Hehe
“Cepat, Varo. Ntar Kak Vanilla keburu minggat dari perpus,” desak Farrel yang berdecak pelan dan berkacak pinggang. Namun, tidak bertahan lama, pemuda yang dinobatkan menjadi yang termuda di Dreamies itu kembali dan menggeret sahabat seperjuangannya membelah koridor yang cukup sepi untuk sampai ke perpustakaan.
Farrel tidak ambil pusing. Koridor yang menjadi satu-satunya jalan untuk tempat penuh akan buku itu tentulah sepi, mengingat tidak banyak siswa di sini yang menyukai cetakan fisik itu. Termasuk Farrel sendiri, lebih baik menghabiskan waktu berdesakkan untuk mengisi perut.
“Bentar, Ji. Tali sepatu gue terlepas. Ya kali gue jalan dengan kondisi seperti ini, mau gue buat sejarah aib?” sewot Alvaro yang berusaha berjongkok di posisinya terhalang dengan dinding pembatas koridor sambil mengikat tali sepatu kirinya.
Jihan sesekali melihat ke ujung lorong sekolah yang di sana, masih sepi. Tidak ada tanda-tanda munculnya sebuah kehidupan di sana. Itu memungkinkan kalau kakak kelas mereka belum selesai dengan tugasnya di dalam sana … atau mungkin telah kembali ke kelas.
Dia mendengar dari kata Akarsana, kalau kedua sahabat gadis itu masih sibuk berdesakkan mengantri demi semangkuk mie ayam untuk memberi makan cacing mereka yang tengah berparade di dalam sana.
“Nah, sudah. Ayo, jalan. Jangan lelet kek gitu, Ji,” kata Alvaro yang menepuk celananya yang dirasa kotor dan kembali berjalan melewati Farrel yang memberikan wajah tak percaya.
Siapa pula yang tengah berleha-leha di sini kalau bukan karena makhluk pintar Bahasa Mandarin itu?
Tetapi, emosi sesaat itu kembali tertelan bulat-bulat oleh Farrel. Kalau saja dia tidak mengingat kalau seluruh masa depannya di sekolah ini tidak bergantung padanya, dia akan menerjunkan pemuda itu dari koridor lantai tiga ini.
Seperti yang dia duga, perpustakaan tidak ramai di saat seperti ini. Hanya segelintir siswa yang memilih berkencan dengan ratusan lembaran buku, termasuk Vanilla Fransisca Huang.
Dia langsung mendapati posisi kakak kelasnya dari pintu masuk. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menarik lengan Alvaro untuk menaiki tangga yang berada di samping mereka. Dia sama sekali tidak peduli dengan kembaran palsunya yang nyaris memekik tinggi kala merasakan keseimbangannya menurun oleh perbuatannya.
“Jihan bodoh, lo ngapain, sih, dodol? Tinggal ngomong untuk ke sini, kan bisa. Gue nyaris kepleset di tangga tadi, ya, anak setan.” Alvaro mencak-mencak disalurkan dengan suaranya yang berdesis ngamuk karena masih sadar lokasinya dia berpijak.
“Kita ngawas dari sini, Al. Kak Vanilla di bawah sana,” kata Farrel yang tidak mengindahkan amukan sahabatnya. Sudut matanya terus melekat pada setiap pergerakan gadis yang duduk sendirian di meja yang muat menampung enam siswa dengan sebuah buku di tangannya.
Buat apa?
Nanti Alvaro Virendra akan kembali melawak seperti biasanya.
“Kalau kita di bawah dan duduk di samping Kak Vanilla. Takutnya ntar Kak Vanilla risih, terus ketahuan, deh. Terus, Kak Mona juga bakalan tahu siasat kita. Sebenarnya, gue kurang yakin Kak Mona bakalan nyeret Kak Vanilla nanti pulang sekolah. Tapi, moga-moga aja feeling gue yang itu benar,” kata Farrel langsung saat melihat Alvaro telah membuka bibirnya, siap untuk meluncurkan pertanyaan.
Sudah dikatakan sejak awal.
Dia itu bagaikan kembarannya Alvaro Virendra. Begitu juga dengan dia.
Bukan hal aneh lagi kalau ada yang menanyakan status hubungan mereka berdua.
Itu juga yang buat Jihan Farrel Kalandra langsung tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Alvaro.
“Jadi, kita di sini tinggal jagain Kak Vanilla? Padahal, gue mau kenalan sama dia. Kali aja, dia lebih waras dari lo dan Dreamies, cape lihat kegilaan kalian,” ucap Alvaro sambil mengambil salah satu buku di jejeran rak terdekat. Siapapun kalau melihat itu, tentu saja telah mengetahui kalau Alvaro hanya mengambil secara acak.
Sedangkan Farrel, anak itu mengambil satu buku kumpulan pantun yang telah usang. Tidak ada alasan lebih baik dari buku itu yang terlihat lebih tipis dari buku lainnya dan berukuran lebih kecil. Lalu, mereka duduk di meja yang kosong di bagian atas dan memastikan Vanilla tidak dilabrak oleh siapapun yang mencurigakan.
Karena pada dasarnya, Jihan Farrel Kalandra nyaris mengenal seluruh siswa SMA Harapan Kalandra meskipun dia merupakan anak kelas sepuluh.
Ya mau bagaimana, dia adalah orang yang paling sering bolos dengan jalur bagus-bagus selama ini. Marcus paling sering memintanya untuk memata-matai mereka yang diduga berbuat kriminal di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Fanfiction"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...