🍁 29 | Truth

358 43 4
                                    

Besok selesai 🎉🎉🎉

Revan termangu di singgasananya, dokumen proposal festival menganggur di depannya tampak tidak menggugah untuk disentuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revan termangu di singgasananya, dokumen proposal festival menganggur di depannya tampak tidak menggugah untuk disentuh. Kemudian, langsung mengacak rambutnya karena percakapan dialog dari kemarin malam belum ingin minggat dari kepalanya.

Beruntung dia sendirian di ruang luas itu. Kalau saja ada Akarsana atau Rangga di sana, mungkin dia sudah dinistakan serta pandangan jijik mengarah setia untuknya.

"Punya saudara ada plus minusnya. Banyakan, sih, minusnya kalau punya dua abang kek Bang Danish dan Kak Lian. Mereka itu urgh ... entahlah. Terlalu ribet untuk dijelaskan."

Kalimat yang keluar dari bibir gadis yang menemaninya mengobrol sampai sepuluh malam itu terngiang di kepalanya. Revan yang menjadi anak tunggal tentu tidak akan mengerti sepenuhnya arti penyataan itu.

Dia sudah pernah meminta, berharap kepada Tuhan untuk diberikan satu saudara untuknya.

Sayangnya, itu tidak akan lagi pernah terjadi.

Seorang Revan Dimas Ivander tidak akan mendapatkan hal tersebut sampai di ujung hayatnya.

"Lo tahu nggak sih, kalau gue juga sebenarnya nggak pengen dijodohin seperti kemarin itu. Gue juga nggak tahu kalau acara makan itu bakalan menjadi ajang gue dicalonkan ke orang asing. I'm sorry, but we were not a friend at that time. Lo yang cuma gue tahu sebagai Ketos tahun ini. Udah, itu doang."

Dan, entah bagaimana caranya, gadis itu mampu membawakan topik lain untuknya. Revan tidak ingin banyak berharap kalau Vanilla peka dengan kondisinya saat itu sampai rela-rela mengangkat kembali topik tersebut. Tapi, dia akui kalau topik perjodohan itu membuatnya lupa dengan topik saudara.

"Alasannya kurang lebih sama kek lo, Evan. Gue belum siap menjalani hubungan serius. Perjodohan bagiku sama seperti jalan untuk pernikahan. Kalau tidak bisa menjaga diri dan hubungan di saat hubungan perjodohan itu, mending mundur. Memang Mama dan Papa nggak maksa untuk harus nikah dengan lo juga. Mereka mau aku menjalani perjodohan ini terlepas dari takdir yang masih tidak jelas di depannya."

"Belum lagi, gue belum dua puluh tahun. This is kinda insane in my head until now actually. Tapi, gue berusaha untuk mengerti dari sudut pandang mereka. Mereka sempat egois memaksa lo dan gue menjalani hubungan yang nggak didasari namanya cinta. Gue suka sama lo pun nggak. But, look at we now. They are trying to be selfless and care more about us. Lo yang saat itu bilang nggak mau dan serangkaian alasan membuat Papa, Mama, Tante, dan Om mulai mengerti di posisi kita."

"And, you know what? I want to find my other soul myself. Walaupun, mungkin kedepannya bisa jadi gue sama lo, gue juga pengen cari sendiri dengan cara gue. I'm not talking about that karma. But, it's about something we never knew will happen."

Revan menyandarkan badannya ke sandaran kursi empuk itu. Pandangan perjodohan dari Vanilla tentu merupakan hal yang baru baginya. Revan tidak bisa melupakan kejadian tersebut, Vanilla yang tetap diam saat Revan menolak mentah-mentah intisari dari pertemuan itu membuat dia sempat berpikir kalau gadis itu menerima perjodohan ini dengan suka rela.

Tanpa tahu, kalau ternyata gadis itu juga menolak dibelakangnya sendirian.

"Oh My God, Revan!"

Pekikkan serak disertai dengan debuman pintu yang kuat membuat dia langsung menegakkan postur tubuhnya. Matanya memicing tajam ke arah sosok pelaku yang menghapus lamunannya di jam enam pagi ini.

"Apa, Jay?" Revan bertanya dengan malas. Sungguh berbeda dengan ketua seksi kualitas kesehatan jasmani dan gizi yang seperti cacing kepanasan langsung memukul meja Revan tanpa memikirkan ketenangan.

Dibelakang pemuda itu ada Marcus, Rangga, dan Akarsana yang mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Apa lo bilang? Apa? Apa, Van? Oh My God! Lo sungguh jahat banget ngelupain," tanya Jason--pemuda yang dipanggil Jay oleh Revan--dengan drama sebelum mendengus kesal. "Lo keasyikan sama proposal festival sampai lupa kalau bakalan ada acara Healthy Cozy 2 yang akan dilaksanakan."

Revan langsung membulatkan matanya yang lumayan sipit. Untung saja sampai tidak menggelinding keluar.

"Kapan deadlinenya, anjir?" tanya pemuda itu yang mulai mengecek kalender meja dan semakin tidak waras jiwanya.

"Bagus, tinggal sebulan lagi."

Revan tertawa hambar dan melihat ketiga anggotanya yang tengah duduk tenang. Tidak juga, Marcus tengah sibuk mengetik di depan komputernya.

"Lo ada ujian atau yang penting hari ini?" tanya Revan dengan mata memicing. Jason menggeleng.

"Gue ada, jam keempat gitu. Ada presentasi Geografi ntar," celetuk Akarsana dengan singkat. Dia paham sekali dengan maksud ketuanya itu.

"Gue pasti ada, sih. Les bimbel gue hari ini. Tapi, kalau beneran mau diselesaikan proposalnya sekarang, gue bakalan minta dimundurin jadwal pertemuan sama gurunya," timpal Marcus disela jari-jarinya mengetik kencang.

"Dari jam pelajaran kelima sampai selesai, kita bakalan bahas tentang Healthy Cozy 2. Jay, tolong kumpulkan seluruh anggota lo. Katakan ke mereka kita bakalan bahas sampai jam pulang sekolah dengan mereka. Sisanya kita yang ngatur untuk hari ini."

"Siap laksanakan, Komandan."


To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stay tune ^^


Stay healthy ^^

Stay cuddly ^^

See ya ^^

See ya ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nginep • Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang