Ch. 1 : Begin

14.1K 1.3K 473
                                    

"Ku harap kali ini...
Dunia berpihak padaku,
Memberiku sebuah keajaiban yang mampu mengubah hidupku.

Walau hanya sesaat..."

.
.
.

February, 2018

Ji Eun's POV

Suara lonceng kelulusan, sinar mentari yang memasuki jendela, suara ricuh dari para siswa.

Di dalam sini, di aula besar. Terdengar suara gema tepuk tangan penonton yang sedang menyaksikan pentas seni dari para peserta kelulusan.

Semua wali murid datang mengunjungi sekolah, menyaksikan putra putri kesayangan mereka mendapat penghargaan.

Mereka memberikan bunga, pelukan, dan usapan kebanggaan pada puncak kepala putra putrinya.

Namun hal ini tidak berlaku padaku. Aku justru hanya duduk menyaksikan pentas seni teman seangkatanku.

Sendirian...

Ah.. tidak.

Aku ditemani bunga yang baru saja diberikan oleh wali kelasku, karena aku berhasil mendapat peringkat ke dua.

Ku usap kelopak bunga berwarna warni ditanganku dengan lembut.

Berharap orang tuaku datang menemuiku dan memberiku pelukan hangat seperti yang teman-temanku rasakan. Mendapatkan pujian, berfoto bersama, ah.. Dan jangan lupakan senyum kebahagiaan mereka.

Tapi kurasa, itu hanya sebuah ekspektasiku saja. Memikirkan hal ini rasanya tidak akan ada habisnya.

"Ji Eun-ah."

Seseorang memegang pundakku.

Aku menoleh. Dapat ku lihat seorang gadis berambut sebahu yang kini sedang tersenyum kearahku.

Aku menatapnya heran. "Seul Bi-ya, kapan kau datang?"

Dia tersenyum jahil kearahku. "Sejak kau mengelus mesra bunga itu."

Aku mendengus mendengarnya.

"Ya. Kemana hilangnya Ji Eun yang selalu berisik itu? Memang kau sedang memikirkan apa, eoh?"

Aku menatapnya sambil tersenyum simpul. "Eum, eopseo." (Tidak ada)

Ia mengalihkan pandangannya dariku. Diperhatikannya teman-temanku yang sedang berfoto bersama orang tuanya.

Dapat ku lihat ekspresi sedih darinya. Tatapannya terlihat teduh namun terkesan sedih, aku yakin ada sesuatu yang ia pikirkan.

"Aku tahu kau pasti sedang memikirkan orang tuamu, kan?" tebaknya.

Ia tiba-tiba menoleh ke arahku, membuatku sedikit terkejut. "Kau berharap mereka akan datang?"

Aku langsung menunduk, mengalihkan tatapanku darinya. Tanpa sedikitpun berniat menjawab pertanyaannya.

Beberapa detik kemudian ia menyentuh pundakku. "Ayo kita pulang."

Kurasa ia menyadari perubahan dariku. Ia mengalihkan pembicaraan.

"Bagaimana dengan ayahmu? Kau mau meninggalkannya?"

"Tidak." Ia menarikku untuk berdiri. "Ia baru saja pergi, kembali ke kantornya."

Kini aku mengerti alasan dari ekspresi wajahnya tadi.

*

Magic ShopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang