7%

7.3K 955 101
                                    

(Namakamu) menghembuskan anak-anak rambut yang berjatuh di dahinya, ia bersedekap dada dengan tatapan malasnya ke arah kedua orang tuanya.

"Pi, berat badan Mami naik. Mami berarti gendut dong," adu Mami (Namakamu) dengan wajahnya yang dibuat imut itu.

(Namakamu) yang mendengar itu hanya menunjukkan ekspresi muntahnya.

Papi (Namakamu) menggenggam tangan istrinya, lalu ia kecup dengan penuh kasih sayang. "Aku cinta kamu apa adanya, Sayang," balas Papi (Namakamu) dengan senyum mautnya.

(Namakamu) ingin rasanya melompat dari mobilnya ini, apakah  perjalanan pernikahan mereka selama ini tidak membuat mereka belajar untuk tidak berpacaran di depan anaknya?

Mami (Namakamu) tersenyum melihat suaminya itu menyetir dengan senyum manisnya, ia mengusap rambut suaminya yang mulai tumbuh uban itu. "Kamu semakin tua semakin ganteng, ya? Gimana bisa aku selingkuh kalau gini," goda Mami (Namakamu) dengan tawa kecilnya.

(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan kesal,"Pi, Mami minta uang bulanannya ditambah. Sok-sok romantis!" Akhirnya (Namakamu) mengeluarkan suaranya.

Papi (Namakamu) tertawa mendengar ucapan anak gadisnya, ia melirik dari kaca mobil atas. "Papi selalu kasih uang bulanan lebih kok sama Mami, Sayang. Tanpa diminta pun pasti Papi kasih," ucap Papi (Namakamu) dengan tawanya.

Mami (Namakamu) menoleh ke arah anak gadisnya, ia menjulurkan lidahnya mengejek (Namakamu). (Namakamu) yang melihatnya membuat dirinya kesal, "Papi! Mami, Pi!" adu (Namakamu) dengan rengekkannya.

"Mami, jangan suka bikin anaknya nangis, ah!" tegur Papi (Namakamu) sembari mengusap puncak rambut istrinya.

Mami (Namakamu) tertawa mendengar rengekkan anak gadisnya, dan (Namakamu) hanya mengerucutkan bibirnya dengan imut.

**

Iqbaal melihat kedua orang tuanya sedang berbicara di salah satu meja makan itu, Iqbaal pun mendatangi orang tuanya dengan kemeja kantornya, ia terlihat lebih santai. "Ma, Yah." Iqbaal memanggil orang tuanya sembari menyalim kedua orang tuanya.

"Macet tadi, Bang?" tanya Ayah Iqbaal dengan senyumannya.

Iqbaal melonggarkan dasinya, ia menyeruput minuman yang telah tersedia di sana. "Nggak terlalu, Yah." Iqbaal kembali menyeruput minumannya.

Mama Iqbaal melihat anak pertamanya ini dengan senyum manisnya, Iqbaal menaikkan satu alisnya melihat Mamanya yang tersenyum kepadanya. "Kenapa, Ma?" tanya Iqbaal yang sedikit aneh dengan Mamanya.

Ayah Iqbaal yang melihat mereka hanya tersenyum.

Mama Iqbaal menatap anaknya yang bingung dengan sikap dirinya. "Kamu kalau dilihat-lihat ganteng juga ya, Bang. Nggak salah Mama pungut kamu di patung pancoran dulu, ternyata berbuah baik juga."

Iqbaal menghentikan isapannya ke pipet minumannya, ia tahu akan seperti ini adanya. "Ma, bisa nggak anggap Iqbaal anak yang berharga di mata Mama?" tanya Iqbaal yang ingin menangis begitu saja di depan Mamanya.

Mama Iqbaal menggelengkan kepalanya."Gak."

Iqbaal hanya memberantaki rambutnya dengan kesal, Ayah Iqbaal menepuk tangan anaknya ini dengan lembut. "Mama emang gitu, Bang. Luarnya aja jahat, di dalamnya.. lebih jahat," sahut Ayah Iqbaal dengan tatapannya ke arah istrinya.

"Ayah nanti tidur di luar malam ini."

Ayah Iqbaal pun ikut pasrah dengan perintah istrinya. Iqbaal menggelengkan kepalanya melihat kedua orang tuanya, ia mengetuk meja makan restoran itu sembari melihat-lihat di sekitarnya.

"Akhirnya mereka datang juga," ucapan Ayahnya membuat Iqbaal mengalihkan tatapannya ke arah lambaian tangan Ayahnya.

Ia melihat kedua orang tua dengan senyum bahagia sembari bergandengan tangan menuju ke arah meja mereka. Iqbaal merasa tidak asing lagi dengan senyuman itu, ia pun ikut berdiri dari duduknya untuk menyambut tamu itu.

Iqbaal tersenyum saat kedua orang tua itu bersalaman dengannya, ia menyamlimnya dengan sopan.

"Kak, ini bos kamu di kantor, kan?"

Iqbaal membolakan kedua matanya saat melihat gadis yang dipanggil kakak itu, "(Namakamu)?" Iqbaal bertanya kepada dirinya sendiri, dia terkejut.

(Namakamu) yang juga masih memakai baju kantor pun terkejut melihat bosnya ada di sini. 'Sial! Gue ingat mimpi itu lagi, kan!' batin (Namakamu) mengumpat.

"Kalian udah saling kenal, kan?" tanya Mama Iqbaal sembari tersenyum kepada anaknya.

Iqbaal hanya tersenyum singkat sebagai balasannya, (Namakamu) menatap orang tuanya dengan sengit.

**

Kini meja makan itu ramai dengan percakapan orang tua mereka, Iqbaal menghadap (Namakamu), kedua orang tuanya berhadapan kedua orang tua (Namakamu). Makanan sudah terhidang dari tadi, dan mereka makan sembari bernostalgia dengan jaman mereka masih bersama-sama waktu itu.

Iqbaal hanya memakan-makanannya dengan anteng. (Namakamu) makan dengan lahapnya, ia begitu lapar dari tadi. Bodo amat dengan pandangan yang lain, intinya makan.

"Bang, Ayah ngundang kamu ke sini untuk kasih tahu mengenai hal penting," Ayah Iqbaal berbicara dengan wibawanya," ini juga untuk kehidupan kamu ke depannya."

Iqbaal hanya menganggukkan kepalanya sembari makan.

"Kami sudah sepakat untuk menjodohkan kalian, Iqbaal sama (Namakamu)."

HUKHUK!

(Namakamu) tersedak seketika mendengar ucapan Ayah Iqbaal yang begitu tenang itu. Ia memukul dadanya yang tersedak. Mami (Namakamu) melihat anaknya terbatuk-batuk hanya membantu memberi minumannya. (Namakamu) meminumnya.

Iqbaal meletakkan sendok dan garpunya ke piring itu, ia melihat Ayahnya menatapnya dengan senyuman.

"Terkejut ya, Nak? Maafin, Oom yang terburu-buru."

(Namakamu) meletakkan gelas itu yang telah tandas ia minum isinya, ia menatap kedua orang tuanya yang tersenyum. "Bisa aja oom bercandanya, lucu juga." (Namakamu) meresponnya dengan tawanya.

Tapi, yang tertawa hanya dirinya – yang lainnya menatapnya dengan bingung, kecuali Iqbaal yang masih berpikir.

"Nggak lucu, ya?" tanya (Namakamu) dengan polosnya.

"Anak gue memang gitu, Kayla, agak-agak sakit." Mami (Namakamu) menepuk punggung tangan Kayla.

(Namakamu) menggaruk kepalanya tidak mengerti, "ini ada yang ulang tahun, ya? Happy birthday, hehehe.. aku sampai terkejut lho," sahut (Namakamu) kembali dengan mencairkan suasana.

Mami (Namakamu) menepuk dahinya sendiri, bingung dengan anak gadisnya.

Iqbaal menatap Ayahnya yang masih tersenyum melihat kekonyolan (Namakamu). "Yah, kita belum bica—"

"Nah! Anak gue udah setuju tuh dijodohin, Aduh... Mama akhirnya punya cucu juga," ucapan Iqbaal disela oleh Mamanya yang terlihat riang.

Iqbaal seketika bingung,"Ma, Iqbaal belum .. mmmmhppp..." Mama Iqbaal menutup mulut putranya dengan cepat.

Ayah Iqbaal yang melihat tingkah laku istrinya hanya tertawa.

(Namakamu) membisikkan ke arah Maminya, "Kakak boleh pingsan?" bisik (Namakamu) dengan pelan.

Mami (Namakamu) dengan senyum manisnya pun menepuk pipi anak gadisnya dengan sedikit keras, (Namakamu) terkejut. "Anak gue juga setuju! Kita memang cocok besanan, La."

(Namakamu) membolakan kedua matanya terkejut,"Mi, Kakak belum .. aaaa.. sakitt," ringis (Namakamu) saat merasakan cubitan di pahanya.

Mami (Namakamu) pun memeluk anak gadisnya agar tidak berbicara lagi, (Namakamu) mencoba melepaskannya tapi dia kalah kuat dengan Maminya.

Papi (Namakamu) hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan melihat kelakuan wanita kesayangannya ini.

"Jadi, kapan hantarannya?"

**

Bersambung

P.S : Komentar 60 minimal, vote minimal 100.

Be a Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang