Iqbaal melihat (Namakamu) mulai membersihkan bekas-bekas makannya, maagnya sudah mendingan karena obat yang telah diberikan (Namakamu) tadi, keringat yang sejak tadi keluar pun kini sudah terhenti.
Iqbaal mengalihkan pandangannya saat (Namakamu) beranjak ke sampingnya, ia merasakan tangan (Namakamu) mengusap perutnya dengan lembut, "masih sakit?" tanya (Namakamu) dengan wajahnya sedikit khawatir.
Iqbaal menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia gugup. (Namakamu) menghela napasnya dengan pelan, "gue pijitin, mau?" tawar (Namakamu) dengan lembut.
Iqbaal mengangguk kembali, (Namakamu) pun membantu Iqbaal berbaring. Iqbaal merasakan kelembutan tangan (Namakamu) saat menyentuhnya, Iqbaal merasa nyaman.
(Namakamu) membuka sedikit baju Iqbaal, Iqbaal tetap menatap (Namakamu) yang rambutnya tergerai saat mulai memijit perutnya dengan sedikit pelan. "Kenapa nggak pergi aja, (Namakamu), lo seharusnya nggak perlu membatalkan tiketnya demi urusin gue," ucap Iqbaal dengan tatapannya mengarah kepada (Namakamu).
"Lo suami gue, Baal. Masih diakui di depan Tuhan dan negara. Gue menghargai lo sebagai suami gue, lo sakit itu berarti gue juga sakit."
Iqbaal menangkap kedua tangan (Namakamu) dengan cepat, (Namakamu) terkejut. Dengan cepat, Iqbaal menarik (Namakamu) ke arahnya hingga membuat (Namakamu) terjatuh di atas dada bidang Iqbaal, (Namakamu) terpaku.
"Kalau lo menghargai gue sebagai suami lo, kenapa lo tiba-tiba menjauh dari gue? Kenapa lo lepasin kalung pemberian gue? Kenapa?" Kini Iqbaal bertanya dengan tatapannya penuh kepada (Namakamu).
(Namakamu) merasakan genggaman Iqbaal yang hangat, membuatnya terlena.
"Kenapa?" tanya Iqbaal dengan bisikkannya.
(Namakamu) mencoba melepaskan genggaman Iqbaal, tetapi Iqbaal erat menggenggamnya. Mau tak mau, (Namakamu) menatap Iqbaal kembali. "Gue sadar kalau gue hanya istri yang dijodohin, gue sadar kalau gue nggak pantas jadi pendamping lo. Lo bilang sama gue, lo akui ke gue, kalau lo cinta sama Salsha, dan lo pernah bilang kan sebelum pernikahan ini terjadi jika di antara kita mencintai seseorang, kita akan memilih cerai. Dan gue memang harus persiapkan dari sekarang, kalau status ini nggak bakal selamanya. Pernikahan kita baru memasuki 3 bulan, dan sebentar lagi kita akan cerai. Lo bisa hidup bebas, Baal." (Namakamu) benar-benar menjelaskan semua itu dengan rasa sedihnya.
Iqbaal semakin mengeratkan genggamannya, "terus, kenapa lo melepaskan kalung pemberian gue? Karena mau cerai itu?" tanya Iqbaal dengan tatapan tajamnya.
(Namakamu) menatap Iqbaal dengan rasa sedihnya, "lo juga kasih ke Salsha, kan? Kalung itu cuma sebagai percobaan untuk lo kasih ke Salsha. Iya, kan?" ucap (Namakamu) dengan sedih.
Iqbaal mengernyitkan dahinya, "gue benar-benar beli untuk lo. Demi apapun, gue benar-benar belikan untuk lo, hadiah pernikahan kita," Iqbaal dengan lembut membaringkan (Namakamu) di bawahnya,"gue tulus dengan kalung itu, (Namakamu)."
(Namakamu) meneteskan airmatanya saat Iqbaal mengusap pipinya, ia merasa menahan rasa sakit selama ini, dan baru kali ini melepaskannya. "Gue menderita, Baal.. gue merasa sakit waktu Salsha bilang kalau gue hanya sebagai orang ketiga di dalam hubungan kalian. Gue merasa terhina, Baal," isak (Namakamu) seketika.
Iqbaal mengusap airmata istrinya, ia merasa lemah jika melihat (Namakamu) menangis. "Jangan nangis, tolong... jangan nangis," bisik Iqbaal pelan.
(Namakamu) menggelengkan kepalanya, ia tidak berhenti menangis. Iqbaal mengecup dahi (Namakamu) dengan lembut. "Maaf.. gue minta maaf... gue bakal datangi Salsha. Jujur, waktu gue bilang Salsha itu cinta pertama gue, itu hanya akal-akalan gue. Gue mau lihat reaksi lo, dan ternyata makin parah. Gue nggak bermaksud buat nyakiti lo," bisik Iqbaal dengan suara beratnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Little Family
FanfictionCover by : @-Ventum "Gue punya teka-teki buat lo." Iqbaal mengernyitkan dahinya. "Apa?" "Kenapa 'why' selalu 'always'?" tanya (Namakamu). Iqbaal tersenyum manis, "karna lo bego!" "Lo yang bego! Malah ngatain gue. "