🍁 17 | Night Drive

586 66 0
                                    

Aku kan udah janji tiap hari.

Jadi, hari ini aku double up

“Dek,” Vanilla berdehem sebagai jawaban, dia tengah bermain ponsel di ruang keluarga sendirian saat mentari terbenam dan berganti dengan kanvas hitam tanpa taburan hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Dek,”

Vanilla berdehem sebagai jawaban, dia tengah bermain ponsel di ruang keluarga sendirian saat mentari terbenam dan berganti dengan kanvas hitam tanpa taburan hari ini. Televisi yang menampilkan layar hitam hanya menjadi pajangan.

“Si Jake kampret itu.” Geram pemuda yang menjadi kakak laki-laki tertuanya itu membuat gadis tersebut langsung membeku, sedikit melemparkan ponselnya ke sebelah dan langsung berbalik ke belakang melihat Areliano yang memandangnya dengan tajam.

Anak bungsu itu ingin sekali mengutuk Revan yang ternyata membocorkan kejadian tersebut. Tetapi, tertahan setelah mendengar sambungan Arelino.

“Bang Danish yang kasih tahu, Adek nggak sadar kalau Abang singgah di minimarket depan siang tadi,” kata Areliano yang membuat Vanilla meneguk ludahnya kasar. Masalahnya akan semakin rumit.

Vanilla memilih untuk tetap diam dan tidak ingin membalas, dia hanya tidak mau besok Jake sungguh dideportasi menghadap Sang Pencipta karena ucapannya. Pemuda yang menjalani dunia perkuliahannya yang semakin membuatnya stress nyaris depresi menghela napas.

“Ayo.” Ajaknya yang berjalan ke arah rak sepatu, mengambil sandal jepit. Lalu, mengambil flat shoes adiknya. Berbeda dengan Vanilla yang menatap kakaknya dengan kebingungan.

Areliano tersenyum tipis, “Kita night drive, Xiao Bao.”

Vanilla mengembangkan senyumnya, langsung merampas ponsel dan mengikuti jejak kakaknya untuk keluar jalan-jalan. Panggilan sayang “Little Dumplings” dari kakaknya itu tidak dipedulikan, biasanya dia akan mengamuk karena menganggap dirinya sudah besar untuk panggilan tersebut.

“Leggo!” perintah Vanilla ketika sudah siap di sebelah Areliano di dalam mobil silver milik pemuda tersebut. Satu hal yang dipikirkan anak bungsu itu, kakak keduanya mempunyai sebuah mobil dan lebih suka memakai motor untuk ke kampus. Saat Vanilla bertanya untuk alasannya, “Supaya merakyat.”

Dasar absurd.

Mobil silver ini hanya dibawa keluar ketika hal yang penting dan memerlukan banyak orang. Seperti, saat Vanilla sekarang ini. Gadis itu sudah bete sejak kepulangan sekolah bertemu dengan Jake, Areliano yang memang seperti punya tanggung jawab untuk membangun kembali mood anak bungsu itu kelampau peka dengan seluruh pergerakan dan kalimat anak perempuan tunggal di rumah tersebut.

“Mau ke mana, Kak?” tanya Vanilla saat meninggalkan komplek perumahan.

“Adek mau ke mana? Kak Lian cuma jadi supir malam ini,” kata Areliano yang berhasil membawa senyuman lebar di wajah adik perempuannya.

Perbedaan umur mereka yang tidak begitu jauh, membuat kedua sering menghabiskan waktu bersama. Bukan berarti Vanilla tidak dekat dengan Jovan juga. Tetapi, saat Jovan sedang sibuk dengan persiapan ujian dan dunia lainnya, Vanilla lebih sering menganggu Areliano. Hubungan antara Vanilla dan Areliano itu seperti ada ikatan spesial di antara mereka.

“Kalau gitu, Xiao Bao mau drive thru burger, ice cream, French fries, dan bubble tea. Boleh?” tanya Vanilla yang menatap Areliano yang sedang memutar kemudi ke arah perjalanan yang lebih dekat untuk mendapatkan keinginannya.

Gadis tersebut memilih mengacak adul media player yang terpasang di mobil tersebut, menyambungkan ke ponsel dan memainkan lagu Shawn Mendes berjudul Imagination. Lagipula, tidak akan yang berani memarahinya.

“Kak, itu tangannya awas saja kalau Adek lihat luka-luka lagi kek kemarin itu. Kasih tahu ke Abang juga. Sempat saja kalau tangannya pada luka-luka, Adek diemin sebulan,” kata Vanilla yang menyumbangkan ekspresi galaknya di wajah. Walaupun, Areliano akan tertawa karena wajah galak itu terlihat lucu dengan bibirnya yang maju selangkah ke depan.

Areliano mengulum bibirnya sendiri ke dalam, dia tidak mau lengannya berbekas lima jari dari adiknya ini, “Nggak janji. Soalnya, Bang Danish tadi izin keluar.”

“Kak!”

Vanilla langsung mendial nomor yang tersimpan di dalam ponsel Areliano, menghubungi sang kakak tertua dengan mata yang melihat supir sedang tersenyum biasa saja. “Bang Danish,” kata Vanilla yang memelankan suaranya. Walaupun, galak cuek begini dia tetap menyegani Jovan seperti yang dikatakan.

“Apa, Dek?”

“Abang di mana?”

“Masih di beastro, sih. Ngumpul sama temen. Mau Abang bawa pulang martabak di sini nggak? Tadi Abang pesan martabaknya, enak, sih. Bubble tea-nya juga enak.”

Vanilla mengerutkan dahinya, dia berusaha untuk mempercayai abangnya karena dia tahu Jovan tidaklah pernah menipunya sama sekali, “Terserah Abang aja. Tapi, ini Adek lagi di jalan.”

Suara ketawa terdengar pelan dan terlihat semakin sunyi dari keramaian, Vanilla menerka kalau bisa jadi Jovan menyingkirkan dirinya dari kerumunan untuk berbicara dengan adiknya. “Tahu, kok. Si Lian tadi ada kasih tahu Abang. Karena, Jake bangsat itu, kan?” tanya Jovan yang to the point, pemuda itu tersenyum lebih lebar saat merasakan adiknya terdiam seketika.

Sesuai dengan tebakannya.

“Iya, tadinya Abang juga mau ikut night drive, temani Adek. Tapi, ternyata ada acara kumpul sekalian bahas tentang siding nanti. Jadinya, Abang nggak bisa ikut. Si brengsek satu itu Abang juga nggak tahu lokasinya di mana. Lagian, tadi, kan ada Revan. Abang lihat, kok, si curut tak beradab itu nggak sentuh Adek sama sekali.”

“Revan ternyata menjalankan titah Papa dengan baik.”

Vanilla menghembuskan napasnya lega, sepertinya tidak ada di antara mereka yang mengetahui permainan konyol itu tadi. Dia juga tidak tahu kenapa bisa refleks mengatakan hal seperti itu. Alasannya karena, dia tidak mau dipermalukan oleh Lisa saat kebenaran terkuak kalau dia tidak memiliki pasangan dan bisa-bisa dianggap gagal move on di saat satu sisi sebenarnya Vanilla tidak lagi menginginkan hubungan asmara dengan pemuda tersebut.

“Adek tenang saja. Abang sama Lian nggak bakalan lukain diri lagi untuk curut satu itu.”

Vanilla tertegun lalu kemudian tersenyum, “Iya. Adek percaya. Kalau gitu, Adek maunya mi aceh. Ada nggak, Bang?”

“Keknya tadi ada, sih. Tapi, kurang tahu enak apa nggak. Nanti Abang beliin yang langganan biasa aja. Dia buka sampe sebelas malem.”

“Thank you, Koko Danish,” kata Vanilla yang kemudian menggelakkan suara tawa di mobil tersebut. Mereka itu terbiasa menggunakan Bahasa nasional sebagai Bahasa komunikasi mereka. Tapi, bukan berarti mereka tidak bisa berbicara dalam Bahasa daerah. Elina dan Brian selalu mengajari mereka dan digunakan seperlunya.

“Iya, Xiao Bao.”

“Kalau gitu, Adek tutup, ya. Bye, Koko Danish.”

Vanilla menjauhkan ponsel setelah mendapatkan salam pamit dari si sulung keluarga Huang. Gadis itu langsung meletakkan ponselnya kembali ke phone hanger yang disediakan Areliano. Lalu, matanya memcing ke arah pemuda tersebut. “Kak Lian juga. Heran, punya Abang, kok, Sukanya ngajak adu jotos mulu.” Celoteh gadis tersebut kembali.

“Biar merekanya tahu, kalau Adek itu nggak bisa dihina dan direndahkan gitu aja. Adek masih punya Abang, bukan satu, dikasih dua. Gunanya supaya orang-orang yang dekat sama Adek nggak bisa macem-macem ke Adek. Adek rasa kenapa Bang Danish memaksa Papa untuk  dimasukin ke dalam taekwondo? Kakak juga sampai diseret ke sana. Supaya Adek tetap dalam kondisi aman.”

Vanilla tersentuh dengan kalimat Areliano yang tidak bisa dikatakan denga nada lembut itu. Karena, mereka sudah terbiasa bicara dengan seluwes mungkin. Tapi, gadis itu bisa mendapatkan sebuah keseriusan di sana.

“Jadi, Adek nggak perlu takut kalau Abang sama Kakak kalau lukain orang seperti Jake itu. Karena, menurut kami, itu hal mutlak yang harus kami lakukan. Siapa yang mau melihat adeknya ditampar sampai luka oleh orang asing? Jelas dia sedang menantang seberapa jauh Kakak sayang sama Adek. Abang sama Kakak apalagi Mama dan Papa tidak pernah tampar Adek sedikitpun. Berani sekali dia melukai permata kecil keluarga Huang.”

Gadis itu mengangguk paham. Areliano tersenyum dan menghentikan mobilnya di depan loket drive thru, sebelum memesan, dia memilih untuk bicara sepatah kata untuk Vanilla.

“Kalaupun Adek sembunyiin yang begituan, Abang sama Kakak tetap bisa tahu, kok. Jadi, Adek cukup lakuin apapun yang Adek mau.”

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Itu picture diatas saat Jaemin noleh kebelakang dan nampak Jaehyun sama pacarnya di koridor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Itu picture diatas saat Jaemin noleh kebelakang dan nampak Jaehyun sama pacarnya di koridor.

Hehe ^^

Gua keknya kudu bangga dong ya? Gua buat jadwal dari senin lalu sampai akhir bulan dan sudah terjalan dengan baik lima hari.

Biasanya mah, boro-boro lima hari. Tiga hari aja udah males.

Tapi, ini nggak deh.

Aku gak boleh lagi dong, gantungin kalian. Sudah cukup gantunginnya. Sekarang, kita serius.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang