30%

8.7K 1K 128
                                    

Iqbaal membuka kedua matanya saat matahari mulai bersinar terang, ia menguap kecil, lalu merubah posisi tidurnya membelakangi sinar matahari itu, kedua matanya mengarah pada punggung mungil yang juga membelakanginya.

Biasanya, setiap dirinya bangun, ia akan memeluk tubuh mungil itu dengan lembut dan menenggelamkan rasa kantuknya di dalam pelukkan itu. Iqbaal hanya dapat menelan rasa kerinduan itu dalam-dalam.

Saat ia masih ingin terus memandang punggung mungil itu, (Namakamu) merubah posisinya menjadi menghadap Iqbaal. Iqbaal melihat wajah cantik itu masih tertidur dengan lelapnya, Iqbaal tersenyum sedih melihat kedua mata itu masih tertutup untuk menikmati mimpinya.

"Semenjak kita bersatu, gue hanya beberapa kali melihat lo tersenyum karena gue, selebihnya hanya penderitaan. Gue mau bahagiakan lo, (Namakamu)," bisik Iqbaal dengan lirih.

Iqbaal mengangkat salah satu tangannya, ia ingin mengusap puncak rambut itu, tetapi terhenti di atas, ia tidak berani untuk lebih dekat lagi menyentuhnya.

"Jika nantinya lo mau kita pisah, gue nggak akan memaksakan untuk lo tetap di sisi gue lagi, karena gue nggak mau lo menderita lagi," bisik Iqbaal dengan sedihnya.

**

(Namakamu) mengoleskan krim paginya di depan cermin itu, pesawat kecil akan berangkat sekitar 1 jam lagi untuk menghantarkan keluar dari pulau ini. (Namakamu) tersenyum melihat wajahnya telah ia olesi dengan krim pagi, selanjutnya ia memberikan sunblock kepada wajahnya agar tidak menghitam, lalu memberikan lipstik untuk mempercantik dirinya.

(Namakamu) menutup kembali lipstiknya dan memasukkannya kembali ke dalam tas make up-nya, ia tersenyum setelah melihat wajahnya terlihat segar. (Namakamu) mengernyitkan dahinya saat melihat Iqbaal masih di atas tempat tidur , biasanya ia langsung bangun ketika jam sudah menunjukkan jam 7 pagi.

(Namakamu) hanya menghela napasnya, dan mulai berdiri untuk memasukkan alat make up-nya ke dalam kopernya. Ia akan membangunkan Iqbaal terlebih dahulu sebelum ia pergi nantinya, (Namakamu) pun akhirnya menutup kopernya, lalu berjalan ke ranjang. (Namakamu) naik ke tempat tidur, mendekati Iqbaal yang terlihat tertidur.

(Namakamu) menggoyangkan bahu Iqbaal dengan lembut.

"Baal, bangun.. udah pagi," ucap (Namakamu) sembari menggoyangkan bahu Iqbaal.

Iqbaal membuka kedua matanya dengan susah payah, ia menyipitkan kedua matanya saat menyesuaikan sinar matahari itu yang masuk ke matanya. (Namakamu) melihat keringat membasahi dahi Iqbaal. "Baal, lo nggak apa-apa?" tanya (Namakamu) sedikit khawatir melihat keringat itu sudah membasahi kerah baju kaos Iqbaal.

Iqbaal seperti tidak sanggup berbicara, bibirnya pucat, dan keringat itu membasahi kerah bajunya. (Namakamu) sedikit khawatir, ia takut Iqbaal meninggal di sini.

"Baal, lo sakit?" tanya (Namakamu) dengan sedikit panik. Iqbaal meremas perutnya yang sejak semalam mengganggu tidurnya, (Namakamu) melihat Iqbaal meremas perut itu. "Nggak mungkin lo datang bulan," tebak (Namakamu) sembari menggelengkan kepalanya.

Iqbaal kembali menutup kedua matanya, perutnya sangat sakit. (Namakamu) menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus bagaimana. (Namakamu) mencoba mengusap keringat Iqbaal dengan tangannya, "Baal, lo sakit apa? Gue nggak tau harus ngapain sekarang, gue takut lo tewas di sini, guenya janda."

Iqbaal membuka kedua matanya kembali, ia melihat wajah khawatirnya (Namakamu). "Maag gue kambuh," ucap Iqbaal dengan suaranya yang serak pelan.

(Namakamu) pun segera mengambil ponselnya, ia menelpon pelayan kamar mereka untuk memberi obat dan makanan, lalu melihat Iqbaal kembali meremas perutnya membuat (Namakamu) tidak tega, ia dengan segera menghampiri Iqbaal yang kesakitan.

Be a Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang