"Tapi Bian enggak mau tidur sekamar dengan Mas Jinyoung." Ujar Bian final.
"Apa?" Jinyoung menatapnya terkejut. "Lalu saya tidur di mana?"
Bian mengedikkan bahunya acuh.
Jinyoung mendecih sebal dan memutar bola matanya malas. Haruskah dia menggunakan kasur lipat dan tidur di ruang kerjanya setelah menikah. Duh.
Jinyoung hanyalah seorang guru dan pemilik kafe kecil-kecilan, penghasilannya hanya cukup untuk membeli apartemen dengan dua kamar dan dua kamar mandi. Kamar pertama sudah didesain seperti kamar tidur dengan perabot yang wajar, seperti ranjang besar dan meja rias. Jinyoung juga menambahkan meja belajar dengan banyak rak untuk istrinya yang masih pelajar. Karena Jinyoung berpikir dan mempunyai firasat bahwa dia akan membutuhkan ruang kerja, jadi ia membuatnya.
Jinyoung bahkan sudah melengkapi kamar tidur dengan kamar mandi dalam beserta walk in closet, bahkan enggak tanggung-tanggung, dia membagi wilayah di walk in closetnya. Rak berwarna biru untuknya dan pink untuk istri pelajarnya.
"Ya sudah, saya kabulkan kemauan kamu. Saya mau lihat ruang kerja saya sebentar."
Setelah Jinyoung berlalu dari hadapannya, Bian bersandar pada dinding ruang tamu yang bercat putih. Apartemen yang baru dibeli Jinyoung memang tidak besar dan mewah, tapi cukup untuk ditinggali dengan nyaman. Bian membayangkan malam minggunya dengan menonton film di ruang tamu dengan tv besar dan semangkuk es krim stroberi.
Tapi yang lebih dipikirkannya adalah tentang masa depannya.
Bian benar-benar tidak bisa membayangkan kalau ia tidak bisa menggapai cita-citanya. Untuk saat ini, dia berpikir, kalau kuliah saja tidak mungkin. Mungkin Bian akan berakhir seperti penjaga rumah dan menunggu kepulangan Jinyoung lalu menyambutnya dengan hangat. Membayangkannya saja sudah membuat Bian mual.
Bagaimana kalau nanti dia hamil?
Astaga Bian.
Bian memejamkan matanya lalu berusaha mengusir pikiran liarnya dengan mencoba menelusuri dapur yang tengah dipasang rak gantung.
Bian itu bodoh dalam urusan pekerjaan rumah tangga, terlebih dalam mencuci pakaian. Bian suka enggak kepikiran tentang banyaknya sabun dan pelembut yang terbuang karena ia terlalu banyak memakainya. Kemudian Bian berpikir lagi, kalau dia tidak segera memperbaiki kebodohannya, masa iya Jinyoung yang mencucikan pakaian dalamnya.
Sial. Wajahnya memerah.
"Semuanya sudah beres dan sehari sebelum pernikahan kamu bisa memindahkan barang-barangmu." Ujar Jinyoung tanpa melihat ke arah Bian. Bian hanya bergumam. "Eh, kenapa muka kamu merah sekali? Di sini panas?"
"Ya, sedikit."
"Kalau gitu ayo kita pulang." Jinyoung melingkarkan tangan panjangnya di bahu Bian dan melambaikan tangannya kepada ketua pekerja.
"Maaf, tapi Bian merasa risih." Bian berusaha melepaskan tangan Jinyoung tapi laki-laki itu terlalu tidak memedulikannya.
"Mas." Panggil Bian dengan suara sedikit lebih keras.
"Kenapa?"
"Bisa tolong lepas tangan mas, Bian risih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher; Park Jinyoung
FanficLika-liku Park Jinyoung yang istrinya itu muridnya di sekolah. "Lho berarti kamu istri saya dong?" alvatair, 2018