29%

7.9K 944 64
                                    

(Namakamu) mulai merapikan baju-bajunya untuk ia susun ke dalam koper, besok ia akan pulang. (Namakamu) mengambil posisi duduk di lantai dengan kopernya yang terbuka, ia melipat baju-bajunya yang baru saja ia keluarkan dari lemari tersebut.

Iqbaal memasuki kamar penginapan itu dengan wajahnya yang dingin, ia baru selesai membersihkan dirinya begitupun dengan bekas luka di buku-buku jemarinya, ia melihat (Namakamu) mulai membereskan barang-barangnya, Iqbaal memberhentikan langkahnya menuju tempat tidur saat melihat (Namakamu) yang tengah sibuk merapikan baju-bajunya.

"Ke mana?" Iqbaal bertanya dengan suara beratnya dengan tatapannya mengarah kepada (Namakamu).

(Namakamu) mengangkat kepalanya sebentar untuk menatap Iqbaal, lalu kembali sibuk dengan merapikan baju-bajunya. "Gue mau pulang duluan, soalnya saudara jauh gue ada yang mau nikahan, jadi gue harus pulang," jawab (Namakamu) dengan tenang.

(Namakamu) tersenyum saat ia mengangkat kepalanya kembali untuk menatap Iqbaal, "lo di sini aja habisin liburannya sekalian habisin jatah libur," lanjut (Namakamu) dengan senyuman tanpa bebannya.

Iqbaal berjalan menuju tempat tidur itu, entah kenapa saat (Namakamu) berkata akan pergi meninggalkannya di sini membuatnya seketika merasakan sepi, marah, dan ingin ikut dengan (Namakamu).

(Namakamu) berdiri dari duduknya, ia akan merapikan make up-nya agar dimasukkan ke dalam kopernya. Iqbaal duduk di sisi ranjang itu, otomatis pandangannya disuguhi dengan pemandangan pantai malam. Ia melihat dari kaca jendela itu saat (Namakamu) mulai memasukkan peralatan make up-nya ke dalam tasnya itu, Iqbaal ingin menghentikannya namun ia tidak bisa, ia hanya bisa memandang dan meremas seprai itu.

Setelah ia menyusun make up-nya, (Namakamu) kembali mengambil posisi seperti semula. Iqbaal melihat kaca jendela itu kembali kosong saat (Namakamu) kembali menyusun barang-barangnya, ia menatap jendela itu dengan keheningan.

"Gue boleh ikut?" Iqbaal masih menatap jendela itu dengan pandangannya yang kosong.

(Namakamu) yang mendengar itu pun sejenak memberhentikan kegiatannya itu, tetapi tidak lama langsung memulai merapikannya kembali. "Jujur, gue sebenarnya nggak mau lo ikut sama gue. Gue mau pergi sendiri."

Iqbaal pun tersenyum sedih, ia merasakan (Namakamu) memang tidak ingin dia ikut. (Namakamu) terfokus kepada kegiatan kopernya, ia merasakan sesuatu di dalam hatinya ingin menangis kembali, iya, menangis.

"Lo habisin liburannya di sini, oke? Have fun." (Namakamu) pun akhirnya menutup kopernya dan mengancinginya, ia membawa koper itu ke luar kamar penginapan itu agar besok tidak repot-repot lagi.

Iqbaal menundukkan kepalanya menatap kedua kakinya yang menginjak lantai itu."Memang seharusnya begini, kan?" bisik Iqbaal dengan lirih.

**

Dengan perawakannya yang sedikit tinggi, kulitnya yang sawo matang, rambut hitamnya yang cepak, serta dadanya yang terlihat bidang membuat Dygta yang menjadi senior di SMA yang menjadi tempat dia sekolah membuat adik-adik kelasnya menatapnya dengan pandangan memuja.

Mereka berbisik-bisik, ada yang menyapanya, dan tersenyum manis. Dygta bukanlah laki-laki yang terkenal sombong, ia sangat ramah kepada setiap orang yang menyapanya persis seperti Papinya.

Memasukkan kedua tangannya yang kekar ke dalam saku celana abu-abunya, ia berjalan menuju kelasnya untuk mengantarkan tasnya, lalu menuju kantin untuk menyicipi gorengan panas yang membuatnya tergoda.

Dygta tidak pernah sama sekali berpacaran, sama sekali tidak pernah memiliki seorang gadis yang membuatnya harus jatuh bangun dalam mendapati hatinya. Dia hanya memiliki cinta pertamanya, dan cinta kesayangan hidupnya, (Namakamu) Livandra, kakak perempuannya.

Be a Little FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang