Sepulang dari rumah orang tua Bian, Jinyoung sakit. Mungkin karma karena berlarut-larut dalam pekerjaannya dan melupakan istrinya, terlebih sempat menolak kehadiran anaknya.
Jinyoung memikirkan perasaan Bian, tentu saja. Dia menginginkan Bian mendapatkan kehidupan remaja normal, di samping sebagai istrinya. Jinyoung menginginkan Bian untuk lulus dengan nilai yang cantik dan diterima di perguruan tinggi yang bagus. Kalaupun di luar negeri, Jinyoung mengizinkannya. Dengan catatan, keduanya harus kuat menghadapi rindu yang turun menggebu.
Laki-laki itu sudah membulatkan keputusannya untuk berhenti mengajar sebagai guru dan mulai belajar mematangkan diri untuk mengabdi di perusahaan. Klise. Tapi itu fakta.
Jinyoung putra sulung sedangkan Jimin bungsu. Sulung harus dibentuk karena ia merupakan yang pertama, harapan keluarga, dan tempat cita-cita orang tua digantungkan.
Jinyoung mencintai belajar, dia pernah sempat mengajukan kepada ayahnya untuk mengikuti ujian perguruan tinggu kedokteran, ditolak. Berbagai macam jurusan teknik yang sekiranya ada hubungannya dengan perusahaan sudah ia ajukan, tetap ditolak. Ayahnya mengatakan bahwa sebaiknya Jinyoung memilih bisnis manajemen. Dasarnya batu ya tetap batu, Jinyoung menolak, akhirnya memilih matematika murni.
Melenceng? Jelas.
Tetapi seenggaknya otaknya terlatih untuk menyusun hal-hal gila yang mungkin saja terjadi.
Matematika memang gila, Jinyoung sering mengumpat dalam mempelajarinya. Ya namanya juga manusia, tidak luput dari yang namanya salah dan dosa. Jinyoung kalau enggak pernah mengumpat namanya bukan Jinyoung.
Jinyoung sih bukan manusia, dia pangeran. Klik.
"Mas itu buburnya Bian taruh di meja, cepet dimakan keburu dingin."
Setelah berpamitan, Bian meninggalkan Jinyoung dalam balutan selimut. Laki-laki itu memang sakit, tapi sakit bayi. Demam.
Ini hari ketiga Jinyoung demam, tidak tinggi seperti diagnosa awal demam berdarah. Tetapi ia merasa ada yang tidak beres di area kelenjar getah beningnya, terasa bengkak.
Alih-alih latihan koas, Seokjin dipanggil secara pribadi untuk menjadi perawat Jinyoung untuk beberapa hari ke depan.
Untung libur.
Coba enggak.
Jinyoung pasti dibawa sekalian oleh Seokjin ke kampus. Belajar sekalian mempraktekkan apa yang telah dipelajarinya.
Setengah jam setelah kepergian Bian, Seokjin datang. Dengan beberapa obat yang sudah diresepkan oleh kakak tingkatnya. Dia hanya takut salah dalam meresepkan obat dan mengancam ketenangan hidupnya.
Kalau salah obat dan Jinyoung kenapa-napa, Bian akan menghajarnya. Enggak ingat kalau dulu dia minta dinikahi Seokjin sewaktu dijodohkan dengan Jinyoung.
"Udah makan?"
Jinyoung mengangguk dalam selimutnya.
"Ini obat diminum."
Jinyoung menggeleng.
"Kenapa?"
"Pait."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher; Park Jinyoung
FanfictionLika-liku Park Jinyoung yang istrinya itu muridnya di sekolah. "Lho berarti kamu istri saya dong?" alvatair, 2018