🍁 40 | Night To Remember

41 0 0
                                    

"Dek, sini, duduk sama Kakak saja," kata Areliano yang langsung menarik lengan adik perempuannya untuk duduk sejajar dengannya, sedangkan si sulung diapit oleh kedua orang tua mereka.

"Padahal, mau duduk sama Papa," jawab Vanilla yang menyendu,menghasilkan tatapan tajam dari Areliano yang tidak pernah suka ditinggal sendirian. "jarang-jarang Papa bawa ke sini soalnya."

Daritadi Vanilla tidak bisa mengontrol matanya yang jelalatan, melihat sekitar yang ditargetkan mengeluarkan duit yang mungkin setara dengan uang sekolah gadis itu dua bulan.

"Mau foto, ya, Dek? Kak, bawain Adek foto, gih," kata sang Ibunda yang sedaritadi diam. Areliano langsung menggandeng tangan sang adik untuk mengambil latar foto yang sempurna.

Jovan yang daritadi hanya diam melihat kelakuan dua adiknya mengingatkan dirinya ke masa lalu. Areliano yang mudah sekali merajuk dan menangis kuat kalau tidak terpenuhi keinginannya sedangkan Vanilla yang doyan mengacau ruangan kedua kakaknya, seperti mencoret seluruh kertas dan bagian dinding yang dia temui

"Rasanya baru kemarin Abang lari-larian di sekolah untuk menyeret Lian pulang. Tahu-tahu sudah besar saja dan bisa diandalin sekarang," celetuk Jovan tanpa sadar mengenang masa sekolahnya.

"Abang juga sama. Rasanya baru semalam, Papa sama Mama terharu melihatmu berjalan pertama kali, berbicara pertama kali. Tahu-tahu sudah besar dan menjadi kebanggaan Papa sejak Abang lahir," ucap Brian sebagai balasan. Kedua manik pria paruh baya itu seakan tidak rela melihat pertumbuhan ketiga anaknya yang terasa semakin cepat.

Jovan memberikan pelukan kepada sang kepala keluarga. Sama seperti orangtuanya, Jovan juga bangga dan ingin memamerkan seberapa keren orang tuanya.

"Keluarganya Revan nggak diundang, Ma?"

"Nggak. Kan, ini acara anaknya Mama dengan keluarga," jawab Elina yang memakai gaun merah dengan potongan sejajar lutut dan hiasan bunga di samping bahu kanannya. "padahal, Mama juga terkejut melihat Revan datang bareng Adek."

"Iya. Kirain Adek nggak jadi datang, karena Kakak nggak jemput pikir Papa. Eh, ternyata bareng Nak Revan," sahut Brian yang memikirkan perkataan sang istri tadi saat di universitas.

Vanilla kembali dengan mata yang melengkung bahagia. Dia sudah tampil cantik hari ini dengan dress putih di atas lutut dan berlengan panjang. Sungguh sia-sia kalau tidak diabadikan.

"Gimana? Adek cantik, kan?" tanya Vanilla seraya memamerkan fotonya.

"Cantik. Anak cantiknya Mama nggak pernah jelek," jawab Elina yang membuat si bungsu tersenyum manis.

"Oh, jelas. Yang foto, kan, Kakak," sombong Areliano.

"Oh, ya, Dek, tadi, kok bisa sama Revan? Memangnya dia nggak sekolah?" tanya Brian yang masih kepikiran kejadian mendadak tadi siang.

"Kalau itu, karena begini ...,"

Vanilla kaget melihat sebuah mobil terpasang rapi di depan matanya dan semakin membulat kaget ketika Revan pengemudinya, "Lo, kok bisa keluar? Kan masih ada rapat, kata Akarsana tadi."

"Masuk cepat. Abang lo ntar keburu keluar kampus."

Gadis itu yang tengah kebingungan, nurut masuk ke dalam. Revan segera keluar dari area sekolah dengan aman.

"Lo, kok tahu?" tanya Vanilla yang penasaran.

"Kampusnya dimana?" Revan mengabaikan pertanyaan gadis di sampingnya.

"UPH."

"Lo bawa hadiah, nggak?"

"Astaga! Bego, gue lupa."

Revan mengangguk paham, "Ya sudah, ntar mampir beli."

"Keburu nggak, sih?"

"Harusnya sih, keburu. Lagipula, lo mending chat Abang lo masih di kampus apa sudah keluar?" tanya pemuda itu yang berhenti di depan papan lampu merah yang menyala terang. Vanilla mengangguk dan segera melaksanakan perkataan Ketua OSIS tersebut.

"Jadi, Adek sendiri juga nggak tahu kenapa dia bisa jemput ke sana?" tanya Jovanka setelah adiknya menceritakan kejadian sebelum ke kampusnya.

Vanilla mengangguk, "Revan bilang itu nggak penting. Pentingnya Adek bisa sampai ke kampusnya Abang. Makanya, dia hanya temanin Adek sampai ketemu kalian. Lalu, dia pamit balik ke sekolah."

Areliano terkekeh kecil, berusaha membangun kembali suasana yang mendadak diam. Sayangnya, hanya belum ada sajian makanan untuk mereka sehingga dia harus berada di suasana secanggung ini.

"Dia ada urusan di luar juga mungkin. Makanya, dia sekalian ngantar Adek ke sini. Sudah, nggak perlu pusing-pusing mikirinnya," balas Areliano yang akhirnya membangun kembali suasana.

"Benar, tuh kata Kakak. Sudah, yang penting Adek tadi bisa datang."

Namun, tidak untuk seseorang yang sekarang pemikirannya bercabang, merasa tidak yakin dengan alasan Areliano.

"Abang, kok melamun? Ayo, sini, foto dulu. Lima, empat, tiga ...,"

"Cheese!"

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Aku spill dulu deh, kemungkinan ini revisinya bisa sampai 60+ chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku spill dulu deh, kemungkinan ini revisinya bisa sampai 60+ chapter

Ini masih 40, so masih panjang sih perjalanan

See ya ^^

See ya ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang