"The ones that love us never really us."
.
.Aku menekan tombol intercom yang menempel pada dinding di samping gerbang.
Langit sudah berwarna jingga. Sebentar lagi akan berubah menjadi gelap. Aku menoleh, menatap mobil yang terparkir beberapa meter dari rumah, atau lebih tepatnya pada dua gadis yang duduk di dalamnya.
Aku menggangguk pada mereka. Menunjukkan kalau aku yakin.
Satu menit kemudian, lampu kecil yang menempel pada benda persegi itu menyala. Pertanda bahwa kamera aktif dan seseorang di dalam rumah itu dapat melihat wajahku.
"Ini Han Ji Eun, pekerja di restoran Nyonya Yoon," ucapku sembari menatap intercom.
Lalu lampu kecil mati. Atensiku kini beralih pada pintu rumah yang dapat kulihat dari celah-celah pintu gerbang.
Seorang pria berjalan dengan sedikit kesusahan ke arahku, kakinya terlilit perban. Ia Yoon Yeong San, putranya bibi Yoon.
Begitu sampai, ia segera membuka gerbangnya. "Kau sudah datang," ucapnya yang terdengar seperti pertanyaan.
Aku tersenyum. "Eum. Apa ia di dalam?"
"Ia baru saja mandi." Tiba-tiba ia menatapku khawatir. "Apa kau yakin?"
Aku mengangguk mantap. "Sangat yakin, serahkan saja hal ini padaku."
Manik Yeong San terlihat sedikit sendu. "Maafkan aku. Karena keadaanku, aku jadi tidak bisa melakukan apapun. Bahkan untuk berlari, aku tidak bisa. Aku merasa seperti bukan pria."
"Gwaenchana." Aku menepuk-nepuk punggungnya. "Oppa sangat pintar dan juga tampan. Aku turut senang karena Bibi Yoon bangga terhadap itu. Semoga cepat sembuh."
"Apa-apaan itu?" ucapnya sembari tertawa. "Tapi, terima kasih."
Melihatnya, membuatku refleks melakukan hal yang sama. "Boleh aku masuk?"
"Tentu saja."
Yeong San mengajakku masuk. Aku membantunya berjalan. Sesekali ia mengeluarkan ringisan kecil ketika kakinya bersentuhan dengan jalan.
Begitu aku berhasil masuk, aku dapat melihat keadaan rumah bibi yang berantakan. Sampah plastik bekas bungkus makanan berserakan di mana-mana.
Bahkan bantal sofa terletak di lantai, membuat keadaan rumah semakin terlihat hancur. Bibi Yoon tidak mungkin melakukan hal ini, mengingat ia adalah sosok wanita yang sangat menjaga kebersihan.
"Maaf, rumah kami sangat berantakan. Ia melarang kami membersihkannya," ucap pria yang lebih tua dariku ketika menyadari aku terpaku karena keadaan rumahnya.
Dengan suara setengah berbisik, aku berkata, "Sebenarnya apa yang dipikirkannya hingga melarang kalian membersihkan semua ini?"
"Mungkin ia berpikir supaya kami tidak membawa tamu."
Oh, ini keterlaluan.
Sebuah alasan bodoh untuk seorang penjahat sepertinya. Setelah melukai kaki Yeong San dengan pisau, kenapa ia tidak mengancam akan melakukan hal sama saja, daripada membuat sarang penyakit disini?
Dengan kesal, lantas aku segera memunguti sampah-sampah itu. Mengabaikan Yeong San yang terus melarangku melakukannya.
"Oppa duduk saja."
"Tidak. Kau dilarangㅡ"
"Duduk atau kuinjak kakimu yang terluka," sahutku tanpa peduli usianya yang lebih tua dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Shop
Fanfiction[180614] - [200113] Kupikir, bertemu dengan sang idola itu sebuah harapan mustahil. Mengingat latar belakang keluargaku, dan bahkan cermin pun menjadi penghalangku. Tapi siapa sangka bahwa sebuah toko misterius yang kumasuki bisa membawaku tuk berte...