20%

7.6K 1K 166
                                    

(Namakamu) masuk ke dalam kamar Iqbaal, Alwan dan Salsha akhirnya pulang saat tak lama Iqbaal masuk ke dalam kamarnya. Mama dan Maminnya pun berisitirahat ke dalam kamar mereka sehingga membuat (Namakamu) membersihkan sisa piring yang kotor itu.

(Namakamu) menutup pintu kamar Iqbaal, ia berencana akan mandi, ia pun membuka kopernya. Saat tengah mempersiapkan baju gantinya, Iqbaal pun terlihat keluar dari kamar mandi, ia menggantungkan handuknya, lalu keluar dari kamar tanpa sepatah kata.

(Namakamu) pun mulai menutup kopernya dengan sedikit cepat, "seharusnya memang seperti, kenapa harus terlalu dekat? Lagian, pernikahan yang awalnya nggak di dasari cinta mana bisa bertahan,"gumam (Namakamu) yang mulai membawa barang-barang mandinya. Ia berjalan ke kamar mandi.

**

Alwan menarik tangan Salsha dengan kasar, Salsha yang baru memasuki rumahnya pun terkejut saat Alwan menariknya dengan kasar. "Kenapa sih, Wan? Sakit!" protes Salsha mencoba melepaskan tangan Alwan yang menariknya.

Alwan melepaskannya dengan kasar juga, Salsha menatap Alwan dengan rasa sakit di lengannya. "Sal, gue turutin lo datang ke Indonesia bukan untuk menghancurkan pernikahan sahabat lo. Gue tau lo suka sama dia, gue tau lo cinta sama dia, tapi bukan berarti lo memaksakan diri lo harus ada di sana. Lo bikin mereka bisa pisah, Sal," ucap Alwan dengan tatapan tajamnya kepada Salsha.

Salsha menatap Alwan dengan senyumannya. "Wan, lo terlalu berlebihan untuk menanggapi semua ini. Gue kan—"

"Nggak semua yang lo suka bisa lo dapati, Sal. Lo lihat gimana orang tua mereka bahagia lihat anaknya bersatu seperti itu, dan lo datang untuk melaksanakan keegoisan lo. Jangan jadi Salsha yang nggak gue kenal," sela Alwan mencoba mengusap bahu Salsha.

Salsha menjauhi Alwan, Alwan menatap sedih ke arah sahabatnya ini. "Lo yang berubah, Wan! Sahabat lo patah hati karena cinta pertamanya diambil, dan lo suruh gue melepaskannya aja? Hati lo di mana, Wan?! Di mana? Gue mau Iqbaal seperti dulu! Ada untuk gue!" bantah Salsha dengan penekanannya.

Alwan menatap sedih sahabatnya ini, "kalau lo seperti ini terus, Sal sama aja lo suruh gue untuk benci lo secara perlahan-lahan," balas Alwan dengan pelan.

Salsha tidak mendengarkan Alwan, ia pergi meninggalkan Alwan tanpa sepatah kata apapun. Alwan merasakan sedih melihat Salsha seperti itu. "Gue nggak mau lo semakin terluka, Sal."

**

Semua terasa seperti tidak ada terjadi apapun jika mereka berada di tengah-tengah keluarga, namun jika sudah berdua bahkan suara angin dapat terdengar. Semua terasa seperti orang asing, tidak kenal satu dengan yang lainnya. Kejadian 2 hari yang lalu membuat Iqbaal dan (Namakamu) tidak berbicara sama sekali, Iqbaal yang lebih sering berada di luar daripada dalam apartemen, dan (Namakamu) yang sering membersihkan apartemen sebagai hobinya.

Iqbaal akan pulang ketika Mama dan mertuanya tertidur, ia akan tidur di dalam kamar dengan kondisi lelah. Ia tetap tidur satu ruangan dengan (Namakamu) tetapi tetap tidak bertegur sapa.

(Namakamu) tersenyum saat Alwan menelpon seperti malam-malam sebelumnya, ia merasa terhibur dengan suara Alwan yang begitu menemaninya di setiap malam.

"Memang jadi atlet itu susah ya, Wan?" tanya (Namakamu) sembari duduk di sebuah bangku dekat dengan jendela, ia menatap langit malam tanpa ada bintang itu.

"Susah sih, karena banyak banget tes masuknya apalagi harus bisa melebihi dari teman-teman kita yang udah pernah ikut lomba antar provinsi atau tingkat lebih tinggi," jawab Alwan dengan menarik.

"Apalah daya yang hanya bisa kerja di perkantoran ini," balas (Namakamu) sembari menikmati angin malam.

"Semuanya itu baik, (Namakamu). Jangan meremehkan sesuatu," tegur Alwan dengan lembut.

(Namakamu) tersenyum mendengar teguran Alwan, ia menyukai itu."Iya, gue salah kali ini."

"kapan-kapan gue ajak ke kolam renang latihan para atlet, sekalian gimana cara latihannya. Mau?"

"Ya, gila gue nggak mau! Ya, pasti maulah." (Namakamu) mengucapkannya dengan antusias.

Terdengar suara pintu kamar yang dibuka, (Namakamu) tidak perlu melihatnya, ia tahu itu Iqbaal. (Namakamu) tidak memperdulikannya, ia lanjut berbicara kepada Alwan.

"Lo nggak tidur?" tanya Alwan terdengar di ujung sana.

"Belum bisa tidur, nyanyiin kek," jawab (Namakamu) dengan sedikit membujuk.

"Gue bisanya berenang, nggak bisa nyanyi."

(Namakamu) tertawa,"bisa aja, si atlet. Lucu lo kaya Roy Khiyosi."

"Nggak usah sok ketawa kalau memang garing, gue nggak apa-apa."

"cih! Emang gue tulus ketawa kok."

Iqbaal melepaskan jam di pergelangan tangannya, ia meletakkan jamnya di nakas, ia melepaskan kemejanya dengan perlahan-lahan.

(Namakamu) tersenyum mendengar ucapan Alwan sebelum mengakhiri panggilannya pada malam hari ini.

"Tuhan nggak pernah jahat sama kita, (Namakamu). Dia kasih kita pilihan, mau pilihan yang A atau B. Ketika lo pilih A maka Tuhan sudah merencanakannya hingga akhir, begitu juga dengan pilihan yang lain. Dia beri kita tanggung jawab untuk menguji kita, bisa atau tidak? Dah.. besok lagi, ya. Bye."

(Namakamu) menutup jendela itu setelas puas di sana. Ia mulai beranjak meninggalkan bangku itu, ia melihat Iqbaal telah duduk di sofa itu dengan jari-jari yang saling mengait.

(Namakamu) bersiap untuk tidur, ia terlihat mulai membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur itu.

"Gue udah pesan tiket untuk bulan madu itu, besok kita berangkat." Itu suara berat Iqbaal yang berbicara.

(Namakamu) membelakangi Iqbaal, ia diam sembari memejamkan kedua matanya.

Iqbaal terlihat mengepalkan tangannya di dalam kegelapan malam itu,"sekalian lo bawa Alwan lo ke sana." Iqbaal kembali melanjutkannya dengan suara beratnya.

(Namakamu) membuka matanya, namun posisinya tetap membelakangi Iqbaal. "Tanpa lo suruh, gue akan bawa dia."

Iqbaal yang mendengar itu hanya dapat tertawa meremehkan, ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya. Ia menahan dirinya sejak 2 hari ini, ia sudah menahannya. "Perlu gue pesankan kamar hotel untuk kalian berdua?" tanya Iqbaal dengan suaranya yang berat itu terdengar menahan sesuatu.

"Gue bisa sendiri, nggak perlu bantuan." (Namakamu) mengucapkannya dengan tenang.

Iqbaal menatap punggung mungil yang dibaluti selimut itu, "gue ikuti permainan lo, (Namakamu)." Iqbaal mengungkapkannya dengan suara beratnya.

**

Bersambung


P.S : VOTE MINIMAL 230 KOMENTAR MINIMAL80

Be a Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang