Kadang Vanilla selalu berpikir dalam keheningan, apa yang membuat novel remaja yang sering dibacanya itu selalu menggunakan tokoh di mana jabatannya adalah seorang ketua OSIS ataupun menjadi bagian di dalamnya. Beberapa karya fiksi itu menggunakan pentolan sekolah. Otaknya yang rasional itu mengatakan jatuh cinta itu hanya melelahkan, membuat diri kita sendiri menjadi bodoh, paling parahnya adalah menangis layaknya orang gila untuk seseorang yang baru saja hadir di hidupnya. Bagian terlucunya adalah orang yang telah membesarkan mereka tidak diperlakukan hal yang sama.
Namun, bagaikan semesta melempar boomerang pada gelang hidupnya. Masa sekolah tingkat dua untuk semester dua ini perlahan membuktikan seluruh pikirannya itu salah.
Sisi ego yang tinggi perlahan retak dan runtuh, menyisakan abu untuk disapu oleh angin.
Vanilla yang sekarang ini setelah mengenal Revan tengah duduk di dekat sofa dengan cemilan batagor di tangannya. Tidak salah lagi jajan yang dibeli oleh Ketua OSIS itu yang sekarang tengah memimpin rapat untuk festival sekolah. Ntah apa urusannya dengan OSIS hingga pemuda itu membuat surat panggilan atas namanya. Yang memanggilnya dari kelas ialah Jihan.
"Festival ini akan dibuka untuk umum, strategi yang akan dilakukan sudah saya paparkan sebelumnya. Mengenai stan yang akan didirikan saat festival, ada stan untuk pihak sponsor yang sudah panitia dapatkan persetujuannya, sisanya tim panitia meminta untuk mengisikannya dengan usaha dari siswa sekolah."
"Bagaimana menurut saudara-saudari sekalian? Apa ada saran?" tanyanya lagi, kalau Vanilla boleh mengatakan sesuatu maka itu akan menjadi, nggak ada lagi, mending sekarang lo take a break sana. Gue nggak suka lihat lo letoy kayak gini.
Ingat yang ketika mereka akan pulang selepas dari Healthy Cozy 2 itu?
Jelas bukan tanpa alasan Vanilla merengek seperti itu di depan kedua abangnya. Memang dia hanya meminta untuk jalan-jalan dengan Revan sebagai hadiah dari pemenang permainan gila. Jelas saja dia tidak bisa meminta pemuda itu lebih dari sana karena masih ada penghalang diantara mereka. Namun, melihat Revan yang diam saja ketika ditarik olehnya ... dia bisa, kan, berharap ada titik yang baik di sana?
"Kalau begitu, saya tutup rapatnya sekarang. Bagi yang belum makan, bisa ke kantin dengan catatan tidak membuat keributan, Miss Mina telah memberikan izin. Jadi, dipergunakan baik-baik. Untuk yang ingin langsung kembali ke kelas, juga diperbolehkan."
Vanilla langsung berdiri keluar dari Ruang OSIS setelah membuang jajanannya. Tidak peduli dengan tatapan penuh kebingungan dari ketua tersebut dan yang lainnya.
Mungkin masih ada yang berpikiran menebak kenapa gadis sepertinya bisa duduk di Ruang OSIS tanpa rasa takut.
Setelah anak bungsu Brian itu keluar, satu per satu siswa yang ditugaskan untuk mengikuti rapat juga keluar dari ruangan. Termasuk Akarsana, Rangga yang sudah mirip dengan singa betina yang ribut dalam fase kelahirannya.
"Lo nggak ke kantin?" Marcus duluan bertanya sambil merapikan berkas-berkasnya, disisihkan.
Revan menggeleng, matanya memejam, "Masih kenyang." Ucapannya penuh dusta itu dipercaya oleh yang lebih tua. Karena, memang dia tidak banyak makan. Kalaupun kalian melihatnya mondar-mandir di kantin, itu sebagian besar jajanannya masuk ke dalam perut Vanilla dan Dreamers.
Hitungannya 95% Vanilla, 5% Dreamers.
"Gue ke kantin duluan, dah. Laper gue habis rapat." Sekretaris OSIS itu juga bersiap-siap untuk mengerubungi tempat favorit sekolah. Dia tersenyum rahasia ketika melihat seorang gadis yang mulai berjalan mendekat ke Ruang OSIS. Lalu, melihat Revan yang masih memejamkan mata.
Tidak berselang satu menit, suara perempuan lembut menyaring masuk ke pendengarannya. "Evan," panggil Vanilla yang langsung dibalas dengan matanya yang terbuka pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nginep • Jaemin ✔
Fanfic"Jangan pernah dekat-dekat dengan oknum Revan Dimas Ivander apalagi serumah. Ya, pokoknya jangan aja lah, batu banget dibilangin." - Vanilla Local, AU! ♧ ♧ ♧ ♧ ♧ Highest Rank: #13 on imagination [15/12/2020] #25 on imagination [24/10/2020] #28 on i...