🍁 43 | Dawn Road

37 1 0
                                    

Maret, Medan

"Eh, Om, Tante, pagi," sapa Revan yang berhenti di depan pagar rumah Vanilla yang sudah menyala terang meskipun kalau di luar rumah hanya bisa melihat dibantu lampu jalan.

"Nak Revan, jemput Vanilla, ya?" tanya Elina selaku orang yang membuka pintu ketika mendengar deru mobil berhenti di depan rumahnya. Sedangkan, Brian langsung keluar membuka pagar, "Parkir di dalam, Nak Revan."

"Nggak apa-apa, Om. Aku nunggu di sini saja."

"Masih lama. Vanilla masih sibuk diatas, masuk dulu. Sudah sarapan?" Elina ikut keluar dan menarik tangan anak dari sahabatnya untuk masuk ke rumahnya.

Revan mengangguk sebagai jawaban, "Sempat minum susu sama roti dari rumah."

"Ya sudah. Sebentar, ya, Tante ke atas dulu, panggil Vanilla supaya lebih cepat." Wanita itu melepaskan celemek yang masih menyangkut di badannya. Berjalan cepat menaiki tangga dan terdengar teriakan pelan, "Dek, sudah belum? Itu Revan sudah nungguin."

"Bentar, Ma. Shampoo yang Adek minta sama Kakak nggak ketemu."

Suara Vanilla yang berusaha pelan supaya tidak mengganggu jam tidur kedua Kakaknya itupun mengundang kekehan kecil Revan. Brian sudah kembali ke taman belakang rumah untuk menyiram tanaman kesayangannya.

"Buka pintunya, Dek. Kemarin Mama sudah masukin ke dalam tas, kan? Adek keluarin lagi, ya?"

Suara pintu derit yang terbuka menjadi drama kecil untuk paginya mereka. Elina masuk ke dalam dan tidak lagi terdengar suara yang mirip teriakan.

Adek? How cute, batin Revan yang menunggu di sofa sembari memainkan ponselnya sesekali membalas chat dari Dreamers ataupun anggota OSIS lainnya.

Jason Ketua Jasmani OSIS (3)
[Belum ada orang di sini]
4.05

Bang Marc (10)
[Lo di mana sih, anak setan?]
5.15

Dreamers (99+)
[Jihan : Bang Revan? Palingan nyangkut di rumah doi]
5.14

"Evan? Lho? Gue kira sama yang lain juga." Vanilla turun dari tangga dengan sebuah tas besar di belakang punggungnya.

Revan menggeleng, dengan sigap dia mengambil alih tas tersebut meletakkannya di sofa ,melabeli benda itu untuk diangkut ke mobil, "Nggak, gue sendiri. Yang lain Bang Marc yang jemputin, kata mereka Bang Marc lebih jago bangunin anak orang."

"Kita langsung ke sekolah?"

"Kalau lo mau mampir nyari makan juga nggak masalah. Gue tadi baru habis dapat info baru kalau ban mobilnya Bang Marc bocor. Sepagi ini mana ada tambal ban," kata Revan lagi.

Vanilla langsung mengangguk, dia memasuki area dapur dan duduk di meja makan, "Gue makan dulu, ya."

"Okay, santai aja."

Revan membawa mobilnya keluar dari komplek perumahan Vanilla setelah mengepak seluruh bawaan gadis tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revan membawa mobilnya keluar dari komplek perumahan Vanilla setelah mengepak seluruh bawaan gadis tersebut. Tidak banyak, hanya sebuah tas punggung besar dan penuh, sekantong plastik berisi jajanannya, "McD?"

"Pengen tapi, kata Mama sama Kak Lian, gue gendutan. Jadi, nggak berani makan junk food."

"It's okay. Lagipula, lo begini-begini doang. Gue yang makan semuanya kalau lo sudah kenyang."

Vanilla tercengir lebar, senang karena Revan malah berkata sebaliknya. Penampilannya yang sederhana celana jeans pendek, baju kaus putih polos dimasukkan ke dalam celana itu dan outer rajut berwarna nude. Kaus kaki putih panjang menutupi setengah betis yang ditutup dengan sepatu bertali warna biru langit.

Tangannya bertepuk tangan pelan ketika Revan berhenti di depan McD dan keluar dengan fries, omelette, burger kesukaan mereka berdua. Langsung saja, perjalanan ke sekolah masih panjang, Vanilla mencomot satu kentang goreng dan memasukkannya ke mulut setelah dicocol ke saus. Puas dengan keinginannya, Vanilla mengambil satu dan menyodorkannya di depan bibir Revan.

"Tangan lo sibuk nyetir aja gih. Gue juga nggak bisa habisin semuanya." Vanilla berucap cuek.

Revan tersenyum tipis dan memakan kentang goreng tersebut dari tangan Vanilla. Alunan lagu Perfect dari Ed Sheeran menemani subuhnya mereka dengan sempurna.

Butuh waktu setengah jam karena Vanilla tidak ingin cepat-cepat sampai ke sekolah dan meminta Revan keliling ke daerah Medan yang lain. Pemuda itu mematikan mobilnya, bersiap-siap untuk kembali mengatur acara.

"Eh! Evan!" pekik Vanilla dari dalam mobil.
Laki-laki itu berbalik, membiarkan pintu mobilnya terbuka lebar.

"Omelettenya habisin. Nanggung, ntar gue yang buang. Aaa," kata Vanilla yang menyuapi gigitan terakhir omelette dan Revan menerimanya tanpa ada paksaan sedikitpun. Gadis itu tersenyum lebar.

"Dah, sana. Jadi Ketos yang baik, gue ngutip dulu sampahnya."

Revan mencabut kunci mobil dan menyerahkannya ke dalam tangan Vanilla, "Kuncinya sama lo. Simpan aja, ntar baru balikin. Itu Bang Marc ngamuk kayanya."

Ketua OSIS itu melangkah dengan pontang-panting untuk mendekati bus pariwisata dan ikut menyelesaikan masalah, Vanilla melihatnya dari kaca mobil. Meninggalkan Vanilla yang terkekeh pelan--melihat Revan yang dijitak oleh Marcus--seraya mengutip sisa bungkusan.

Satu hal yang Vanilla Fransisca Huang ketahui ... kalau ini akan menjadi pengalaman yang berarti dalam hidupnya.

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Hehe, aku baru bisa update, seharusnya kemarin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hehe, aku baru bisa update, seharusnya kemarin.

See ya ^^

Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang