Arsen melihat Kayla tengah meletakkan pakaian yang baru saja ia gosok ke dalam lemari pakaian mereka dengan senandung kecilnya.
Arsen menutup pintu kamar mereka dan mulai menghampiri istrinya dengan langkah kakinya yang sedikit pelan.
"Sayang.. Mas rasanya capek banget, kepengin dipijit kamu. Mau, nggak?" tanya Arsen dengan suaranya yang sedikit ia bikin merayu.
"Nggak!"
Arsen menghela napasnya dengan pelan, ia pun berjalan menuju sofa di dalam kamar mereka. Arsen duduk di sana sembari melihat istrinya kembali memasukkan pakaian-pakaian mereka.
"Katanya setelah pulang dari Eropa, kamu nggak marah lagi sama Mas, tapi buktinya apa? Kamu tetap aja cuek sama Mas. Mas rela-relain nggak ikut kamu supaya kamu nggak marah sama Mas. Kayla nggak tahu gimana Mas tersiksa kalau nggak ada Kayla di dekat Mas, kan? Kayla berubah," ucap Arsen dengan dahinya yang ia kernyitkan.
Kayla terlihat merapikan baju kemeja Arsen yang terletak sembarangan di dalam lemari pakaian mereka. Ia melipatnya kembali. "Mas Arsen nggak bosan sama Kayla? Kayla kan udah tua, jelek, udah mau ubanan, udah mau keriput. Mending Mas Arsen cari yang lain, atau yang lebih dari Kayla. Nggak apa-apa deh Kayla janda sampai mati—"
"Kayla kenapa, sih?! Mas gak suka ya kalau Kayla ngomong gitu. Kalau Mas memang nggak cinta sama kamu, Mas nggak akan ngejar-ngejar kamu waktu itu! Kamu masih ragu sama Mas soal waktu itu? Mas nggak ciuman sama dia, Sayang."
Kayla membanti pintu lemari pakaian itu dengan sedikit kasar, Arsen semakin mengernyitkan dahinya.
"Kayla! Seperti itu kamu bersikap pada suami kamu?"Kayla menatap Arsen dengan kesal,"aku nggak akan seperti itu kalau Mas nggak mulai duluan!"
Arsen berdiri dari duduknya, ia mencoba mendekati istrinya, namun Kayla mundur. Arsen menahan untuk kembali melangkah. "Kamu mau Mas perlihatkan sama kamu cctv kantor? Kita hidup bersama sudah bertahun-tahun, Sayang. Semenjak aku mengucapkan kata-kata sakral itu, aku berjanji tidak akan menyakiti kamu. Mas nggak pernah berpaling dari kamu."
Kayla menggelengkan kepalanya dengan pelan, "sekarang pilih, aku yang tidur di luar atau kamu yang tidur di sofa nanti?"
Arsen yang mendengar itu seketika memberantaki rambutnya dengan kasar. "Kamu tahu kelemahan aku apa, La, tapi kamu selalu menjadikan itu ancaman. Kamu suka lihat aku menderita?" ungkap Arsen dengan tatapan sedihnya ke Kayla.
Kayla menatap Arsen dengan tatapan yang sulit diartikan, "berarti aku yang tidur di luar."
Arsen menahan tangan Kayla saat melihat Kayla hendak pergi dari kamar, "Mas yang di luar." Arsen mengucapkannya dengan lirih, lalu menatap istrinya sebentar kemudian pergi meninggalkan Kayla di dalam kamar.
Kayla hanya bisa menatap kepergian suaminya dengan kosong.
**
"Gue bakal nikahin lo!"Salsha menggelengkan kepalanya, ia mulai memakai maskaranya. "Gue nggak apa-apa, lagian ini hanya kecelakaan," balas Salsha yang masih memakai maskaranya.
Alwan menatap Salsha yang mulai membuka sebuah pewarna bibir, lalu mengaplikasikannya di bibirnya.
"Nggak! Gue. Bakal. Nikahin. Lo." Penekanan yang tegas dari Alwan membuat Salsha menghentikan aktivitasnya.
Salsha menutup kembali lipstick itu dengan pelan, "kalau lo nikahin gue cuma rasa tanggung jawab, lebih baik jangan. Lagian, belum tentu gue hamil. Oke?" Salsha menepuk bahu Alwan kemudian kembali mewarnai bibirnya.
Alwan hanya bisa menerima itu, menerima keputusan Salsha.
**
Iqbaal mengecup bibir istrinya dengan pelan, lalu mengusap lembut lengan istrinya dengan lembut. "Aku harus ke kantor hari ini, klien dari Bandung minta bertemu di kantor," bisik Iqbaal dengan suaranya yang serak.(Namakamu) masih memejamkan matanya untuk menikmati tidur paginya, ia mendengar jelas suara Iqbaal. "Pulangnya sore?" tanya (Namakamu) dengan kedua matanya yang tertutup.
Iqbaal kini semakin dekat dengan (Namakamu), ia mengecup pipi putih itu. "Kita pulang pagi ini, sebelum ke kantor, kamu akan aku antar ke rumah.Ya?" ucap Iqbaal dengan suaranya yang sedikit serak.
(Namakamu) membuka kedua matanya, ia melihat Iqbaal dekat dengannya, rambut Iqbaal yang berantakan dan kancing piyama yang atas terbuka satu. "Aku ikut ke kantor aja deh, bosan kalau sendiri," balas (Namakamu) sembari menatap Iqbaal.
Iqbaal sedikit mengernyitkan dahinya, "bukannya kita sepakat kalau kamu di rumah aja? Aku yang kerja, kamu di rumah," ucap Iqbaal mengingatkan.
(Namakamu) menatap Iqbaal dengan sedikit kesal, "kamu kali yang setuju," balas (Namakamu) dengan kesal.
Saat Iqbaal hendak menjawab, ponselnya berbunyi sehingga membuat segera bangkit dari tidurnya dan mulai menjawab panggilan itu.
(Namakamu) hanya bisa menatap punggung tegap itu yang sibuk dengan teleponnya, ia membalikkan badannya menghadap jendela kamarnya, ia memeluk guling.
"Baik, kita jumpa di kantor." Iqbaal tersenyum mendengar candaan klien kerjanya.
Tidak butuh waktu yang lama, Iqbaal pun kembali meletakkan ponselnya di nakas samping tempat tidurnya, ia melihat istrinya yang kembali tidur dengan posisi membelakangi.Iqbaal kembali naik ke ranjang, lalu mendekat ke arah (Namakamu).
"Kamu kenapa?" tanya Iqbaal sembari merapikan rambut istrinya.
(Namakamu) hanya menggelengkan kepalanya, Iqbaal menghela napasnya dengan pelan. "Laras kan sudah mau masuk skripsi, jadi aku suruh dia sekalian nginap di rumah kita biar kamu nggak kesepian waktu aku pergi kerja. Jangan marah lagi, ya?" bujuk Iqbaal dengan mengusap bahu istrinya.
(Namakamu) mendengar itu seketika membalikkan tubuhnya menghadap Iqbaal, "serius, kan?" tanya (Namakamu) mencari kepastian.
Iqbaal menganggukkan kepalannya,"biar aku suruh juga Miska nemani kamu juga waktu libur panjang."(Namakamu) tersenyum begitupun Iqbaal yang melihat istrinya tersenyum.
Iqbaal mencium sekilas pipi (Namakamu), "I love you," bisik Iqbaal.
(Namakamu) hanya bisa membalasnya dengan pelukan eratnya.
**
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Little Family
FanfictionCover by : @-Ventum "Gue punya teka-teki buat lo." Iqbaal mengernyitkan dahinya. "Apa?" "Kenapa 'why' selalu 'always'?" tanya (Namakamu). Iqbaal tersenyum manis, "karna lo bego!" "Lo yang bego! Malah ngatain gue. "