15. Terlambat

3.5K 173 10
                                    

Hanya ruangan hampa yang didapati Annisa. Wahid pergi entah kemana tanpa ia ketahui. Ada rasa malu yang tengah dirasakan Annisa saat ini. Malu karena dia terisak didalam pelukan suami yang tidak pernah sekalipun ia anggap dan malu karena tadi dia tidak mau melepaskan pelukan Wahid.

"Jika dia memang benar maka lepaskanlah dia untukku ya Allah. Aku tidak ingin menyakiti hatinya yang tidak bersalah, dia sangat menjagaku dan aku tidak ingin membuat hal itu semakin terulang. Aku memang sudah mati rasa aku tidak ingin melukai hatinya yang tulus itu, aku tidak ingin bersamanya dia itu pilihan Ayahku yang sangat aku benci". Annisa kembali meneteskan air mata

Ada rasa bersalah dihatinya di setiap belaku kasar pada Wahid. Namun apalah daya, kebencian terhadap Ayahnya membuatnya juga benci pada pilihan Ayahnya itu. Annisa hanya menganggap pernikahan itu terjadi karena janji sebab itulah dia tidak percaya akan pengakuan perasaan Wahid padanya.

Masalah hati bukanlah masalah yang mudah. Dia sangat enggan untuk berbagi rasa dan tentang segala hal yang menjadi permasalahanya. Begitu juga yang dirasakan Annisa. Ia merasa iba dengan Wahid tapi karena ingatanya memfokuskan pada kebencian Ayahnya karena itulah dia membenci Wahid. Pernikahan ini terjadi karena tuntutan janji Ayahnya dan Abi Wahid.

Sekarang apa yang harus dia lakukan sekarang tidur? atau melakukan aktivitas? tidak mungkin menimang dia yang sedang sakit.

. . .

Annisapun tertidur
2 Jam kemudian

Annisa kaget karena kedatangan seseorang.

"Kau kenapa disini?"

"Aku hanya ingin memeriksamu"

"Ohh"

"Wahid kemana?" tanya Annisa lagi

"Aku tidak tau" dengan menganggukan kepalanya paham dengan pemikiran Annisa saat ini

"Nisa boleh aku bicara sesuatu?"

"Kenapa harus izin silahkan Dokter". ucap Annisa yang seolah mengejek

"Maafin aku Nisa aku juga mencintaimu ternyata"

"Maksudmu apa?"

"Setelah kamu menikah dengan Wahid aku merasa ada yang berbeda aku rasa aku menyukaimu"

"Kau rasa? berarti itu hanya perasaanmu Gibran bukan yang sebenarnya".

"Kenapa kau tidak pergi ke acara pernikahanku?"

"Maafkan aku Nisa. Tapi benar aku merasa tidak mau kehilanganmu dan aku benar-benar sibuk waktu itu"

Pernyataan itu mampu membuat Annisa merasa sedih dan bahagia. Bagaimana tidak karena orang yang selama ini menjadi harapanya juga merasakan hal yang sama padanya, hanya saja pernyataaan bahagia itu sudah terlambat dan sungguh dia kecewa.

"Aku sudah milik orang lain. Dulu memang benar aku menyukaimu dalam diam aku berharap kaulah yang menjadi pendampingku, tapi sayang sahabat mu yang mengkhitbahku"

"Aku juga tidak tau wanita yang di sukainya itu kamu"

"Jika kau tidak tau kenapa di acaraku kau tidak datang? kenapa kau biarkan itu terjadi, kalau kau cinta pasti kau tidak akan membiarkan pernikahanku terjadi! Bukankah pasien lebih penting?"

"Iya Nisa seharusnya kamu juga mengerti dengan tugasku itu"

"Ohh aku mulai menggerti sekarang. Pergilah sekarang urus pasien-pasienmu itu"

"Tolong dengarkan aku dulu". ucapnya memohon. "Kalau kamu berpisah aku siap untuk menikahimu nanti"

"Apa kau bilang? Dasar lelaki biadap! Aku menikah dengan sahabatmu, sahabatmu Gibran! Lancang sekali kau bilang seperti itu. Kau pikir aku wanita semacam apa ha?" entah kenapa rasanya Annisa merasa sakit mendengar ucapan Gibran

"Maafkan aku Nisa tapi benar aku tidak mau kehilanganmu. Kamu tidak bahagiakan dengan pernikahanmu ini?"

"Bahagiapun tidak bukan urusanmu! Pergilah dari sini sekarang!". hardik Annisa

"Baiklah yang penting aku sudah mengatakanya tolong pikirkan lagi Nisa"

Selepas kepergian Gibran Annisa menangis entah perihal apa tangisnya itu.

"Seharusnya aku bahagia atas pengakuanya tadi, kenapa aku berperilaku kasar padanya? apa benar aku sudah memiliki rasa terhadap sahabatnya?. Kenapa aku benci dia berkata seperti itu untuk pernikahanku?".

Annisa asik sendiri dengan pemikiranya, pemikiran yang kacau balau atas otaknya. Otaknya berputar-putar mengingat kejadian demi kejadian yang begitu ia benci.

"Semua lelaki itu sama kenapa dia begitu mudah berbicara seperti itu? Arghh aku benci kau! dengan mudahnya kau berpalingkan rasa"

Semakin lama Annisa berfikir tidak terasa waktu kini telah menunjukkan pukul sore, namun Wahid belum juga tampak.

Beberapa jam kemudian

Datanglah Wanita yang dia rindukan, Ummi!. Ummi Wahid datang dengan suaminya

"Ummi"

"Mantu Ummi kok bisa sakit sih?" mengecup keningnya

"Ummi aku kangen sama Ummi" berpelukan melepaskan rindu

Kenapa Annisa rindu dengan Ummi Wahid? padahal mereka belum dekat sedangkan Wahid? Belum ia anggap sebagai suaminya. Entahlah hanya Allah yang tau. Allah lah yang berhak membolak-balikkan hati Hambanya. Begitulah dengan Annisa, cinta terhadap suaminya belum terasa tapi kenapa dia tidak rela untuk melepaskan?.

"Ummi juga kangen sama mantu Ummi ini"

Dan kenapa Annisa menangis sekarang?.

"Kamu kenapa nangis sayang". Abi Wahid hanya bisa diam melihat tingkah istrinya dan menantunya itu

"Ummi. Nisa ingin kami berpisah umi, Nisa ngak bisa mencintai putra umi, maafkan Nisa Umi Abi nisa bukan istri yang baik untuknya"

***

Hai-hai ketemu lagi sama Annisa disini, ada yang mau kenal dia lebih lanjut? Oke fiks lupakan✌ .

Gimana partnya kali ini? tambah  ngebosanin ya ceritanya? Oke maafkan ana ya jika itu kenyataan itu benar.

Maaf ya ana kepikiran jalanya kaya gini. Harus dan wajib ikut sertaian Gibran di beberapa part. Maaf ya maaf tapi intinya tetap ngak ana ubah kok.

Jangan lupa komen + votenya ya sahabat fillah semuanya.

Semoga suka😊💞.

*Jadikanlahlah Al - Qur'an sebagai petunjuk hidupmu yang tiada duanya.

Setulus Cinta WahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang