Ketika Gu Hai kembali ke kediamannya, jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, lampu itu telah menyala. Dan dia tidak tahu siapa yang telah membuka pintu.
Perlahan Gu Hai mendorong pintu, terkejut, melihat sosok yang tidak disangka sedang duduk di atas sofa.
Wajah Gu Weiting terlihat begitu dingin ditutupi dengan aura kemarahan yang luar biasa. Dengan tenang matanya mengikuti setiap gerakan Gu Hai seolah dia sedang menunggu Gu Hai untuk berbicara terlebih dahulu.
Gu Hai tampak seolah-olah tidak melihat ayahnya, dia bahkan dengan tenang meyimpan tas sekolahnya, lalu melepas sepatunya dan pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Hasilnya dia menemukan lemarinya sudah kosong.
"Dimana pakaianku?".
Hati Gu Weiting terasa jatuh. Dia tidak pernah melihat Gu Hai selama hampir sebulan. Kalau tidak menerima panggilan telepon dari kepala sekolah dia akan tinggal di asrama tentara sampai hari ini. Dia datang dengan perasaan marah bercampur rindu, dia telah mengurus masalah Gu Hai, dan dia datang hanya ingin mendengar satu kata, 'Ayah'. Tapi siapa sangka, kata pertama yang didengarnya, Gu Hai menanyakan barang pribadinya.
Tanpa mendapatkan jawaban apapun, kemudian mata Gu Hai bergeser ke wajah ayahnya. Tidak lama kemudian dia melihat ada koper yang sudah tergeletak di lantai.
"Aku sudah mengemasi barang-barangmu, sekarang ikut pulang, aku tidak akan mempermasalahkan tentang perkelahian. Besok aku akan mengirim prosedur perpindahan untuk kembali ke sekolah lamamu. Ibumu juga akan mengajak anaknya. Kalian berdua akan belajar di sekolah yang sama, kau harus bisa menerima saudaramu itu".
Perlahan wajah Gu Hai tenggelam dalam kegelapan malam.
"Jangan pernah berharap!".
Setelah berkata seperti itu, Gu Hai menyeret kopernya, tetapi koper itu ditahan oleh kaki ayahnya, menyebabkan koper itu tidak bisa bergerak sama sekali.
"Pulang sekarang... Mau tidak mau kau harus pulang, ini perintah!!".
Mata Gu Hai menatap ayahnya dengan tajam, "Anda bukan komandanku, Anda tidak berhak memerintahku! Bahkan sampai anda membunuhku sekarang, aku tetap tidak akan tinggal dengan keluarga mereka. Saudara? Saudara apa? Aku hanya akan mengatakan ini sekali saja, di manapun keluarga mereka tinggal, jangan harap aku akan masuk ke tempat itu!".
Gu Weiting dengan cepat berdiri, kemudian meraih kerah Gu Hai, lalu menyeretnya ke jendela. Di ketinggian lantai delapan, dengan sedikit tenaga saja tangan Gu Weiting bergerak, sudah dapat dibayangkan Gu Hai pasti akan terlempar keluar.
"Baik, kau lebih memilih mati daripada harus pulang ke rumah? Hari ini aku akan mengabulkannya, kau tidak menyesal, aku juga tidak akan pernah menganggap punya anak sepertimu".
Gu Hai mengangkat dagunya, tubuhnya sangat tegap dengan kelopak mata hitam menyatu dengan gelapnya malam.
Keduanya tidak ada yang mau mengalah, tangan Gu Weiting sudah penuh kekuatan, sedikit lagi tubuh Gu Hai bisa dengan mudahnya terpelanting ke luar. Meski begitu Gu Weiting tidak melihat ada perlawanan dari Gu Hai, akhirnya dia melemaskan tangannya, dan menarik kembali tubuh Gu Hai ke dalam. Tidak ada reaksi apapun dari Gu Hai, sebaliknya Gu Weiting yang berkeringat di sekujur tubuhnya.
"Sekarang apa anda puas?!". Gu Hai kembali menatap Gu Weiting, "Silakan anda kembali, aku akan mandi kemudian tidur, besok masih harus sekolah".
"Aku ingin tahu jika aku tidak membiayaimu, apa kau bisa bertahan untuk menjalani hidup? Mulai sekarang aku tidak akan mengurusmu lagi, lihat saja dalam waktu satu bulan kau akan menjilat ludah sendiri, dan memohon padaku untuk minta pulang!".
"Sekarang tujuanmu telah tercapai, mengapa anda masih menyia-nyiakan waktumu? Lakukan sekarang juga, tahan semua uangmu dan lihat apakah aku akan memohon kepadamu untuk kembali!".
"Kau pikir aku tidak berani melakukannya?!".
"Saya tidak pernah punya pikiran seperti itu, anda tidak pernah tidak berani melakukannya".
Gu Weiting mengepalkan tangannya, alisnya yang berkerut diisi dengan aura sangar, seolah kembali pada jiwa mudanya yang mudah menarik pelatuk senapan untuk menembak mati seseorang. Tapi sekarang dia sudah tua, yang telah kehilangan seorang istri. Sebelum diusia empat puluhnya, dia sudah mulai mengerti apa arti keluarganya, tapi kini keluarganya telah hancur.
"Aku tidak punya anak sepertimu".
Gu Weiting langsung pergi meninggalkannya dengan wajah penuh dengan kekacauan.
Gu Hai segera duduk, beberapa saat dengan pendangan kosong, akhirnya dia bernapas pelan, dia sadar hal ini membuatnya merasa tidak nyaman. Di masa lalu, jika sudah mengalami pertengkaran besar dia akan berusaha tegar walau hatinya selalu dibayangi kekejaman ayahnya, tapi kali ini, setelah pertarungan itu, masih bisa menyisakan sedikit ketenangan, hatinya seolah memiliki kedamaian yang samar.
Tidak ada biaya hidup?
Itu berarti nanti saya juga akan menjadi seorang yang miskin?
Bukankah garis penghalang yang terbentang antara saya dan Bai Luoyin bisa dihancurkan?
Bukankah ini terasa lebih bahagia dari apapun?
Gu Hai seperti seorang yang dikuasai sesuatu. Kemudian dia mulai berkemas, lalu menelepon pemilik rumah, memberi tahu bahwa dia tidak akan memperpanjang masa sewanya. Dia berencana untuk mencari kamar sewa di daerah dekat rumah Bai Luoyin.
Dia juga memutuskan untuk menjual semua benda berharga miliknya, terutama ponsel edisi terbatas itu, ia akan menggantinya dengan ponsel bekas, juga sepatu bermerek yang melekat di kakinya, dengan jenis tiruan yang banyak di jual di kios jalanan, jam tangan di pergelangan tangannya juga dilepas, jika terpaksa dia akan menggambar di pergelangan tangannya dengan pulpen.
KAMU SEDANG MEMBACA
KECANDUAN
RomansBUKU 1. MUSIM KE-1 悸动青春 (jì dòng qīngchūn - Gejolak Masa Remaja) Bab 1 - Bab 79 (Bersambung ke buku 2) Diangkat dari novel kisah percintaan karya 柴鸡蛋 (chái jī dàn) Judul Asli : 你丫上瘾了 (nǐ ya shàngyǐn le) Judul : 上瘾 (shàngyǐn) Dikenal Juga Dengan :...