Revan diam-diam melirik kaca spion motornya, memastikan kalau anak gadis yang diboncengnya di belakang masih ada di sana dan dalam keadaan baik-baik saja seperti dia bertemu di area lobby.
"Evan, kita ke mana?"
Ya, hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu.
"McD," jawabnya dibalik helm dengan kaca yang dibuka menampilkan sepasang matanya yang setia melihat kondisi jalan.
"Ke Merdeka Walk, Evan.Gue mau ke sana."
Ketua OSIS itu tidak menjawab. Lagipula, memangnya dia bisa menolak permintaan Vanilla di situasi yang seperti ini?
Lima belas menit berlalu dan Revan sukses memarkirkan motornya di barisan motor di luar Merdeka Square itu, membantu anak gadis itu membuka helm di kepalanya serta menyimpannya dengan aman bersama dengan helmnya sendiri."Pengen burger. Yang manapun jadi," kata Vanilla setelah masuk ke dalam restoran cepat saji tersebut. Revan menutup kembali pintunya dan senyum tipis.
"Lo cari tempat duduk, gue pesenin. Soalnya, gue mau tanya tentang lo lagi. Kali ini yang serius, Vanilla."
Harusnya anak bungsu Huang itu mengerti. Kalau seorang Revan Dimas Ivander tidak pernah memanggilnya dengan nada seserius itu.
Seriusnya anak remaja itu menyangkut dengan Mona yang mungkin tengah sibuk menjadi DJ radio sekolah sesuai dengan perkataan Jihan.
"Akarsana mau report kasus lo sama Mona," kata remaja laki-laki itu lima detik yang lalu setelah Vanilla menyuapi dirinya sendiri dengan makanan cepat saji berlemak itu.
Beruntung dia tidak tersedak makanan atau mengalami kejadian memalukan lainnya.
"Gue bakalan usut tuntas. Kalau lo nggak bersalah, gue bakalan belain lo apapun yang terjadi. Ini bukan ketiga kalinya gue tahu kasus lo dengan Mona. Saat bule Korea kesasar itu duduk sama lo, dia dan genk-nya ngedeketin lo juga, kan?"
Vanilla langsung bersuara dengan gagap, "Tapi, mereka nggak ada mukul gue sama sekali."
"Suara mereka yang seperti sok jagoan itu sudah cukup menjadi buktinya, Vanilla Fransisca Huang." Revan langsung menyela dengan tegas. "Si bule itu ngerekam seluruh percakapan kalian berdua."
"Evan ...," katanya dengan lirih.
Sungguh, gadis itu baik-baik saja. Dia bisa ngelawan mereka. Kejadian tadi saat istirahat tidak bisa melukainya sama sekali. Karena, Cassandra sempat mencengkram pergelangan tangan Mona saat sang anggota DJ radio itu ingin menamparnya.
Selebihnya, Akarsana langsung melerai dengan mengancam Mona untuk dicabut dari organisasi apapun dan akan membawa namanya ke dalam death note untuk dipantau.
"Gue nggak minta persetujuan lo, Vanilla. Gue kasih info ke lo supaya lo bisa bekerja sama dengan pengurus inti OSIS untuk kasus ini," kata Revan lagi. "Kalau ada kasus lain lagi tentang seperti ini. Ini sama saja berarti jabatan gue sebagai Ketua OSIS nggak ada gunanya."
Vanilla menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. Tangannya langsung menarik minuman bersoda itu dan menggigit area sedotan sebagai pengganti bibirnya sendiri.
"Evan ...," kata Vanilla yang masih sama ragunya.
Revan memberikan tatapannya setenang mungkin walaupun, Vanilla peka dengan kondisi Revan yang jauh dari kata tenang dan damai sekarang. Ini bukan hanya menyangkut dengan tanggung jawabnya kepada pria yang menjadi kepala keluarga Huang.
Ini menyangkut tanggung jawabnya sebagai Ketua OSIS.
Dari yang Vanilla tangkap saat Ibunda Revan datang saat itu, dia tahu kalau putra tunggal keluarga Ivander selalu memiliki tanggung jawab yang besar dengan apa yang dipilihnya dan yang terjadi dalam seluruh hidupnya.
"Gue bakalan bekerja sama dengan lo."
Vanilla langsung menghembuskan napasnya. Berharap kalau keputusannya benar.
Karena, memang pada awalnya, Vanilla tidak mau lagi melihat Revan kacau di dalam seperti ini dalam tampilan rapi di luar.
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Fiksi Penggemar"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...