Di rumah, Bian tetap tidak mau tidur dengan Jinyoung, walaupun liburan kemarin dia harus tidur bersama Jinyoung. Rasanya masih sedikit aneh saja dia tidur dengan wali kelasnya.
Jinyoung sudah beberapa kali mengingatkannya untuk tidak menganggapnya sebagai guru saat di rumah, dengan syarat Jinyoung juga akan mengganti kata ganti dirinya, dari saya menjadi mas.
Walaupun malam itu tidak tidur seranjang, siangnya Jinyoung suka keluar masuk kamar Bian dan kadang ikut tidur di sebelahnya.
Enggak konsisten. Katanya rasanya masih aneh, tapi aslinya demen.
Hari ini Sabtu, dan libur. Bian hanya bermalas-malasan di kamar sambil main ponsel. Padahal Jinyoung sudah meneriakinya untuk belajar.
Jinyoung membuka pintu kamarnya dan berkacak pinggang melihat kondisi ranjang Bian yang tidak tertata.
"Kamu mau sampai kapan tiduran terus?"
Bian melenguh pelan dan meregangkan ototnya, matanya menatap jam dinding di kamarnya dimana angkanya menunjukkan pukul sepuluh pagi, "Sejam lagi Bian mandi terus belajar."
Jinyoung mendekat dan berdecak, "Daritadi bilangnya sejam lagi sejam lagi sampe kerjaan mas kelar."
Bian berdecak pelan, "Hari ini itu libur mas, jadi harus dinikmati."
Alis Jinyoung terangkat sebelah, dia setuju dengan pendapat Bian.
"Harus dinikmati ya?"
Bian mengangguk lalu memeluk gulingnya lagi. Tanpa komando, Jinyoung ikut merebahkan dirinya dan memeluk Bian dari belakang. Tangannya menelusuk masuk ke dalam kaos yang dikenakan Bian dan tangannya mengusap pelan permukaan kulit Bian.
"Mas apaan sih." Bian berusaha menjauhkan tangan Jinyoung dari perutnya.
Jinyoung menyilangkan kakinya dengan kaki Bian dan mengeratkan pelukannya, "Mas lagi menikmati hari libur sesuai yang kamu bilang."
Bian menggerakkan badannya agar terlepas dari rangkulan Jinyoung, dan akhirnya Jinyoung memilih untuk melepaskannya.
Jinyoung memeluk Bian lagi, "Kenapa sih enggak mau mas peluk."
"Geli tau."
Jinyoung walaupun sudah ditolak buat peluk-peluk, tetap saja keras kepala. Bian rasanya sampai sesak nafas dibuatnya.
Jinyoung memutar posisi badan Bian hingga menghadapnya. Agak canggung sih, tapi makin kesini Bian jadi makin santuy. Dia mendoktrin kalau Jinyoung itu sebelas-duabelas dengan Seokjin, dimana Bian bebas berdekatan.
Kalau Bian nempel-nempel ke papa nanti bunda marah.
Seokjin kan enggak punya pacar, jadi santuy aja dipelukin.
Bian mengangkat kepalanya, "Mas,"
Jinyoung balas menatapnya, "Hm?"
"Laper. Hehe." Bian memamerkan deretan giginya yang baru saja ia sikat dua jam yang lalu.
Jinyoung mendengus lalu menyodorkan bibirnya, "Sarapan bibirnya mas aja."
Bian mencubit bibir Jinyoung kesal, "Katanya Bian harus makan banyak biar cepet besar, kok enggak dikasih makan?"
Jinyoung tersenyum lembut lalu mengusap puncak kepalanya. "Mas baru selesai beresin ruang kerja jadi belum sempet masak."
Bian berpikir sebentar, "Kenapa enggak masak bareng aja? Bian kan juga harus belajar masak biar bisa ngasih makan Mas Jinyoung."
Jinyoung terkekeh pelan mendengar penuturan polos dari Bian.
"Jadi jadwal belajar hari ini, belajar memasak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher; Park Jinyoung
FanficLika-liku Park Jinyoung yang istrinya itu muridnya di sekolah. "Lho berarti kamu istri saya dong?" alvatair, 2018