"Lo sebenarnya ngejaga base apa ngejaga tiga malaikat?"
Rangga muncul setelah memandu satu kelompok yang berisi adik kelas cewe yang dia sendiri juga tahu kalau ingin menarik perhatiannya. Sayangnya, selama ini juga dia hanya tertarik dengan satu orang dari ketiganya.
"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, Ga," jawab Revan yang duduk di bangku panjang sambil memanggang ikan dengan Vanilla yang tengah menyanyi random di sampingnya.
"Hua toti hopepeng maling king kong sorono kong keng mano moleng map holong pong peng ngong ngeng ngong ngeng en shi wi che~"
Ya sudah, sekarep orang cantik saja.
Percayalah, dia itu diracuni oleh Areliano yang dengan kurang ajarnya membuka lagu itu dua puluh empat jam penuh.
"Mereka ke sini memang pada mau ke hutan kali, Van. Lo nggak perlu posesif kek gitu. Gue bawa mereka ke dalam, cuma lima belas menit, gimana? Lebih dari itu lo bisa pakai microphone panggil kita untuk balik."
Revan melihat Vanilla, bukannya bersikap posesif padahal bukan siapa-siapa. Namun, Mona yang hadir juga cukup membuatnya berpikir terlalu jauh. Bisa saja gadis itu merencanakan sesuatu yang tidak dipikirkan olehnya.
"Lo pastiin bawa balik mereka tanpa luka, okay? Gue bisa ditumbuk Kak Lian kalau memang adiknya lecet-lecet."
Tapi, dia juga tidak mungkin membiarkan mereka duduk diam di sini sementara yang lainnya bersenang-senang. Kembar Andra memang ingin menemani Vanilla di base kalau memang tidak bisa diizinkan ke sana. Tanpa diduga, Vanilla tersenyum manis bagaikan permen kapas.
Dia langsung berdiri, menepuk celana panjangnya yang dirasa kotor. "Janji lima belas menit bakalan balik dengan keadaan tanpa luka, Evan." Gadis itu bersuara dengan riang.
Revan berdesir hangat, sepertinya tidak salah dia membiarkannya ke sana. Kalau dia tidak perlu menjaga di sini, sudah daritadi dia mengajak gadis yang belakangan ini menjadi dekat dengannya masuk ke hutan alam itu. Mau berapa jam pun, tidak menjadi masalah.
"Heum, hati-hati," balas Revan dengan mata yang sorot teduh, masih melihat Vanilla yang digandeng oleh Alessandra untuk segera jalan-jalan. Lalu, mengangkat ikan panggangnya yang telah matang.
"Jason, sini. Daripada duduk di sana cem orang galau, kita makan ikan aja."Malam hari
Brastagi
"Lo mau ikan apa ayam?" tanya Cassandra setelah mengganti bajunya menjadi pakaian yang lebih hangat, motif pastel yang sama seperti kembaran dan sahabatnya. "Keknya mereka sudah selesai panggangnya, Vanie," sambungnya lagi.
"Ayam, bagian paha, ya," kata Vanilla yang masih mengemil biskuit rasa coklat. Dia orang yang terakhir membersihkan diri dari ketiganya.
"Ya sudah, lo tunggu di sini. Gue mau ambil lauknya dulu. Less, lo mau kemana, woi? Dilarang masuk hutan tahu," seru si sulung yang melihat tingkah kembarannya. Menariknya adalah Vanilla juga ikut menyembulkan kepalanya sambil melihat sahabatnya satu itu.
"Nggak ke sana. Sandal gue lepas tadi, gue mau tanya ada jagung bakar sama mereka," kata Alessandra yang langsung mengerutkan dahi ketika teman sekelas mereka berjalan ke arah tenda mereka dengan dua piring penuh.
Akarsana meletakkan dua piring tersebut di dalam tenda mereka tanpa berniat untuk masuk, berjongkok untuk bisa membisiki mereka sesuatu, "Kata Revan, untuk kalian. Dia nggak bisa bawain, masih sibuk ngatur jadwal besok bareng Bang Marc sama Miss Mina. Lo pada makannya di sini saja." Lalu, langsung kembali ke tempat perapian dengan anggota OSIS yang lainnya.
"Van, lo kalau keluar jalan sama Revan juga diginiin?" tanya Alessandra sambil melepas sandalnya, menelusup ke dalam tenda bersama kembarannya. Lalu, mengunci tenda dengan ziplock yang disediakan.
Vanilla mengambil paha ayam panggang, meletakkannya di piring plastik yang diambilnya berlebih, "Diginiin gimana?"
"Ya kayak gini. Lo tinggal duduk diam, Revan yang bawain makanannya."
"Lebih tepatnya, gue nyari tempat duduk, Evan yang baris ambil makanan," kilah Vanilla yang tidak ingin membuat kedua teman dekatnya ini berpikiran tidak-tidak.
"Lo nggak deg-degan gitu?" tanya si bungsu tersebut yang membuka mulutnya ketika Cassandra memberikan daging ayam yang telah disuwir.
"Gue deg-degan," jawab Vanilla yang menggantung sebenarnya. Lalu, melanjutkan, "Itu tandanya gue masih hidup."
Alessandra langsung lemas.
"Lagian lo juga aneh banget. Itu tuh pembagian tahu. Kak Lian sama Bang Danish biasanya juga gitu, nggak ada yang aneh juga."
Si bungsu kembaran Cassandra itu masih tidak mau kalah, masih berucap, "Ya, mereka kan Abang lo, Van. Ya kali, lo baper sama Abang lo sendiri. Ini, kan, seorang Revan. Masa lo nggak baper, sih?"
"Nggak, tuh. Biasa aja." Vanilla berucap tenang, sejujurnya itu menyebalkan. "Lo yang nggak biasa. Duduk, makan aja lah."
"Ah! Lo nggak seru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Fanfic"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...