6%

8.6K 919 108
                                    

Iqbaal meletakkan (Namakamu) di sofa ruang kerjanya, ia meringis saat di sana sudah terasa nyeri untuk dipuaskan, ia menatap (Namakamu) yang sudah terlihat acak-acakkan dengan kemejanya yang hampir terbuka sebagian.

Iqbaal membuka gespernya dengan cepat, ia membuangnya dengan sembarangan kemudian ia membuka celananya dengan terburu-buru, namun terlihat susah untuk dibuka akibat terburu-burunya.

(Namakamu) yang melihatnya itu pun dengan sigap membantu Iqbaal untuk membuka celana Iqbaal, Iqbaal menelan salivahnya saat melihat (Namakamu) terlihat menggairahkan di bawah sana. "Udahlah koyakin aja celana gue," ucap Iqbaal yang mencoba mengoyakkan celananya paksa.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya, ia menahan tangan Iqbaal. "Ja-jangan," larang (Namakamu) dengan suara seraknya.

Iqbaal menggigit bibir bawahnya, ia sudah tidak tahan. (Namakamu) membuka kancing celana Iqbaal, lalu mulai sletingnya. Iqbaal pun akhirnya kembali menciumi (Namakamu) dengan tergesa-gesa, ia membuka kemeja (Namakamu) dengan cepat. Namun, karena ketidaksabarannya, ia membukanya secara paksa.

Dan kancing kemeja itu terlepas begitu saja, belum sempat (Namakamu) protes, Iqbaal memainkan kedua tangannya di kedua payundara (Namakamu). (Namakamu) memejamkan kedua matanya.

Iqbaal menurunkan ciumannya ke leher putih (Namakamu) dengan isapannya yang sedikit keras, (Namakamu) mengerang kecil. Ia menarik kecil rambut lebat legam Iqbaal, Iqbaal semakin bersemangat.

"Pa-pak.. ka-kalau gue ha-hamil, gimana?" tanya (Namakamu) dengan bersusah payah.

Iqbaal melepaskan hisapannya, bibir penuh Iqbaal tidak dapat terkatup karena gairahnya yang menyelimutinya. Ia menatap (Namakamu) yang begitu cantik di bawahnya, "gue keluarinnya di luar, tenang aja," bisik Iqbaal dengan terengah-engah.

Iqbaal kembali tersenyum smrik menatap (Namakamu), (Namakamu) menyembunyikan rona merah di pipinya. "(Namakamu)," bisik Iqbaal dengan suara seraknya.

"Hmm.."

"(Namakamu) BANGUN! UDAH SIANG! KAMU NIAT KERJA NGGAK, SIH?!"

Seketika (Namakamu) membuka kedua matanya saat mendengar teriakan Maminya dari luar, astaga! Dia cuma mimpi. (Namakamu) bangun dari tidurnya, ia melihat baju tidurnya yang kebesaran ini melekat di tubuh mungilnya.

"Kampret... kenapa gue mimpi kayak gitu coba?! Ya Tuhan, bukan di dunia nyata aja gue buat dosa, di mimpi pun gue buat dosa," gumam (Namakamu) sembari memberantaki rambutnya.

"(NAMAKAMU), KAMU MAU KERJA NGGAK, SIH?!"

"IYA, MAMI!" teriak (Namakamu) dengan kuat. Entah kenapa dia kesal

**

(Namakamu) menepuk pipinya dengan pelan, ia harus bisa mengalihkan pikirannya dengan mimpi-mimpi itu, (Namakamu) menghembuskan napasnya dengan pelan, lalu tersenyum saat lift sudah terbuka, ia keluar.

"Selamat pagi, (Namakamu)ku. Akhirnya kembali lagi ke dalam peradaban manusia, apa kabar, seniorku?"

Suara Aldo menyambut kedatangannya membuat (Namakamu) dengan senyum manisnya berjalan ke arah kubikel Aldo, Aldo hanya tertawa.

PLAK!

Ia memukul kepala Aldo dengan sedikit kuat.

Aldo terdiam dari tawanya. Rina yang melihat itu membuatnya tertawa terbahak-bahak di kubikelnya, "ciuman selamat pagi noh dari (Namakamu), gimana? Enak?" tanya Rina dengan tawanya yang terbahak-bahak.

(Namakamu) berjalan menuju kubikelnya, ia meletakkan tasnya dan mulai menghidupkan komputernya sembari menunggu komputernya hidup, ia mengeluarkan camilannya beserta kopinya. Tiada hari tanpa kedua makanan dan minuman kesayangannya.

Aldo hanya berdecih, lalu menatap komputernya yang telah hidup. "Dasar cewek kasar!" umpat Aldo dengan pelan.

"Gue dengar, Do."

Aldo langsung menutup mulutnya.

(Namakamu) melepaskan sepatunya, ia mengikat rambutnya dengan asal, lalu membuka camilannya. Ia mengambil satu, lalu memakannya.

"Pagi, Pak." Terdengar sapaan dari karyawan di lantai atas. (Namakamu) kembali merutuki dirinya yang kembali mengingat pasal mimpi itu, (Namakamu) berpura-pura fokus kepada komputernya yang untung saja sudah hidup.

Iqbaal datang dengan wajahnya yang selalu tampan di setiap harinya, ia tersenyum singkat kemudian berlalu dengan rambutnya yang basah. (Namakamu) mencoba untuk tidak melirik Iqbaal, biar saja dia tidak perlu menyapa laki-laki itu.

Iqbaal memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celananya, ia melirik ke arah kubikel (Namakamu), perempuan itu menepati janjinya untuk kembali. Iqbaal pun semakin senang, mood-nya bertambah, akhirnya ia terbebas dari ancaman Mamanya. Iqbaal membuka pintu ruang kerjanya kemudian ia masuk ke dalam.

(Namakamu) baru bisa bernapas dengan lega, ia memukul kepalanya,"kayaknya benar kata Mami, gue memang udah harus nikah. Efeknya sampai ke bawa mimpi, sial!" gumam (Namakamu) kepada dirinya sendiri.

**

Iqbaal tersenyum saat adik perempuan, Miska mengirimnya sebuah pesan.

Miska : Makasih ya, Bang Iqbaal. Kuotanya udah sampai wkwk.

Iqbaal : Jangan boros, Dek. Baik-baik sekolah di sana.

Miska : Siap, bosque!

Iqbaal pun kembali melihat pesan selanjutnya dari adik perempuannya yang kedua, ia membukanya.

Laras : Yo, Bang.

Iqbaal : Kenapa?

Laras : Uang Laras syudah habis, Bang, yo..

Iqbaal : Iya, nanti abang kirim uangnya.

Laras : Nanti abang lupa, yo..

Iqbaal : Nggak, udah kuliah aja dulu yang bener.

Laras : M4L4S K4L4U T1D4Q 4D4 U4N9.

Iqbaal : Gue pulangin lo, sana belajar!

Laras : 4y014h b4n9!

Iqbaal : Gue lagi kerja, dan tolong perbaikin ketikkan lo. Gue pusing bacanya.

Laras : Kalau gue pakai tulisan biasa yo, gue pakai yo belakangnya yo.

Iqbaal : Serah lo!

Laras : B4N9!

Iqbaal sudah tidak tahan lagi dengan tingkah laku adik keduanya ini, Laras Kathia Jelita. Kuliah jurusan guru bahasa Indonesia, tetapi kaidah-kaidah penulisan seperti anak alay. Iqbaal meletakkan ponselnya kembali, ia fokus kepada komputernya.

Belum beberapa menit ia fokus kepada komputernya, deringan ponselnya membuat Iqbaal mengalihkan perhatiannya. Ia melihat nama ayahnya di layar ponselnya, Iqbaal pun mengangkatnya.

"Halo, Yah."

"Bang, nanti sore bisa temani Ayah ketemu sama sahabat Ayah?" tanya Ayah Iqbaal dengan lembut.

Iqbaal menganggukkan kepalanya,"bisa, Yah. Ayah mau Abang jemput?" jawab Iqbaal dengan suaranya yang berat itu.

"Ayah sama Mama naik mobil sendiri, kita jumpa di lokasi yang Ayah kirim nanti. Oke, Bang?"

"Iya, Yah."

"Kerja yang baik ya, Nak. Jangan lupa makan, Bang."

Iqbaal pun hanya berdehem, lalu meletakkan ponselnya kembali. Ia begitu menghormati dan menyayangi keluarganya, sebagai anak tertua, Iqbaal tidak pernah melepaskan tanggung jawabnya.

Dan keluarga kecilnya kelak.

**

Bersambung



P.S : YA, PENONTON KECEWA, SAYANYA TIDAK MUEHEHEHE... VOTE DAN KOMENTAR KUY!

Be a Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang