17. Menjadi Istri?

4.1K 183 21
                                    

Setibanya dirumah mereka

"Kamu punya adik?"

"Punya sa. Oiya tadi aku beliin baju buat kamu dipakai ya"

Annisa meraih bungkusan yang ia terima dari suaminya. Ia terkejut mendapati baju gamis syar'i yang panjang dengan warna yang sangat norak menurutnya.

"ini untuk apa?"

"Untuk kamu pakai"

"Aku tidak bisa memakainya panas"

"Biarlah kamu panasnya di dunia sayang jangan panasnya di akhirat nanti sayangi tubuh kamu untuk mengecap panasnya api neraka"

"Kau tau apa coba saja kau yang memakai pasti kau risih dengan dalamnya baju ini"

"Kamu karena belum terbiasa sayang, buktinya kamu nyamankan dengan pakaian yang kamu pakai sekarang gamis ini dan jilbab ini". tunjuk Wahid kepada Nisa yang masih memakai baju yang dipakainya kemaren.

"Ini lagi kenapa banyak sekali yang dibeli ini tidak akan aku pakai pastinya. Aku belum sanggup"

"Apa yang Annisa katakan? belum sanggup? Berarti dia ada kemauan untuk merubah sikapnya". batin Wahid

Wahid tersenyum mendengar ucapan istrinya barusan, ia merasa istrinya akan berubah secara bertahap, sesuai dengan kelembutan hati bagaimana cara ia melatih istrinya untuk sedikit demi sedikit untuk beristiqomah.

"Kamu harus memakai ini jangan biarkan mereka yang bukan makhram mu menatapmu dengan aurat yang terbuka sayang, apalagi rambutmu kasihan dia, seharusnya kamu menutupinya pakai jilbab, jangan biarkan orang lain melihatnya dialah yang besok akan membantumu diakhirat, dia adalah mahkota kamu sayang. Mahkota perempuan dan kamu harus ingat kamu itu sudah menjadi istri seharusnya istri menaati suami dan malu harusnya jika kamu ditatap laki-laki lain selain aku"

"Kau pernah pakai jilbab? enggak kan, lantas kenapa kau berucap seperti itu? Pakai jilbab itu panas, risih dan rambutku juga cantik jika di lepas" ucapnya entah mengapa rasanya hatinya tertusuk mendengar ucapan terakhir Wahid

"Jangan berucap seperti itu sayang cantik menurut mu tapi tidak dihadapan Allah. Rambutmu itu aurat jadi seharusnya kamu menutupnya"

"Seterah kau saja"

"Menutup aurat itu wajib bagi wanita, yang bukan auratnya hanya sedikit diantaranya wajah dan telapak tangan, tapi masih ada juga wanita yang menjaga dirinya lagi sayang merekalah yang bernikob, bercadar layaknya menjaga pandanganya dan menjaga wajahnya, tapi sayang banyak oknum yang menjatuhkan mereka, mereka dianggap teroris dengan sangat kejinya padahal mereka menutupi diri mereka agar terhindar dari fitnah dan zina"

"Itukan resiko mereka takdir tuhan pastinya, lagian siapa suruh mereka seperti ninja gitu"

"Islam tidak mengekang wanita untuk bercadar sayang, mereka yang bercadar hanya menjaga diri mereka dari nafsu lawan jenis mereka. Sedangkan telapak kaki saja wajib untuk ditutup, apalagi mereka yang merasa wajah mereka itu akan menimbulkan dosa? Jika wajah yang cantik bisa membuat seseorang akan berdosa sebab itulah mereka menutupi wajah mereka dan ketahuilah wanita itu berharga sayang, karena itulah mereka harus menutupi dirinya seperti kamu? aku tidak ingin kamu berdosa"

"Berharga? apa mungkin itu benar?
Ditutupi dengan gamis ini? Wahh yang benar saja" batin Annisa

"Sudahlah aku tak mau tau aku capek dan ngantuk"

"Ya sudah shalat isya dulu yok sayang aku bosan shalat sendirian, aku butuh makmum yang akan mengami do'aku dan menyalami tanganku nantinya kamu mau ya"

Entahh hal gerangan apa Annisa menuruti permintaan Wahid kali ini. Kini Annisa beralih duduk

"Baiklah kali ini saja"

"Alhamdulillah" batin Wahid

Dan tibalah saat Wahid menjadi imam Annisa. Jantungnya tidak karuan berdetak menggebu ada bahagia yang diselimuti kebencian Ayahnya yang membuat Wahid yang ia benci menjadi sulit digambarkan. Annisa merasa tentram sekaligus nyaman mendengarkan suara lantang Wahid, membuat hatinya tersentuh dan mengeluarkan air mata.

"Kenapa hatiku seperti ini? apa aku sudah mencintainya? kuharap jangan"

Usainya shalat

"Ya Allah bukakanlah hati istri hamba ya Allah, jadikan dia istri yang shaleha dan tau akan tugasnya, jadikan ia ibu yang baik untuk anak hamba nantin ya Allah. engakaulah yang maha berkuasa atas segalanya, kembalikanlah dia kejalanmu ya Allah Aamiin, Aamiin ya rabbal'alamiin"

Apa yang harus Annisa lakukan sekarang menyalami tangan suaminya ohh pasti dia akan kaku. Wahid membalikkan badanya dan menatap Annisa yang sedang mengamini do'anya tadi. Dia tersenyum dan mendekat kearah Annisa.

Setidaknya aku harus menghormatinya

Annisa meraih tangan Wahid dan menciumnya. Ada getaran dihatinnya.
Wahidpun tersenyum bahagia melihat perlakuan istrinya itu.

"Terimakasih kamu telah mau menjadi makmumku dan mengamini doa'ku tadi"

"Sama - sama Bang"

Entah apa yang kini dirasakan Annisa, Keberkahan kini sedang menghampiri Wahid. Annisa merasakan malam ini ada yang berbeda dihatinya, ia tak tau kenapa mulutnya kini berbicara sangat intens.

"Bang aku siap melakukan tugasku". sontak membuat Wahid bingung

"Maksud kamu apa tugas?"

"Iya tugasku sebagai seorang istri". sontak membuat Wahid kaget dengan ucapan istrinya ia kaget sekaligus bahagia

"Kamu sudah siap?"

"Insya Allah"

"Kita Shalat Sunah dulu ya, minta yang terbaik sama Allah".

***

Hai maaf ya part kali ini ada romancenya, tapi ngak romantiskan ya. maaf-maaf.

Jangan lupa tinggalin komennya dong dan Votenya ya biar ana semangat  nulisnya.
Semoga cerita ini banyak yang bacanya dan votenya Aamiin. Semoga bisa naik Rank.


Semoga tidak ada typo.
Semoga suka ceritanya.
Dan lanjut ke part selanjutnya ya aamiin .

*Jadikanlah Al - Qur'an sebagai petunjuk hidupmu yang tiada duanya.

Setulus Cinta WahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang