Keesokan harinya, seperti biasa Bai Luoyin masih suka terlambat datang ke sekolah.
Pandangan Gu Hai langsung tertuju pada jaket seragamnya, terlihat masih seperti yang kemarin, tidak ada jahitannya. Gu Hai tahu kondisi rumah Bai Luoyin seperti apa. Jadi kemungkinan besar Bai Luoyin tidak mengganti pakaiannya disaat tidur.
Gu Hai terus memperhatikannya dari belakang, berharap dia cepat tertidur. Anehnya hari ini Bai Luoyin tetap terjaga.
Ayo tidur.... Tidur.... Tidurlah.... Gu Hai terus bergumam dalam hatinya.
Akhirnya, diakhir pelajaran, Bai Luoyin merobohkan badannya, dia sudah tidak kuasa untuk menahan kantuk. Tapi Gu Hai tetap menunggu dengan penuh kesabaran, dia tetap tenang sampai Bai Luoyin benar-benar terlelap. Tepat disaat Bai Luoyin tidur, Gu Hai segera beraksi, mendekatkan tangannya ke punggung Bai Luoyin.
Terdengar Suara bel.
Sontak Gu Hai menggertakan giginya, dan menarik tangannya kembali dengan rasa penuh kecewa.
Sekarang adalah pelajaran olah raga, Gu Hai segera menaruh jarum jahitnya ke dalam laci meja.
Semua siswa menuju lapangan. Seorang guru yang terkenal galak dan sombong, dia merupakan pensiunan dari tentara.
"Hei, kamu. Cepat bariskan siswa". Sambil menunjuk pada salah satu siswa disitu, untuk menjadi ketua olah raga.
Ketika ketua olah raga itu berteriak memerintahkan para siswa agar segera berbaris, tiba-tiba guru itu menyela dengan teriakan, "Apa kamu belum makan?!"
"Sudah pak, tapi masih lapar".
Seketika seluruh siswa tertawa.
"Cepat... Cepat... berbaris... Aku akan menunjuk yang lain".
Dengan tatapan angkuh, dia berjalan mengitari celah-celah diantara barisan muridnya. Sampai di akhir barisan, mata guru itu langsung bertumpu pada seseorang yang berpostur tinggi besar, yang menurutnya sangat berbeda dengan siswa yang lainnya. Melihat dari postur tubuhnya yang bagus layak sebagai penggantinya.
"Kau, kemarilah".
Gu Hai segera menghampirinya dengan badan yang tegap dan mengesankan.
Ekspresi guru itu seperti menggambarkan kepuasan.
"Berteriak, atur anak buah".
Gu Hai melirik sekilas, terlihat kesombongan yang terpancar dari wajah guru itu.
"Perintah tidak harus dengan teriakan. Jika bapak tidak mempunyai rasa kepercayaan dari orang-orang, maka mereka tidak akan pernah mendengarkanmu. Tapi jika bapak memiliki rasa kepercayaan dari orang lain, maka dengan sendirinya mereka akan tahu apa yang harus mereka lakukan, walau bapak terdiam tidak berkata apa-apa".
Tidak ada yang menduga, ternyata ada siwa yang berani berkata seperti itu di depan guru yang sangar. Semua siswa tidak ada yang menyukai guru itu, dan sikap Gu Hai sangat mengagumkan dimata teman-temannya.
Guru itu menilai pandangan terhadap Gu Hai. Kenapa gaya bicaranya itu nampak tidak asing, dengan sekali menatapnya saja seolah posisiku telah tertukar. Aku yang memberi perintah, tapi kenapa anak ini melakukan yang sebaliknya? Tidak mungkin, apapun itu dia tetap murid dan aku tetap guru.
"Apa hak kamu berbicara seperti itu?!".
Gu Hai membalasnya dengan enteng, "Lalu apa hak bapak?".
Seketika wajah guru itu berubah dan menunjuk ke tanah, "Cepat push-up lima puluh kali dalam satu menit! Jika kamu bisa Melewati nya, aku akan anggap kamu tidak pernah berkata apapun".
Gu Hai tersenyum samar dan mulai meletakan tangannya di tanah, menunggu perintah.
Guru segera mengambil stopwatch sambil menatap Gu Hai yang penuh kebencian.
"Mulai!!".
"1... 2... 3... 4...".
Teman-temannya ikut berteriak menghitung setiap gerakan push-up Gu Hai. Mereka begitu takjub ketika melihat Gu Hai yang telah mencapai angka lima puluh dalam waktu setengah menit.
"106".
Gemuruh tepuk tangan meriah dari teman-temannya.
"Kenapa harus tepuk tangan!!". Tidak lama kemudian, guru itu menghampiri Gu Hai, "Apa ini suatu kehormatan besar bagimu? Mereka tidak tahu leluconmu, yang mereka tahu hanyalah mengumpamakan kalau kau tidak lebih dari seekor monyet, dan mengibaratkan kalau aku sebagai pelatih monyet. Kamu pikir mereka takjub?!. Jangan terlalu percaya diri".
"Pak, coba tunjukan kemampuan bapak. Kami ingin melihatnya, bukankah bapak pensiunan dari Militer?".
"Iya, bapak begitu banyak kemampuan yang hebat, tunjukanlah kepada kami".
"......".
Teriakan murid yang mencemooh, diiringi sikap Gu Hai yang telah menyulut sumbu, hingga sampai
ke titik ledakan. Dia menyadari harus ada aksi untuk memperlihatkan kemampuannya, sehingga mereka akan segera dapat melihat gurunya."Lihat itu... Kalian harus melakukan pull-up disana sebanyak mungkin. Setelah semua selesai, aku akan melakukannya melebihi hitungan kalian".
Guru memberi contoh terlebih dahulu dan menjelaskan bahwa dagu harus melewati bar horizontal, sementara kaki tetap melayang.
"1... 2... Hei, kamu tidak masuk hitungan".
Murid berikutnya maju, "..... 3... 4... 5... 6... 41... 42...".
Hampir semua siswa laki-laki telah melakukannya, tapi semua dibawah standar, tidak ada yang menonjol satu orangpun. Mereka menyadari, untuk orang yang tidak pernah berlatih ini akan menjadi suatu keajaiban, jika bisa berhasil melewati beberapa puluh kali pull-up.
Tinggal tiga orang yang tersisa, Bai Luoyin, Youqi dan Gu Hai.
Hasil hitungan gabungan anak-anak yang telah melakukan pull-up, membawa hasil dengan total delapan puluh sembilan hitungan. Guru mulai memprediksi bahwa ia bisa melewati angka itu sampai jumlah dua ratus kali. Ditambah dengan hitungan milik Gu Hai dan ditambah dengan dengan hasil hitungan temannya, paling bisa sampai seratus kali hitungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KECANDUAN
RomanceBUKU 1. MUSIM KE-1 悸动青春 (jì dòng qīngchūn - Gejolak Masa Remaja) Bab 1 - Bab 79 (Bersambung ke buku 2) Diangkat dari novel kisah percintaan karya 柴鸡蛋 (chái jī dàn) Judul Asli : 你丫上瘾了 (nǐ ya shàngyǐn le) Judul : 上瘾 (shàngyǐn) Dikenal Juga Dengan :...