🍁 55 | Nikah, Yuk?

66 1 0
                                        

"Vanie, bangun. Nggak bangun, gue cium lo."

Sesuai dugaan Revan, jelas gadis itu langsung melompat dan duduk diatas kasurnya dengan tatapan horor seakan pemuda itu adalah hantu yang berkeliaran. Berbanding terbalik dengan Revan yang mencuri waktu untuk menikmati pahatan karya Tuhan di depannya ini.

Vanilla yang baru bangun tidur itu terlihat natural, apa adanya. Pakaian tidurnya yang berlengan panjang itu bermotif awan itu pas di tubuhnya, menggemaskan. Rambut yang konon dia dengar dari cewe yang akan berantakan, malahan di matanya terlihat tak kusut dan halus. Memintanya untuk mengusap rambut tersebut juga.

"Lo bukan suami gue, jangan ngadi-ngadi lo. Ancaman lo jelek tahu," gerutu gadis tersebut yang menutupi pinggang ke bawah dengan selimut. Dia memakai celana pendek yang nyaman untuk dibawa tidur. Mana bisa dia turun dengan seperti ini.

"Ya sudah, kita nikah saja."

"Anjir, nggak kayak gitu, monyet. Dah lah, lo keluar sekarang. Gue dah sepenuhnya bangun karena lo."

Eksternal doang marah-marah, nyatanya jantungnya nggak sehat ketika diajak nikah oleh pemuda yang sialnya lebih tampan dengan pakaian kasual nan sporty lebih ini. Rasanya, outfit sport Areliano kalah telak.

Boecin, sih.

"Segera turun, katanya Tante buat nasi goreng untuk lo."

"Iya, bawel."

Sekitar jam sebelas gitu, Revan pamit pulang setelah bermain playstation sampai puas di kamar Areliano dengan pemiliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekitar jam sebelas gitu, Revan pamit pulang setelah bermain playstation sampai puas di kamar Areliano dengan pemiliknya. Vanilla juga ikutan, duduk di atas kasur sambil memakan jajanan di kulkas mini itu. Jelas, memiliki dua Abang dengan dirinya satu-satunya anak perempuan di rumah membuatnya lebih banyak bermain mobil-mobilan daripada merakit rumah boneka.

Lebih banyak bermain bola daripada merusak meja rias Mamanya. Dia bisa memainkan seluruh game yang dimainkan oleh mereka dua. Namun, dia sedang mager dan hanya ingin makan tanpa membakar kalori lebih banyak.

"Yo, guys!" teriaknya setelah membuka pintu apartemennya itu.

Ada urusan yang harus didiskusikan bersama sekarang ini.

"Nah, pemiliknya datang. Woi, itu air di kamar mandi nggak bisa nyala! Lo lupa bayar tagihannya apa cem mana, setan," omel Akarsana yang langsung nongol.

"Lo lupa nyalain mesinnya." Revan langsung menekan tombol di dekat dapur. "Sudah bisa digunakan."

Sedangkan, Rangga dan Marcus sudah sibuk di depan televisi bermain racing game dengan Jihan dan Alvaro sebagai supporter masing-masing. Yang kita ketahui hanyalah Jihan tidak mungkin akan suportif terhadap kakak sepupunya itu.

"Hyung Woo mana, woi? Kalian lupa jemput dia apa bagaimana?" tanyanya lagi yang setelah menghitung jumlah hooman di sini kekurangan satu orang yang biasanya hanya nangkring di samping Marcus.

"Paok, mana mungkin Hyung Woo diajak kalau dia itu topik utamanya." Rangga berkata dengan kasar sambil melihat mobil andalannya berbelok ke kiri dengan tajam.

Revan duduk di single sofa dan mengambil cemilan yang dibeli oleh teman-temannya itu, "Oh, memangnya dia kenapa? Mau ulang tahun?"

"Iya, tapi lokasinya ntar di Korea Selatan. Gas nggak?" sarkas Akarsana yang keluar dari toilet dan mematikan saklar lampu kamar mandi itu, duduk di lesehan di samping Marcus. Memang sulit berbicara dengan orang yang kapasitas daya tangkapnya melambat seperti Revan bagi ukuran sepertinya yang bagaikan sumbu pendek.

"Gas sih. Tapi, kan Bang Marc mau ujian nasional bentar lagi. Terus, festival juga gimana."

"Bodo amat, Van. Gue cape."

Marcus yang menerima takdir kalau dia kalah dalam permainan langsung berbalik melihat keduanya, "Hyung Woo dah mau balik ke Korea. Kalau lo masih punya ingatan, dia tuh cuma murid pertukaran doang."

Revan langsung membulatkan bibirnya tanpa suara. Kelamaan melihat Hyung Woo berkeliaran di depannya. Jadi, mengira kalau siswa berdarah negri ginseng itu adalah murid sini.

"Kita mau ngerayain kejutan. Lo ikutan nggak?"

Ketua OSIS itu tersenyum misterius. Memang urusan sekolah saja belum kelar dan masih harus membagi pikiran menjadi beberapa bagian untuk mengatur tambahan yang lain.

"Ikutan lah, masa kawan sendiri nggak buat." Revan bersuara mengumandangkan pikirannya.

Namun, kalau itu berhubungan dengan anggota Dreamers. Maka, dia tidak keberatan untuk pusing lebih sering lagi.

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Okay, selesaiii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Okay, selesaiii

Sampai jumpa di sesi berikutnya

See ya ^^

Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang