Iqbaal duduk di kursi kebesarannya, ia menatap lama sepatu hak tinggi itu yang masih rapi di atas meja kerjanya. Ia membasahi bibirnya, tanda ia tengah berpikir.
"Tapi, masa gue sih yang suruh dia balik lagi ke sini? Dia yang keluar, kenapa gue yang harus mohon-mohon biar dia masuk lagi?" Iqbaal berbicara kepada dirinya sendiri.
Iqbaal menghembuskan napasnya, ia menekankan dirinya untuk tidak peduli dengan perempuan itu. Ia kembali menghadap komputer di hadapannya dengan fokus, bekerja lebih berguna daripada memikirkan hal-hal seperti itu.
"Memang kamu salah! Intinya, kalau kamu tidak balikkan dia dalam 48 jam ini, kamu benar-benar Mama nikahin sama tetangga kita. Kamu tahu si Mayang? Yang janda empat anak itu? Mama nikahin kamu sama dia. Rasain!"
Ancaman Mamanya kembali terngiang-ngiang dipikiran Iqbaal. Mama orang yang nekat, benar-benar nekat. Apapun akan dilakukan Mama untuk mendidik anak-anaknya, termasuk dalam hukuman-hukumannya.
Iqbaal mengacak rambutnya frustasi, ia harus bertindak atau kehidupannya dipertaruhkan begitu saja dengan seorang janda beranak empat itu.
Iqbaal dengan cepat menekan salah satu angka di telepon kantor itu. Sambungan cepat terhubung.
"Batalkan surat PHK atas nama (Namakamu) Ellie. Dan segera kirim surat mengenai permintaan permohonan kerja kepada (Namakamu), ngerti?"
"Tapi, Pak.. Anda sudah menadatanginya serta memberi sebuah-"
"Kamu masih betah kerja di sini?"
"Ba-baik, Pak."
Iqbaal pun menutup panggilan itu dengan cepat, ia lebih baik mengalah untuk kehidupannya di masa depan.
"Lo melakukan hal yang benar, Baal." Iqbaal memberi pujian kepada dirinya sendiri.
**
Dulu kau janji bawa berlian untukku
Sehari makan sekalipun tak tentu
Kau bilang inilah
kau bilang itulah
Bosan dengan alasanmu
Kau fikir hidup ini cuma makan batu
Kau fikir anakmu tak butuh susu
Susu yang inilah susu yang itulah
Susa susi susah (Zakia Gotik - Bang Jono-)
Terdengar lagu dangdut yang keras dari dalam rumah (Namakamu). (Namakamu) yang tengah membersihkan rumahnya pun bergoyang layaknya biduan yang tengah mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
Dengan tangkai pel sebagai tongkat goyangannya, dan mic-nya dalam bernyanyi. (Namakamu) memang pecinta seni suara, walau suaranya membuat siapapun yang mendengar harus mempersiapkan diri untuk ke dokter THT.
"Jakarta digoyang," ucap (Namakamu) sembari mengepel lantai ruang tamunya. Ia bukan anak yang malas hanya saja ia anak yang gila. Bukan gila dalam artian tidak waras cuma melebihi dari itu.
"Eee.. Bang Jono kenapa kau tak pulang-pulang..." Nyanyi (Namakamu) tanpa tahu kelanjutan. Ia bahkan memutar-putarkan tangkai pel itu seperti pemimpin drum band. Air pel itupun terpecik ke mana-mana.
Berhubung ia sendiri di dalam rumah karena orang tuanya pergi mencari uang, adiknya sekolah menuntut ilmu, bukan memungut ilmu. Jadi, dia bebas memasang musik sekarang yang ia mau, protes dengan hobinya? Langkahi dulu mayat Digta. Digta siapa? Adik laki-lakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Little Family
FanfictionCover by : @-Ventum "Gue punya teka-teki buat lo." Iqbaal mengernyitkan dahinya. "Apa?" "Kenapa 'why' selalu 'always'?" tanya (Namakamu). Iqbaal tersenyum manis, "karna lo bego!" "Lo yang bego! Malah ngatain gue. "