33. Kepergian Bundaku

3.1K 136 4
                                    

Jika kepergianmu adalah sebuah takdir maka jangan salahkan aku membenci takdir itu.

Seharusnya takdir itu mendahulukan diriku yang pergi bukan pada orang yang sangat berarti bagiku Tuhan.
Kemballilah Bunda aku ingin kau tetap berada disini bersamaku.

. .

Annisa mulai tenang tapi air matanya tidak bisa berhenti menggalir. Itulah dia meskipun telah tenang namun pikiranya masih tetap bertahan pada Bundanya. Hal itulah yang membuat air matanya masih tetap jatuh.

Kurang lebih 3 jam lamanya dokter menangani Bunda Dia. Annisa tengah tertidur dalam posisi ia bersandar kebahu suaminya. Wahid sempat merasakan cemas kepada mertuanya itu.

"Permisi mohon maaf Dokter, ada apa dengan mertua saya sebenarnya Dok?". ucap Wahid yang melihat dokter yang menangani mertuanya itu keluar dari ruangan.

"Mohon maaf mas Ibu yang didalam itu terkena tembakan mas"

"Astagfirullahal'azim"

"Peluru itu menggenai bagian kepala dan tangan ibu itu mas. Makanya pasien harus dipindahkan dan kami harus melakukan penangganan lama sekali mas. Maafkan kami"

"Terimakasih banyak ya Dok" angguknya

"Sama - sama mas"

"Maaf Dok, apakah mertua saya sudah sadarkan diri?" tanya Wahid

"Belum mas"

"Apakah kami boleh masuk sekarang?"

"Maaf mas, saat ini belum. Tapi kita lebih baik menunggu 1 jam lagi ya untuk memastikan kesadaran ibu mas"

"Maksud dokter Ibu saya koma dok?"

"Sampai saat ini ibu mas masih belum sadarkan diri, jadi untuk memastikan kita tunggu 1 jam kemudian lagi ya mas apakah masih ada perubahan atau pergerakan dari pasien. Dan maaf mas saya harus pergi, di dalam sudah ada suster yang menjaga pasien sekarang"

"Baik dok, terimakasih banyak ya Dok"

Selama Wahid dan Dokter itu berbicara, Annisa hanya diam dan tidak mendengar percakapan Wahid. Dia masih tidur dan bergelut dengan mimpi. Dia tertidur masih di tempat ia menjatuhkan air matanya tadi.

Wahid berfikir sejenak
"Ya Allah, selamatkanlah Bunda ya Allah jika Bunda masih diberikan waktu untuk berkumpul bersama kami bangunkan Bunda ya Allah"

Wahid membangunkan istrinya.

"Sayang sayang bangun, kita Shalat dulu ya, ayo kita berdo'a untuk Bunda"

"Kamu saja aku nitip do'a saja ya ke kamu, perutku sakit lagi" memegang perutnya

"Kamu sakit lagi? ayo kita periksa dulu ke Dokter"

"Tidak aku tidak mau"

"Sayang ingat kamu bukan hanya sendirian yang merasakan,ada nyawa lain juga yang merasakanya di sana"

"Kamu hamil Nisa?"

"Iya nek Alhamdulillah Annisa hamil"

Setulus Cinta WahidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang