yang mengekori Vanilla yang berjalan di tengah-tengah rak-rak buku tinggi.
"Heum, suka banget. Tempatnya sejuk. Ada karpet untuk membaca kalau tidak mau duduk," kata Vanilla yang mengambil satu buku dari barisan ketiga. Maniknya menyelam ke deretan kata di belakang buku tersebut.
"Sudah. Ayo, cari tempat," katanya yang berinisiatif menggandeng tangan laki-laki itu dan duduk beralaskan karpet lembut dengan banyaknya bantal di sana. Dia ingin bertepuk tangan di depan pemilik dan pencipta tempat seperti ini.
Ada sebuah jaring panjang yang dibuat dengan tali yang cukup besar untuk bisa tiduran, beberapa tempat duduk yang mirip dengan telur dan digantung oleh tali untuk bisa bergerak sembari membaca dilengkapi dengan beberapa bantal sofa. Kursi dan meja juga difasilitasi untuk nyaman membaca.
"Lo suka baca buku?" tanya Revan basa-basi. Karena tidak banyak orang yang datang ke sini, jadi cukup sepi.
"Nggak gitu. Pengen aja, sih, baca buku. Buku klasik seperti ini juga suka."
"Lo baca semuanya?"
"Nggak, deh. Beberapa yang terkenal doang, kayak Pride and Prejudice, To Kill A Mockingbird, Jane Eyre. Kalau buku ini, gue belum sempat beli. Mumpung di sini, ya baca dulu, deh." Vanilla memamerkan buku dengan tulisan besar 'The Secret Garden' di halaman terdepan buku itu.
"Taman Rahasia?" tanya Revan yang menerjemahkan. Gadis itu mengangguk perlahan. "Gue juga ada rahasia, lo pasti bakalan kaget kalau mendengarnya," sambungnya lagi yang mengundang tatapan bingung.
Buku klasik itu ditutup dan diletakkan di pangkuan Vanilla.
"Lo tahu gue anak tunggal, kan?" tanya Revan yang melihat lurus ke depan.
Vanilla mengangguk kepalanya kikuk, ya memang benar begitu adanya. Apa yang salah dengan hal itu.
"Gimana kalau gue bilang, gue itu anak bungsu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Fanfiction"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...