"We never know what will happen. We only need to prepare ourselves."
.
.Aku menyernyit kesakitan ketika pria paruh baya itu menyentuhkan kapasnya pada luka yang baru saja kudapatkan tadi.
"Tahan, sebentar lagi."
Aku terus memejamkan mataku, merasakan benda ringan yang kini mulai menempel pada dahi kiriku. "Selesai." Ucap sang dokter.
Aku menghembuskan napas lega.
"Kau harus menjaga kepalamu dengan baik. Sudah dua kali terluka, bukan?" Tanyanya.
Aku mengangguk. "Benar."
"Apa kepalamu begitu berat hingga selalu kau jatuhkan?"
Pertanyaan apa ini?
Aku refleks tertawa karena ucapannya. Pria itu pun ikut tertawa, ahh.. jangan lupakan gadis berambut pendek di belakangnya yang tengah tersenyum memperhatikanku.
"Kamsahamnida, uisa-nim." Ucapku pada ayah Hye Ra. (Terima kasih, dokter.)
Ia mengangguk. "Apa Hye Ra tahu apa yang terjadi padamu?"
Aku menggeleng. Tentu saja ia tidak tahu, hubungan kami sedang tidak baik.
"Aku akan memberitahunya nanti." Ucapnya.
Aku menatapnya terkejut. "Jangan!"
Dokter menatapku heran. Aku kini tersenyum meyakinkannya. "Tidak usah, aku tidak ingin ia khawatir."
Pada akhirnya ia menghela napas. "Baiklah."
Ia lalu berjalan ke arah Yoo Jin dan memberikan resep obat yang harus aku minum padanya.
Aku memanggilnya. "Uisa-nim, biar aku saja yang mengurusnya."
Yoo Jin menggeleng. "Aniyo. Biar aku saja." Ucapnya.
Lalu gadis itu pergi meninggalkanku bersama ayah Hye Ra. "Kau makan secara tidak teratur, perutmu akan kembali bermasalah jika kau terus melakukannya."
Aku mengangguk. "Ne, algeseumnida." (Saya mengerti.)
"Apa ada sesuatu yang terjadi? Kau terlihat memiliki banyak masalah." Ucapnya.
Aku menjawabnya dengan ragu. "Eum, sedikit."
Ia menghela napas. "Setidaknya jangan biarkan masalah itu merugikan tubuhmu sendiri. Ahh.. Baiklah, aku harus pergi. Pasienku yang lain sedang menunggu. Khusus untuk teman putriku, kau bisa duduk disini kapan saja."
Aku terkekeh lalu membungkuk. "Ne. Kamsahamnida, uisa-nim."
Kemudian pria ber-sneil putih itu pergi setelah menutup tirai agar tidak ada yang memperhatikanku. Aku duduk sembari menatap kaki pendekku yang menggantung karena aku duduk di ranjang.
Berbagai hal mengusik pikiranku. Saat ini aku tidak bisa merasa tenang sedikit pun, jika pun bisa itu hanya bertahan beberapa menit saja.
Aku berkali-kali menghela napas sebelum akhirnya aku mendengar suara tirai terbuka, kulihat gadis berambut pendek masuk lalu menutup kembali tirainya.
Ia berbalik dan tersenyum padaku. "Bagaimana sekarang, sudah lebih baik?"
"Sedikit." Jawabku.
Ia kini ikut duduk di sampingku, memperhatikanku dengan intens cukup lama. Aku sedikit risih karenanya. "Ada apa?" Tanyaku.
Ia tertawa sejenak sebelum mengatakan, "pantas saja mereka tertarik."
"Mwo?" Beo-ku. Aku mendengarnya dengan jelas, tapi aku tetap tidak mengerti kata-katanya. (Apa?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Shop
Fanfiction[180614] - [200113] Kupikir, bertemu dengan sang idola itu sebuah harapan mustahil. Mengingat latar belakang keluargaku, dan bahkan cermin pun menjadi penghalangku. Tapi siapa sangka bahwa sebuah toko misterius yang kumasuki bisa membawaku tuk berte...