🍁 41 | Persetujuan

41 1 0
                                    

Dua minggu setelah seluruh tim inti OSIS bekerja sama dengan rekan mereka yang lainnya, mereka bisa menyebarkan surat izin Healthy Cozy 2 kepada seluruh siswa SMA. Revan dan Akarsana kebagian membagi untuk seluruh anak kelas dua belas, Jason dan Rangga untuk kelas sebelas, Paula dan Selena--sebagai anggota seksi kebugaran jasmani--mengatur pembagian kelas sepuluh.

Tidak bisa diabaikan, kalau Revan merasa ikatan tali yang mencekik tubuhnya dari kemarin itu terlepas ketika mendengar sorak sorai bahagia untuk penghuni kelas XII IPA 1. Apalagi saat tim Jason pergi ke Brastagi untuk melihat lingkungan sebagai spot liburan mereka di hari yang sama Revan dan teman-temannya pergi ke Mickie Holiday.

"Sumpah, ya, tangan kanan bos-nya pengen gue tonjok. Nyebelin banget jadi orang."

"Biarin saja orang itu. Yang penting, kita berhasil lihat tempatnya."

"Iya, sih, Kak. Cuma geram saja gitu lihat tangan kanan bos, bosnya saja baik banget."

"Gue sudah hitung semuanya, budget awal dikurangi dengan segala perlengkapan, subsidi makanan, dan sewa bus, masih bisa menyewa tempat itu. Gue cuma laporan ke kalian, sisanya kalian bisa ngatur."

Itu ucapan Akarsana saat satu hari kemudian, Revan mengadakan rapat untuk menentukan lokasi kegiatan. Memang tidak salah, dia mengangkat sahabatnya itu menjadi bendahara OSIS, lihat saja seberapa penuh hitungannya dia. Kalau Revan boleh jujur, sikap penuh perhitungan Akarsana tidak jauh tipis dengan pengertian dari kata pelit.

Di satu sisi yang lain di waktu yang bersamaan, Vanilla mengulum bibir bawahnya yang terasa kering karena melihat surat edaran di tangannya. Matanya melirik kedua sahabatnya yang sudah cekikikan.

"Om nggak bakalan ngizinin?" tanya Cassandra yang lebih dulu peka melihat suasana mendung temannya. Sedangkan, Alessandra langsung pindah dan duduk di samping Vanilla.

Ya, sejujurnya memang tempatnya di samping Vanilla. Dia hanya pindah ke belakang sesaat karena tempat duduk di samping Cassandra tidak ada pemilik.

"Gue bakalan coba bujuk Papa lagi."

Alessandra mengedikkan bahunya acuh, "Kalau nggak dikasih, nggak masalah. Toh, gue sama Cassie buat plan B. Kalau lo nggak dikasih izin, kita bertiga road trip to Siantar."

"Kemarin sudah ke Binjai."

"Nggak perlu segitunya, lo berdua kalau mau pergi ke acara ini. Nggak apa-apa, kok. Sesekali di rumah saja."

Cassandra menggeleng kepalanya, tidak setuju dengan statement Vanilla, "Ngapain berdua sama dia ke sana? You know it well. Sekalipun lo maunya cuma di rumah, we will do it, too. Together. Kenangan bertiga itu lebih baik. Kalaupun berdua ke sana, nggak akan ada yang spesial."

Dan, kalimat itu membuat Vanilla menerbitkan senyumannya. Cassandra dan Alessandra, dua-duanya memiliki kepribadian yang berbeda. Namun, mereka sama-sama sepemikiran untuk tetap saling merengkuh satu sama lain bersamanya.

"Vanie, ayo," kata Revan dari dalam mobilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Vanie, ayo," kata Revan dari dalam mobilnya. Vanilla hanya mengangguk. Karena, memang Ketua OSIS itu sudah mengatakannya sebelum pulang. Jadi, tidak heran lagi.

Yang mengherankan adalah, pemuda itu tidak langsung pulang melainkan ikut ke dalam rumah dan menonton siaran televisi bersama sang wanita paruh baya. Sesekali tertawa karena guyonan mereka. Vanilla sudah berganti baju menjadi lebih nyaman dipakai untuk rumahan, tidak ada yang lebih baik dari blouse yang kebesaran dan panjang.

Karena masih ada Revan di sini, Vanilla memakai shorts hitam. Anak perempuan itu langsung turun ketika mendengar suara deru mobil dari kamarnya, membuka pintu rumah dan memeluk sang pengendara, "Papa!"

"Iya, cantik." Brian membalas dengan pelukan singkat.

"Abang nggak dipeluk, nih? Ya sudah, martabak sama mi acehnya nanti Abang bagi dua sama Kakak saja."

Tanpa ada balasan verbal, Vanilla memeluk singkat--sangat singkat--kakak pertamanya dan menjarah kantung makanan Jovan, membawanya ke dapur mengabaikan Revan yang sudah tersenyum melihat sisi lain Vanilla dan Ibunya di sofa.

"Kok bisa bareng pulang, Pa? Abang minta jemput, ya?"

"Nggak, kok. Tadi Abang mampir ke perusahaan Papa, tahu-tahu Papa juga mau pulang. Ya sudah barengan," kata Jovan yang menyela sesekali matanya melirik ke arah Revan.

"Ini, Pa. Revan mau ngomong sama Papa katanya."

Brian mengangguk dan duduk di single sofa, sedangkan Brian pamit ke dapur. Katanya mau ngerusuh bareng Vanilla, membuat Elina pusing dengan tingkah si sulung dan si bungsu yang kadang bisa bagaikan partner in crime. Namun, bisa juga mirip kerusuhan Squidward dan Spongebob.

"Mau ngomong apa, Nak Revan?"

"Gini, Om. Tiap tahun sekolah menyelenggarakan semacam kegiatan outbond gitu, Vanilla juga dapat, kok, Om surat izinnya." Revan menyerahkan selembar surat izin yang ada di tas sekolahnya kepada pria tersebut.

"Tiga hari dua malam? Trus, kenapa?"

Sadar kalau Papanya Vanilla memberikan tatapan tidak setuju, Revan kembali berucap.

"Om, aku tahu dari Vanilla, kalau Om tidak pernah mengizinkan Vanilla ikut kegiatan seperti ini. Alasannya mungkin Om khawatir Vanilla akan terluka atau tidak pintar menjaga diri," kata Revan dengan tenang. "Pihak sekolah mungkin tidak bisa menjaminkan kondisi Vanilla. Cuma, aku sendiri yang akan menjamin, Vanilla akan kembali dengan selamat sama seperti Om melihatnya terakhir kali."

"Jadi, tolong pikirkan kembali keputusan Om untuk Vanilla. Gadis itu ingin sekali datang ke kegiatan tahun ini. Namun, tidak berani mengatakannya kepada Om, dia terlalu menghargai keputusan Om dan Tante selama ini."

Brian dan Elina pun hanya saling menatap satu sama lain, berbeda dengan Revan yang masih percaya dengan perkataannya sendiri.

"Adek serius mau ke sana?" tanya Jovan yang mendengar pembicaraan di ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Adek serius mau ke sana?" tanya Jovan yang mendengar pembicaraan di ruang tamu. Vanilla membeku dengan sepotong martabak coklat di tangannya belum tersentuh sama sekali.

"Dek, kalau mau ke sana, Abang izinin. Masalah si Lian, itu Abang yang atur. Lagipula, Adek juga sudah besar, bisa menjaga diri."

"Kalau ditanya mau ke sana, Adek tentu mau. Lagipula, siapa yang bakalan nolak sih? Cuma, Papa nggak bakalan setuju. Nggak apa-apa kok, Bang. Si kembar juga bakalan ngajak ke Siantar kalau nggak bisa ikut kegiatan sekolah."

"Kalau begitu, aku pamit pulang dulu, ya, Om, Tante."

Samar-samar terdengar suara Revan dari depan, membuat Vanilla langsung bangkit dari tempat duduknya, "Bang, bentar. Mi acehnya jangan dihabisin." Lalu, anak itu langsung berlari ke luar rumah.

"Revan!" pekik Vanilla yang menutup pintu rumah dan melihat Revan yang hendak membuka pintu mobilnya. Namun, tertahan. Gadis itu duluan menghampirinya dengan napas yang tersengal-sengal.

"Lo ... lo kenapa ngelakuin ini?" tanya Vanilla yang melihat Revan penuh binar. "Kenapa lo ngomong ke Papa tentang ini?"

Tidak ada balasan dari laki-laki itu membuat suasana di luar rumah menjadi sangat hening, tanpa suara dan ditemani dengan langit sore yang masih cerah.

"Karena, lo punya hak untuk ke sana bareng teman-teman lo," kata Revan yang membuat Vanilla tertegun, beruntung martabak di tangannya tidak jatuh dengan mubazir.

"Lo nggak perlu takut ngomong ke Om sama Tante tentang pemikiran lo yang mungkin berbeda sama mereka. They need to know you more, too, Vanilla. It isn't just about you need to know them."

Perkataan Revan mungkin terdengar simpel. Namun, itu cukup membuat Vanilla sadar kalau selama ini suaranya tidak pernah didengar. Karena, dia tidak membiarkan suaranya keluar.

"Lo kalau ikutan, gue bakalan jagain lo dan mulangin lo ke Om dan Tante dengan kondisi sehat."

Kalau sudah begini, tidak mungkin Vanilla tidak melebur karena tatapan tajam serta omongan Revan yang berbeda dari sisi kekanakannya.

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Halo, senang bisa update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo, senang bisa update

See ya

Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang