🍁 70 | Together Like This

85 4 1
                                    

D-Day Festival Akhir Semester
Medan, Indonesia

Sudah satu jam. Iya, sudah satu jam lebih Revan dan anak-anak lainnya sibuk mondar-mandir untuk cek semuanya kembali, tinggal setengah jam lagi pembukaan untuk umum dimulai. Sudah banyak siswa-siswa sekolah ini datang dengan pakaian bebas. Termasuk mereka juga yang sudah memakai rompi khusus panitia.

"Aula aman?" tanya Revan yang berdiri di belakang taman.

"Aman. Acara pembuka juga bagus mulainya," jawab Rangga yang memang berdiri di sana dengan dua anggota panitia lainnya.

"Okay, sip. Lea dan Bang Patrick semangat ambil fotonya."

"Beres, Van."

Revan kembali bertanya, "Performance semua ready?"

"Bentar lagi siap. Lima menit," jawab Naomi yang ditempatkan di belakang layar panggung untuk menjaga kelancaran persiapan. Memang Revan memintanya berada di tim acara.

"Okay, Kak. Parkiran aman, Bang?" tanya Revan lagi.

"Sejauh ini aman. Parkiran sekolah sudah duluan penuh, lahan kosong masih ada tempat, kok. Padahal luas gini, sebesar tanah lapangan sepak bola. Semuanya sudah disiapkan."

"Okay. Bang Bon sama Selena di depan gerbang, kan?"

"Iya. Ramai, Van. Padahal masih setengah sepuluh. Kayaknya timnya Kevin harus kerja ekstra, deh." Suara Bonny dari walkie-talkie.

"Okay. Siap-siap semuanya, bentar lagi akan banyak orang. Yang lain juga bisa membantu tim lainnya supaya festival berjalan dengan baik. Dijaga satu sama lain." Revan mendapatkan jawaban kompak dari yang lainnya.

"Eh? Van, si ayang datang. Mau dimana ketemunya?" tanya Akarsana yang kebetulan berdiri mengintip.

"Masuk aja. Ke Ruang OSIS, ada yang jagain?"

"Santai. Jihan sama Cassie di sana tadi."

"Okay. Minta dia ke sana dulu. Gue bentar lagi ke sana."

"Jangan kelamaan berduanya, Pak Ketu. Festival spesial ini loh."

"Diem, San."

Revan membuka pintu OSIS dan tersenyum tampan melihat Vanilla duduk di depan mejanya, bermain ponsel di sana dengan wajah lesu, "Maaf, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revan membuka pintu OSIS dan tersenyum tampan melihat Vanilla duduk di depan mejanya, bermain ponsel di sana dengan wajah lesu, "Maaf, ya. Bikin lo lama nunggu. Kenapa nggak langsung nyamperin Bang Danish? Kan sudah untuk umum."

Iya, Revan baru bisa menemui Vanilla setelah empat puluh lima menit terbuang di lapangan yang telah dipasang tenda dengan Venny dan Michael sebagai MC tahun ini. Belum lagi dia diminta Miss Mina untuk ke aula, eksklusif bertemu dengan direksi yang bisa datang hari ini.

“Ngepastiin sesuatu,” kata Vanilla yang membuka kotak makan yang diletakkan di atas meja.

Revan melihat perbuatan gadis tersebut. Namun, dengan nurut dia duduk di depan Vanilla ketika gadis tersebut memberikannya gestur untuk mendekat.

“Ngepastiin calon suaminya makan apa nggak,” celetuk Cassandra yang mengerling jahil.

“Cassie!” tegurnya yang bersemu merah sedangkan Revan hanya tersenyum cerah.

Sahabatnya itu menjulurkan lidahnya keluar mengejek iseng. Lalu, menarik Jihan untuk keluar dari ruangan OSIS dalih mencari kembarannya. Padahal, mereka ingin memberikan ruang untuk pasangan baru jadian itu.

“Eh? Kalian memang pacaran, kan?” tanya Cassandra sebelum keluar dari ruangan tersebut. Semua orang yang di sana menghentikan kegiatan mereka termasuk Vanilla yang tidak tahu akan menjawab apa.

Pacaran?

Dia tidak tahu, dia menyetujui perjodohan itu. Namun …, memangnya itu bisa disebut sebagai pacar?

“Panggilnya masih lo gue, ubah dong. Jadi, Mas sama Adek gitu. Hahaha,” tawa Cassandra yang langsung mengibrit keluar dengan adik kelas mereka.

“Gue getok kepala lo, ya!”

Tentu saja, perkataan Vanilla tidak didengar oleh gadis yang sudah berlari bergabung dengan keramaian.

“Heum, benar juga,” celetuk Revan tiba-tiba.

“Apa? Lo jangan aneh-aneh, deh.” Vanilla menaikkan nadanya, dia hanya kesal dengan perkataan sahabatnya itu.

Pemuda itu tersenyum lembut, “Memangnya kamu setuju aku panggil dengan nama Adek? Om sama Tante juga panggil kamu, kan kayak gitu.”

“Kamu?” ulang anak perempuan tersebut yang mencondongkan tubuhnya. Siapa tahu dia salah mendengar.

“Heum. Panggilnya aku kamu dulu, ya. Mas-Adeknya nanti kalau sudah sah di hukum dan Tuhan.” Revan berkata dengan santai. Namun, keduanya langsung bergidik geli.

Vanilla langsung membalas dengan bulu kuduknya yang masih berdiri tegak, “Lo cringe banget. Jauh-jauh deh dari Rangga. Gila, apa-apaan. Kecepatan ngomong begituan. Jawab dulu pertanyaannya Cassie, kita ini apa.”

Revan langsung berdiri dan mendekatkan wajahnya, menyisakan cukup banyak spasi diantara mereka. Dari sudut seperti ini, Vanilla bisa melihat pahatan jelas pemuda itu. Anehnya, seperti sihir, dia tidak bisa berkutik. Revan memang tampan dan tegap.

“Bukannya sudah jelas?” tanya Revan yang mengundang tanda tanya Vanilla. Gadis itu bahkan memiringkan kepalanya.

Pemuda itu mengulas senyum, manik kembarnya menatap lembut gadis di depannya. “Mulai dari kemarin, kita sudah pacaran. Jawab seperti kalau ada yang bertanya, okay?”

Kalimat itu terdengar klise serta mampu mengundang pipi yang dilihatnya perlahan memerah.

Revan tidak pernah membayangkan dirinya bisa menyukai Vanilla di usianya yang masih belia. Ntah dia harus berterima kasih kepada ibunya yang sudah menitipkannya ke rumah Vanilla untuk menginap di sana atau kepada Om Brian yang memintanya menjadi teman anak bungsu pria itu. Atau mungkin kepada susunan perjodohan di restoran tersebut.

Tidak peduli darimana garis permulaannya, Revan Dimas Ivander jelas telah menjalin hubungan dengan Vanilla. Itu mutlak.

Seperti kata Vanilla, perjalanan mereka masih panjang, akan butuh banyak pengorbanan untuk semua permasalahan yang akan terjadi mendatang.

“Vanie.”

“Ya? Cabenya kebanyakan, ya? Nggak pedas, kan?”

“Nggak, kok.”

“Terus?”

“Sama-sama terus seperti sekarang, ya. Mungkin masih terlalu awal ngomongnya, tapi aku serius.”

“Apa-apaan sih? Kamu terlalu banyak kerja, ya? Makanya jadi emosional begini?”

“Aku serius.”

“Hahaha, iya. Jangan pernah dilepasin atau Kak Lian akan bertindak.”

“Tidak akan.”

Namun, dia sudah memutuskan satu hal yang akan menjadi bagian prioritas utamanya yaitu … menjaga dan tetap bersama Vanilla Fransisca Huang apapun yang terjadi.

The End

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The End

Dengan chapter ini maka Sky mengatakan ceritanya tamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan chapter ini maka Sky mengatakan ceritanya tamat.

The end!

Kkeut!

Done!

Hahaha, kayaknya lama banget baru siap ya? Setahun? Dua tahun?

Apapun itu, terima kasih banyak telah mendukung Nginep sampai bisa seperti sekarang. Kalau gabut, monggo mampir ke cerita Sky yang lainnya.

See you at another stories.

Bubayyy

Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang